(Para pendahulu telah menanam sehingga kita memakan buahnya. Sekarang kita juga menanam agar generasi mendatang memakan hasilnya).
Sejak 20 tahun yang lalu penulis mu’asyarah kyai Zen Masrur, seorang kyai yang mempunyai profil bersahaja, tawadhu’, istiqamah dalam mengaji dan beribadah, memberikan bimbingan kepada santri, siswa, para guru dan masyarakat sekitar desa Kunir Wonodadi Blitar. Beliau seorang kyai karena memang menjalankan fungsi keulamaan yakni mengasuh, mengajar santri PP al-Kamal dan masyarakat dengan ilmu agamanya, memberikan uswatun hasanah, suri tauladan bagi mereka sehingga dapat pencerahan dari apa yang telah diamalkan oleh kyai Zen Masrur. Di antara hal-hal yang dapat ditiru oleh para santri dari sosok mbah Yai Masrur banyak sekali, di antaranya adalah sepulang dari Pesantren Lirboyo dan Universitas Islam Tribakti Kediri, mbah Masrur dijodohkan oleh KH Thohir Widjaya dengan keponakannya, bu Nyai Hj. Sunbulatin, anak pertama dari Kyai Muhayat Kunir. Pertimbangannya pemuda alumni Pesantren Lirboyo ini dapat berjuang mengajar para santri, memgembangkan Lembaga madrasah dan Pesantren al-Manshuriyah (sebelum jadi al-Kamal) tempat Kyai Thohir berjuang. Dari perjodohan kyai Zen Masrur dengan bu Nyai Tin ini, dapat menjadi tauladan bahwasanya kyai dahulu dalam menjodohkan biasanya selalu mempunyai niat perjuangan agama, baik mengajar ngaji madrasah, mengelola masjid atau Pondok Pesantren. Sebagaimana dahulu Rasulullah dalam menjalani pernikahan selalu ada misi untuk perjuangan agama Islam.
Dilihat dari performance fisik mbah Kyai Zen Masrur adalah seorang yang mempunyai perawakan tinggi, tampan, yang seandainya disamakan dalam lakon pewayangan dia adalah werkudoro. Tampilan fisiknya ini relevan dengan kondisi kesehatan fisiknya, yang selama muasyarah dengan beliau penulis belum pernah mendengar mbah Kyai Masrur mendapatkan gangguan kesehatannya. Praktis didukung dengan fisik yang sehat inilah dalam menjalankan aktifitas sehari-hari untuk mengaji, mengajar, ngimami shalat jamaah para santri dapat dilakukan dengan istiqamah.
Pada saat Kyai Zen Masrur masuk di Kunir Pesantren al-Kamal ini, masih berupa lembaga yang masih membutuhkan kerja keras untuk mengembangkan berbagai aspeknya, baik dari sisi program kegiatannya maupun dengan kelembagaan yang ada. Jika penulis dapat menggambarkan saat tahun 1960 an, al-Kamal yang kala itu bernama al-Manshuriyah masih mempunyai santri madrasah kalong, Lembaga juga baru masjid dan madrasah Diniyah. Maka Kyai Thohir yang memang mempunyai ide-ide pembaruan Pendidikan berusaha mengembangkannya dengan pelaksana di lapangan adalah Kyai Zen Masrur, yang sehari-hari berada nunggoni madrasah, pesantren dan masjid. Karena waktu itu figur-figur yang nantinya ikut mengembangkan Yayasan belum tampil ke permukaan, yang mendampingi kyai Thohir yang ada adalah Kyai Zen Masrur. Berkat ketelatenan Kyai Masrur dan didukung oleh kiprah perjuangan Kyai Thohir pada masa-masa awal, akhirnya pada masa 1970an berdirilah Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir. Sejak embrio penegerian Madrasah itulah, akhirnya Pendidikan yang dijalankan di al-Kamal tidak hanya mengasuh santri kalong saja, tetapi kemudian juga menerima santri mukim, yang menurut cerita Kyai Haji Muhsin, diletakkan di bangunan madrasah lama depan masjid al-Kamal sebelah utara.
Kiprah perjuangan KH Zen Masrur, secara kelembagaan di Yayasan Pondok Pesantren al-Kamal Blitar dengan bimbingan Kyai Thohir akhirnya menjadi semakin meningkat seiring dengan perkembangan Lembaga-lembaga yang ada di dalamnya, yakni menjadi ketua Yayasan, menjadi pengajar di MTsn Kunir, menjadi motor berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kunir, motor penggerak berdirinya SMP al-Kamal, SMK al-Kamal, motor penggerak berdirinya Madrasah Aliyah al-Kamal (MAN Kunir bersama KH Mahmud Hamzah yang menjadi Kepala sekolahnya, motor berdirinya Panti Asuhan al-Kamal Bersama Hj. Aswati, mendirikan Madrasah Ibtidaiyah al-Quran Manbaul Hisan di al-Kamal, menjadi motor berdirinya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji al-Kamal (KBIH) Bersama H Saiful Habib, yang kemudian menjadi ketuanya yang pertama kali. Artinya perjuangan Kyai Zen Masrur untuk umat terkhusus untuk al-Kamal ini begitu besarnya. Itu semua berkat kesabaran, keistiqamahan, ketelatenan, dan jiwa pembaru yang selalu ingin adanya perubahan-perubahan kearah yang lebih baik terutama dalam hal pengembangan program-program perjuangan.
Saya sebut sabar, istiqamah dan telaten karena penulis menyaksikan sendiri tidak pernah kyai Zen Masrur itu berbicara marah-marah ketika dalam forum apapun bersama santri, para guru ataupun keluarga. Padahal mengelola Lembaga yang dinamis pasti dihadapkan dengan berbagai problematika keseharian yang tidak ada henti-hentinya, tetapi kyai Zen Masrur dapat mengendalikannya. Pernah suatu ketika ada masalah yang dihadapkan kepadanya tentang kenakalah seorang pengurus, khadim yang membantu kepada beliau, seingat saya masalahnya adalah tentang hubungan si pengurus dengan tetangga. Mbah Kyai Zen Masrur waktu itu menyelesaikannya dengan aman, damai, kekeluargaan, tidak perlu marah-marah, pengurusnya dinikahkan akhirnya selesai, baik menurut syariah agama, keluarga dan regulasi pemerintah yang berlaku.
Kita sebut telaten dan istiqamah, mbah Kyai mendidik santri keseharian dengan membimbing, membangunkan jamaah shubuh, ngimami jamaah lima waktu, mengajar ngaji setiap bakda shubuh, tanpa meninggalkannya kalau tidak ada udhur yang sangat penting. Bahkan anak-anak santri kalau diajar ngaji oleh beliau, karena waktunya shubuh banyak yang ngantuk, itupun beliau tidak marah, dibiarkan saja sampai pengajian selesai. Suatu Ketika pernah Mbah Yai Masrur bilang ke saya, “bagian ne awake dewe yo wes ngene iki, ditelateni, sing sabar, nek omah ae ora usah nangdi-nangdi, walaupun wong-wong wes teko ngendi-ngendi”. Artinya situasi dan kondisi mengasuh pesantren sekarang ini tidak semakin ringan, godaannya diluar juga banyak, ini harus dijalani apa adanya secara istiqamah, telaten tidak usah gampang kepingin terhadap gemerlapnya kehidupan di luar.
Dari sisi hubungan kemasyarakatan, mbah Kyai Zen Masrur dengan bekal kepribadian yang baik, akhirnya menjadi figure yang dijadikan tauladan bagi Masyarakat Kunir dan sekitarnya. Ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bersama warga sekitar selalu diikuti dengan telaten dan istiqamah. Seperti undangan tahlil yang dia pimpin, Yasinan masyarakat yang kemudian sebulan sekali dapat dikumpulkan di Masjid Pesantren, pengajian alumni, majlis thariqah, di organisasi Nahdlatul Ulama dan sebagainya. Karena dekat dengan Masyarakat, sering Kyai Zen Masrur menjadi tumpuhan masalah-masalah yang dihadapi warga, misalnya menjodohkan anaknya, warga yang mengadu tidak mempunyai uang kemudian hutang, warga yang menggadaikan sawahnya, pengaduan masalah rumah tangga. Kedekatannya dengan warga kunir ini akhirnya rata-rata warga sekitar memanggilnya dengan sebutan abah. Yakni sebuah panggilan untuk orang-orang yang dapat dijadikan tumpuan dan dapat mengayomi, sebagaimana layaknya sebagai seorang bapak terhadap keluarganya.
Ngaji dari KH Zen Masrur mestinya banyak yang dapat dipelajari mulai dari komitmenya, keikhlasannya, kesabarannya, ketelatenanya, ketawadhuannya, keistiqamahannya, semoga kita yang melanjutkan perjuangannya dapat mendapatkan barakah dari amalnya, berkah keilmuannya, inspirasi dari sikap-sikapnya, sehingga nanti diakhirat dapat berkumpul denganya sebagai seorang santri, keluarga atau sahabat-sahabatnya. Selamat haul ke 14 semoga Pesantren al-Kamal tetap istiqamah sebagaimana cita-citanya. Amiin.
*Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Khadim PP al-Kamal dan Fungsionaris NU Blitar
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.