Fiqih Pesantren dan Tantangannya

الصدقة تدفع البلأ

“Shodaqah dapat menolak Bala’”
Hari minggu ini mempunyai hajat membangun kamar mandi lagi setelah perjalanan panjang rehab kamar al-Manshur, gorong-gorong, sanitasi, aula putri, gedung adawiyah, kamar mandi dan gedung Munawarah, kamar mandi, gedung aula al Manshur, gedung Munawarah, gedung al-Thohiriyah, sanitasinya, pembangunan Gedung tempat ziyarah Makam. Selanjutnya kamar Mandi HM, semoga lancar semuanya, tukangnya, pengelolanya, santrinya, rizqinya. Berkat doa restu semua unshur Pesantren.

من الله وبالله، ولله ،والى الله

Semua kita kerjakan dari Allah, pertolongan Allah, kepunyaan Allah, dan menuju Wushul kepada Allah.
Hidup ini dinamis, seiring dengan dinamika manusia itu sendiri, kadang anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua dan matang, kemudian kembali lagi. Lembaga-lembaga yang ada di sekitar kita juga demikian kadang masih babad, pembinaan, perkembangan, kemudian mundur, dan seterusnya. Yang menjadi usaha kita bagaimana eksistensi lembaga ini biar tetap istiqamah, berperan menjaga perannya baik anggotanya, pengelolaannya atau konsulen masyarakatnya tetap sesuai fungsinya masing-masing itu yang menjadi tantangan tersendiri. Dalam konteks lembaga pesantren, ada beberapa tantangan yang harus sikapi oleh semua unsur-unsurnya. Di antarannya adalah tantangan kaderisasi pengelola. Yang dimaksud pengelola di sini adalah jajaran pengasuh-guru-pengurus pesantren. Dinamika kehidupan ini malang berputar, pergantian kehidupan yang berimplikasi kepada perubahan-perubahan harus diantisipasi dengan bijak oleh pesantren terutama siklus organisasinya, biar tidak sampai ada kevakuman dalam pengelolaan, sehingga keberlanjutan tetap terjaga mulai sekarang sampai kiamat nanti.
Tantangan kedua adalah tantangan infrastruktur, perlengkapan yang dibutuhkan dalam rangka menjalankan program pengajian di pesantren, baik kamar mandi, asrama, tempat belajar, logistiknya, sarana transportasinya, peralatan informasi dan teknologi, tempat ibadah dan fasilitas lain. Misalnya dalam konteks masa pandemi ini kebutuhan akan IT, menjadi sebuah keharusan dalam lembaga pendidikan, tak terkecuali pondok pasantren. Tak adanya fasilitas IT dan perangkatnya maka kita akan kesulitan. Kesulitan dalam menjalankan program pengajian, komunikasi dengan wali santri, komunikasi dengan pihak terkait dan lain lain. Inipun juga harus disiapkan sumber daya pengelolanya yang mampu mengurusi bidang IT. Misalnya dana ada, peralatan siap, tetap kalau sumber daya manusia yang mengelola tidak ada, maka akan terjadi kendala pengelolaan.
Tantangan yang ketiga adalah tentang kurikulum. Anak-anak santri itu sebenarnya mempunyai kesempatan dan potensi luar biasa dalam menerima tawaran-tawaran kurikulum pengajian di pesantren, hanya, kadang dinamika dengan dunia luar pesantren yang menjadikan mereka kurang fokus dengan pengajian-pengajian yang dia terima. Diantaranya, santri sekarang dikelilingi oleh filsafat.hedonisme dan materialisme, santri ingin makan enak, santri ingin naik sepeda motor baru santri ingin berpakaian yqng baik, santri ingin hidup enak. Budaya-budaya hedonisme bagian dari materialisme inilah yang menjadi tantangan pesantren sekarang. Akhirnya santri.sulit fokus, santri sulit istiqamah, kerena melihat budaya-budaya sekitarnya, yang lambat dalam membentuk santri mandiri, tangguh dan mempunyai kekuatan batin yang mumpuni. Berbeda dengan santri tempo dulu, belum ada Handphone, internet, tempat wisata, juga adanya di pantai saja, akhirnya santri dulu banyak tirakat, banyak susahnya yang dapat membentuk manusia-manusia dengan kepribadian tangguh. Untuk itu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi pesantren untuk mengelola agar santri tidak tergoda konsentrasi dan istiqamahnya.
Tantangan keempatnya adalah komitmen belajar santri kekinian juga lemah. Ini dapat diteliti dengan.menanyai kepada para santri. Menanyai para santri mengapa mereka menjadi santri, rata-rata adalah karena kehendak atau paksaan orang tua mereka mau masuk di pesantren. Ini saya kira efek dari bidaya konsumerisme dan hedonisme diatas, yaitu mereka ingin menjadi pandai alim, tetapi kurang sungguh-sungguh belajar atau keinginanya sesuatu dijalani dengan mudah dengan hasil yang maksimal. Ini kan sama dengan budaya ekonomi. Pelaku ekonomi selalu bilang, ingin mendapatkan hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal. Ingin untung besar dengan modal sedikit-sedikitnya. Ini kan tidak bisa dalam dunia pendidikan atau pesantren. Kalau menghendaki ilmu yang banyak, ya harus belajar yang tekun dan istiqamah. Inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan, bahwa keinginan santri mendapatkan ilmu sering kali dijumpai dari orang tuanya bukan anaknya. Upaya-upaya membuat anak krasan, rajin, tekun harus terus dilakukan oleh pesantren, supaya antara santri, guru dan orang tua menjadi satu visi dan misinya dalam pembelajaran sehari-hari. Caranya bisa dengan motivasi, nasehat-nasehat, diajak dengan budaya istighosah dan doa. Semoga santri menjadi orang-orang yang mempunyai komitmen yang kuat dalam hal ini.
Tantangan kelima adalah politik. Dunia ini nampaknya lagi didominasi oleh kehidupan politik. Implikasi dari kehidupan sosial dan politik kita, yang sebelumnya kebebasan politik sentralisasi menuju liberalisasi politik. Semua elemen bangsa ini seolah berkompetisi.bagaimana dapat mempunyai peran yang besar dalam kehidupan berbangsa bernegara. Sehingga kegiatan-kegiatan politik seolah mewarnai dan mendominasi. Akhirnya juga semua bidang kehidupan kalau ingin lancar dalam menjalankan programnya juga harus membangun hubungan yang baik dengan dimensi-dimensi politik di negara ini, dalam hal ini partai politik. Akses-akses sosial politik dibangun dalam rangka menyampaikan aspirasi pendidikan dan pesantren. Hal ini penting dilakukan karena politik sebagai sisi kuasa dalam pemerintahan dan lembaga sosial pendidikan, dua hal yang sifatnya mutualisme. Tanpa hubungan atau akses politik yang baik dunia pesantren akan ketinggalan dalam memperoleh program-program pemerintah, terlalu bermain politik juga kegiatan kepesantrenan juga akan melemah karena energi kita habis untuk kegiatan politik kekuasaan. Maka jalan keluarnya yang penting lembaga pendidikan atau pesantren mempunyai akses politik, ini sudah cukup untuk menyalurkan aspirasi program pesantren untuk dibawa kepada ranah kebijakan-kebijakan politik pemerintah.
Walhasil dari tantangan-tantangan ini mari kita sikapi bersama-sama dalam rangka melanjutan tugas-tugas menyampaikan risalah-risalah islamiyah, semoga pesantren sebagai institusi pendidikan, sosial, keagamaan, kaderisasi ulama tetap istiqamah min yawmina hadla ila yawmil qiyamah. Amiiiin.
Tentang penulis: Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M.Ag adalah pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar, dan juga dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung.