3 tahun yang lalu / Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar akan dibuka secara online pada awal Maret 2022.
3 tahun yang lalu / Pendaftaran AEC 2022 gelombang ke 2 dibuka mulai tanggal 20 Desember 2021 – 15 Januari 2022
Home › Editorial › Mewujudkan Fiqih Peradaban dengan Maslahah (Edisi Lanjutan Ngaji dan Ngabdi 97)
9
Nov 2023
Mewujudkan Fiqih Peradaban dengan Maslahah (Edisi Lanjutan Ngaji dan Ngabdi 97)
Diterbitkan : Thursday, 9 Nov 2023, Penulis : KH Asmawi Mahfudz
0
BAGIKAN
Selanjutnya lanjutan dari minggu kemarin, hal pokok dalam maslahah “Hifd al-Nafs” memelihara jiwa. Jiwa manusia harus dijaga kebaikannya, keberlanjutanya, kehidupannya, maka dilarang segala hal yang dapat menggangu, menyakiti apalagi merusak keselamatan jiwa manusia. Misalnya dilarang membunuh, perang, berbuat kekerasan, menyakiti dan semua hal yang mengakibatkan terjadinya bahaya kepada manusia, merusak eksistensinya. Dalam hukum Islam hal ini telah diatur secara jelas dalam hukum pidana Islam yang berhubungan dengan jinayah, aturan hukum yang berhubungan dengan perbuatan kejahatan. Hanya kadang yang belum bisa sinergis adalah hukuman-hukuman pidana yang tertuang dalam fiqih kadang dianggap madharat oleh para pemikir yang lain, menurut ajaran Islam itu adalah maslahah, kebaikan, tidak hanya bagi pelaku kejahatan tetapi juga ada pelajaran bagi manusia yang lain. Dan memang maslahah yang diterapkan dalam Islam adalah “maslahah ammah”, kebaikan masyarakat. Bukan kebaikan pribadi bagi pelaku kejahatan. Ini mungkin yang menjadikan persepsi orang luar Islam akhirnya memberikan persepsi yang kurang terhadap hukum Islam, yang pada akhirnya akan diadopsi sebagai hukum positif selalu mendapatkan tantangan dengan berbagai argumentasi masing-masing.
Padahal kalau melihat kenyataan hidup zaman sekarang nampaknya formulasi hukum pidana Islam patut diperhitungkan sebagai hal yang dapat mengendalikan perilaku masyarakat yang semakin hari-semakin jauh dari nilai-nilai luhur. Misalnya kasus korupsi, pencucian uang, peredaran narkoba, kekerasan, perilaku tidak baik di tengah masyarakat kita. Salah satu unsur penting yang dapat mencegahnya adalah memberikan hukuman yang lebih berat. Dengan memperberat saknsi perbuatan jahat, akan memberikan efek jera baik peda pelaku atau kepada masyarakat secara luas. Pelanggaran pidana terhadap jiwa manusia di era kekinian begitu maraknya, dilakukan oleh orang-orang yang lepas dari aspek gender, status sosial, agama dan sekat-sekat yang lain. Taruhlah sekarang kekerasan dalam sebuah keluarga, anak kepada orang tuanya, orang tua kepada anaknya, antar anggota masyarakat, maka sarannya adalah dengan memberatkan sanksi, demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih luas, jangka panjang.
Maslahah yang lain yang harus dipelihara adalah “ akal manusia, hifdh al-aqli”. Akal adalah nikmat Allah Swt yang tidak terhingga sehingga manusia ini dapat menjadi manusia yang paling mulia di samping makhluk-makluk yang lain. Sehingga potensi akal ini harus selalu dijaga kebaikananya dihindarkan dari segala sesuatu yang merusaknya. Mendorong semua kreatifitas yang diwujudkan oleh akal, maka dalam Islam diperintahkan mencari ilmu, memaksimalkan potensi akal, melindungi karya-karya akal hasil inovasi manusia. Dijalankan hukum tentang hak kekayaan intelektual, hak paten, hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, hak berpikir, berkreasi dan sebagainya. Sebaliknya segala sesuatu yang melanggar, membahayakan akal, merusak, menimbulkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik dari akal manusia di situ juga pasti dilarang. Misalnya minum khmar, mengkonsumsi narkoba dan sebagainya.
Maslahah selanjutnya adalah”hifdlu al-nasl” memelihara keturunan”, dan semua kebaikan yang berhubungan dengan keluarga harus dijaga kebaikannya. Terminologi itu akhirnya menjadi berkembang menjadi hifdh al-usrah, memelihara keluarga. Maka semua hal yang berkaitan dengan kebaikan keluarga harus dijaga, sebaliknya yang menimbulkan kerusakan keluarga juga harus dijauhi. Dalam keluarga sendiri terdiri dari orang tua, anak, suami, istri. Segala hal yang berhubungan dengan kebaikan anggota keluarga harus dijaga, semua hal yang berhubungan dengan kerusakan keluarga juga harus dihindari. Disini ada hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban orang tua, hak dan kewajiban suami, hak dan kewajiban istri, semua harus dijaga, dipelihara supaya terhindar dari kerusakan atau bahaya. Dalam sebuah keluarga misalnya ada hak nafkah, hak bekerja, hak kewarisan, hak mengasuh anak, hak melindungi, hak diayomi, hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya. Dalam konteks keindonesiaan fiqih yang berhubugan dengan hukum keluarga ini nampaknya telah dipraktikkan sudah sejak sebelum kemerdekaan, sehingga masyarakat muslim di indonesia sudah tidak asing lagi dengan istilah-istilah yang berkembang dalam hukum keluarga. Seperti istilah thalaq, nafkah, nuyuz, khulu’, peradilan, nikah sirri dan sebagainya. Ditambah lagi aturan-aturan hukum Islam yang berkembang di Indonesia kebanyakan adalah hukum keluarga (usrah). Maka dalam konteks Nusantara, fiqih yang sudah memberikan kontribusi menjadi “Fiqih Peradaban” adalah hukum keluarga (fiqhul usrah).
Ini dapat dibuktikan sehari-hari teman-teman parktisi hukum di Kantor Urusan Agama, peradilan agama tiap hari melaksanakan tugas untuk melaksanakan fiqih peradaban dalam bidang hukum keluarga ini. Mulai dari perceraian, ruju’, gugatan, penetapan nikah, warisan, pengasuhan anak, dan sebagainya. Hanya saja mungkin regulasi yang ada mungkin harus ditingkatkan, mengingat dinamika yang ada dalam keluarga masyarakat kekinian juga menjadikan problematikanya menjadi semakin kompleks.
Kemudian maslahah yang harus dipelihara harta, “hifdhualmal”. Harta adalah suatu yang pokok dalam ajaran Islam, mengingat manusia tidak dapat hidup tanpa harta atau manusia akan mengalami kerusakan kalau tidak mempunyai harta. Apalagi zaman sekarang segala sesuatu selau dihitung dengan kalkulasi harta. Misalnya makan, minum, pakaian, tempat tinggal, semua harus terpenuhi kalau tidak maka manusia akan mengakami kerusakan dalam hidupnya. Ini bisa diperhatikan makanan pokok semuanya harus beli, minuman, air juga harus beli, bumi tempat kita menempat juga harus beli, pendidikan anak-anak kita juga membutuhkan harta dan sebagainya, nyaris semua kebutuhan dipenuhi dengan hitungan harta. Akhirnya manusia dalam mempertahankan hidupnya ditopang unsur pokok namanya harta. Maka dari itu memelihara harta diatur oleh Islam supaya terwujud kebaikan bagi manusia dalam menggunakan hartanya, menghindari hal-hal yang menyebabkan kerusakan harta. Misalnya dilarang mencuri, korupsi, manipulasi, riba, penimbunan, pemborosan, mubadhir. Hal-hal ini dilarang dalam rangka menghindari kerusakan yang terjadi dalam harta.
Dalam konteks keIndonesiaan, ada beberapa aturan fiqih yang sudah dilakukan oleh muslim, di antaranya pelaksanaan zakat, shadaqah, infaq, jariyah. Bahkan praktik muamalah dalam bidang ekonomi islam juga sudah dipraktikan baik dalam bentuk perbankan, Bazis, Lazis, Baiytul mal, koperasi syariah. Akad-akad yang dilakukan didalam Lembaga-lembaga keuangan syariah ini sudah melalui pendampingan oleh dewan syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, yang sudah pasti sesuai dengan regalasi yang berlaku dalam fiqih Islam dan regulasi ekonomi. Maka dalam hal ini maslahah, untuk mewujudkan ekonomi syariah yang berkeadilan dan menyejahterkan seluruh umat Islam adalah hal nyata. Juga pelaksanaan hukum waris Islam oleh pengadilan agama, pembayaran maskawin bagi Perempuan dalam sidang akad nikah di Kantor Urusan Agama, semuanya adalah bangunan maslahah yang diterapkan dalam fiqih peradaban di Nusantara ini. Semoiga saja nanti ke depan dinamika perkembangan hukum Islam semakin pesat terutama dalam mewarnai aturan-aturan muslim di Indonesia, pada akhirnya memberikan sumbangsih dalam bangunan fiqih peradaban di Indnesia. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
Oleh : Asmawi Mahfudz (Khadim PP al-Kamal Blitar & Pengajar UIN Satu Tulungagung dan Fungsionaris NU Blitar)
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.