3 tahun yang lalu / Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar akan dibuka secara online pada awal Maret 2022.
3 tahun yang lalu / Pendaftaran AEC 2022 gelombang ke 2 dibuka mulai tanggal 20 Desember 2021 – 15 Januari 2022
Home › Blog Guru › Spesial Ramadhan (Edisi 04) : Setan Dibelenggu, Kok Masih Ada Maksiat?
15
Mar 2024
Spesial Ramadhan (Edisi 04) : Setan Dibelenggu, Kok Masih Ada Maksiat?
Diterbitkan : Friday, 15 Mar 2024, Penulis : Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H
0
BAGIKAN
Sering kali kita menjumpai narasi “di bulan Ramadhan setan dibelenggu, kok masih ada maksiat?”. Tentu, narasi ini tidak berdasar pada asumsi semata, melainkan berdasar fakta yang ada. Ya memang benar demikian, kita masih sering melihat ada saja orang yang bermaksiat, padahal kita sedang berada di tengah situasi ibadah puasa Ramadhan di bulan yang mulia yang dimuliakan Allah Swt. Lantas, apa maksud sebenarnya dari “setan dibelenggu di bulan Ramadhan?”
Asal usul pertanyaan tersebut sebenarnya terlahir dari hadis Nabi Saw, di mana beliau sedang menjelaskan tentang keistimewaan datangnya bulan Ramadhan. Hadis tersebut berbunyi:
“Apabila telah datang bulan Ramadhan, maka pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat, dan setan-setan dibelenggu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini, kita dapat memahami bahwa ada tiga kondisi ketika datangnya bulan Ramadhan. Pertama, kondisi terbukanya pintu surga. Kedua, kondisi tertutupnya pintu neraka. Ketiga, kondisi terbelenggunya para setan.
Nampaknya akal sehat kita langsung cepat memahami bilamana kondisi terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu neraka memang dapat dirasa begitu. Mengapa demikian? Sebab umat Islam menjadi lebih semangat untuk mengerjakan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan, baik ibadah wajib seperti puasa maupun ibadah sunah seperti shalat tarawih.
Hanya saja, kejanggalan terjadi ketika memahami narasi “setan-setan dibelenggu” yang oleh akal sehat terasa tidak sesuai fakta. Nyatanya, masih banyak juga orang-orang bermaksiat, sedangkan maksiat itu sumbernya dari setan. Apakah memang benar begitu? Dan apa sesungguhnya makna hadis tersebut?
Pembaca yang budiman. Melihat hadis di atas, secara derajat kesahihan, para ahli hadis sepakat akan kesahihannya. Di satu sisi, hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang tentunya telah melalui seleksi ketat dalam periwayatannya.
Jika ditinjau dari segi makna, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis tersebut sangat mungkin dimaknai melalui dua sudut pandang: sudut pandang hakikat dan sudut pandang majaz.
Dari sudut pandang hakikat, beliau mengutip pendapat al-Qadli ‘Iyadh berikut:
“Hadis tersebut memungkinkan dimaknai berdasar zahir dan hakikatnya. Kondisi terbukanya pintu surga, tertutupnya pintu neraka, dan terbelunggunya setan menjadi tanda masuknya bulan Ramadhan yang mulia dan pengagungan untuk menghormatinya. Sedangkan terbelenggunya setan bertujuan agar mereka tercegah untuk mengusik dan mencelakai orang-orang mukmin” (al-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, [Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1392 H], Juz 7, Hal 188).
Kendati demikian, tinjauan dari sudut pandang hakikat masih belum melegakan, pasalnya ada celah yang cenderung berbeda dengan faktanya.
Jika ditinjau dari sudut pandang makna majaz (kiasan), setidaknya Izzuddin bin Abd al-Salam memberikan paparannya tentang uraian makna tersebut sebagai berikut:
“Terbelenggunya setan-setan adalah ungkapan terputusnya godaan setan untuk orang-orang yang berpuasa, karena para setan tidak tertarik untuk menarik mereka ke ranah maksiat” (Izzuddin bin Abd al-Salam, Maqashid al-Shaum, [Lirboyo: Maktabah al-Kamal, t.th], Hal 3).
Jika dilihat dari penjelasan beliau, bahwa daya tarik setan untuk menggoda manusia ke jalan kemaksiatan semakin menurun. Tentunya, hal ini disebabkan oleh ketebalan iman manusia. Sehingga, godaan-godaan dari setan tidak mempan untuk memantik nafsu agar melakukan keburukan.
Misalnya, di bulan ini orang-orang malah berpuasa di siang hari dan shalat tarawih di malam hari, padahal di bulan lain mereka sering bermalas-malasan. Yang biasa mengumpat dan bermaksiat jadi berkurang, karena ingat sedang berpuasa.
Lantas bagaimana dengan keberadaan orang-orang yang masih bisa bermaksiat di bulan Ramadhan?
Simpelnya, kemaksiatan itu muncul dari diri sendiri, meskipun tanpa dipantik oleh setan. Justru ini akan membuktikan karakter asli seseorang bahwa tanpa perlu bisikan setan untuk menuju kemaksiatan, ternyata dapat dikerjakan seorang diri. Mengapa demikian? Sebab manusia masih diberikan nafsu yang menjadi kewajibannya untuk dikendalikan. Jika hati didominasi oleh nafsu baik (takwa), maka manusia akan bertindak baik secara reflek. Namun, jika hati didominasi oleh nafsu buruk (fujur), maka ia akan bertindak buruk secara reflek. Hal ini sebagaimana Allah Swt tunjukkan melalui firman-Nya:
“Maka Allah memberikan kepada setiap nafsu keburukan dan kebaikan. Sungguh beruntunglah orang yang dapat membersihkan nafsunya dan merugilah orang yang mengotorinya” (QS. al-Syams: 8-10). Wallahu a’lam…
* * * *
*Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H: Dewan Asatidz PP Terpadu Al Kamal Blitar.
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.