3 tahun yang lalu / Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar akan dibuka secara online pada awal Maret 2022.
3 tahun yang lalu / Pendaftaran AEC 2022 gelombang ke 2 dibuka mulai tanggal 20 Desember 2021 – 15 Januari 2022
Home › Editorial › Ngaji dan Ngabdi 68: Review Munaqasyah Akademik
27
May 2022
Ngaji dan Ngabdi 68: Review Munaqasyah Akademik
Diterbitkan : Friday, 27 May 2022, Penulis : KH Asmawi Mahfudz
0
BAGIKAN
الأمر إذا ضاق اتسع
“Segala sesuatu jika keadaan sempit (darurat), bisa menjadi luas”
Kaidah ini mungkin dapat dijadikan inspirasi dalam kajian penelitian, terutama dalam mencari obyek penelitian, problematika yang terjadi di masyarakat. Artinya sebuah penelitian adalah mencari solusi dari sebuah masalah, menjawabnya, memberikan jalan keluar. Dalam kaidah Islam sebagaimana di atas menggambarkan tatkala segala sesuatu mengalami krisis disitu membutuhkan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan pengalaman penulis menguji para mahasiswa, baik S1, S2, dan S3. Dari beberapa pengalaman ujian yang kita jalankan tahun ini, di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Konsentrasi penelitian hukum Islam yang diambil mahasiswa beragam, meliputi hukum keluarga, hukum ekonomi, hukum politik, hukum waris, juga beberapa penelitian tentang hukum positif, yang sudah diberlakukan di Indonesia. Kita yang tergabung dalam majelis ujian biasanya menanyakan beberapa hal, diantaranya latar belakang dilakukannya penelitian hukum. Mereka yang diuji biasanya menjawab dengan retorika yang baik, runtut, kalam-kalam yang tersusun rapi, hanya saja apa yang diungkapkan biasanya belum tentu tertulis dalam laporan penelitian. Inilah biasanya yang terjadi di banyak ujian. Asumsi penguji biasanya membeŕikan masukan untuk menambah beberapa hal yang belum tercover dalam penelitian, tapi sudah dijelaskan dalam retorika mahasiswa. Ini mungkin sudah menjadi kebiasaan kita, lebih memiliki kecenderungan kepada retorika dibanding kepada menulis, maka yang terjadi produk-produk ilmiyah yang ada di sekitar, yang ada dalam realitas masyarakat religius di Indonesia. Artinya praktik keagamaan di Indonesia terasa teropeni oleh para cendekiawan, walaupun dari sisi karya mungkin tidak begitu banyak, karena memang ilmuwan atau cendekiawan kita lebih banyak berpihak dari sisi realitas sosiologis-empiris masyarakat, dibanding kepada dinamika teoritis dalam bentuk tulisan-tulisan.
Demikian juga rentang referensi penelitian, sebagai sumber teori atau sumber data, para mahasiswa atau peneliti seringkali tidak mengambil dari referensi induknya. Misalnya kalau membahas fiqih madzhab Syafi’i diambil dari kitab-kitab madzhab syafiiyah. Misalnya kitab al-Um, al-Risalah, Majmu’ Syarah Muhadhab dan sebagainya. Ketika meneliti bidang hukum positif menukil dari kitab undang-undang hukum positif, KUHP, KUH Perdata, KUH Agraria, Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang. Meneliti pemikiran tokoh diambil dari tokoh yang bersangkutan atau karyanya. Akhirnya sebuah penelitian mendapatkan data dari sumber aslinya, bukan dari sumber kedua atau ketiga dan seterusnya. Memang tidak apa-apa, tetapi data yang tidak asli pasti sudah ada penafsiran dari para penulisnya, yang membuat kualitas informasi kurang shahih validitasnya, yang akhirnya mengurangi kualitas penelitian. Di UIN Satu sebenarnya civitas akademika sudah disiapkan perpustakaan yang representatif sebagai laboratorium penelitian keagamaan, tinggal para mahasiswa termasuk di dalamnya peserta program doktor, mau berkunjung dan membaca di perpustakaan atau tidak. Kalau kemudian dia membaca satu buku, terus footnote yang ada di dalam buku itu sebagai sumber data penelitian, bisa jadi ada ketidakjujuran. Karena yang sebenarnya di baca adalah buku tersebut, footnotenya bukan sebagai referensinya. Apalagi kalau dikaitkan dengan penelitian terdahulu, kajian pustaka yang mereka lakukan kurang dalam bidang pencarian penelitian pendahulunya. Misalnya penelitian tentang pesantren, maka konteks di Indonesia harus membaca tulisan Zamahsyari Dhafir, Martin Van Bruneisen, tulisan dari KH Abdurahman Wahid, Nurcholis Madjid, Hanum Asrahah, yang telah meneliti tentang pesantren lebih awal. Sehingga peneliti sekarang mengetahui posisi kajiannya nanti menguatkan penelitian sebelumnya, menolaknya, atau memperbaiki sisi-sisi yang lain yang belum diteliti. Dalam bahasa filsafat ilmunya dikenal istilah tesis, anti tesis atau sintesis, juga ada istilah Thomas Kuhn, konstruksi, dekontruksi atau rekonstruksi.
Sisi lain, lembaga kita sebenarnya sudah menerbitkan aturan penulisan, baik untuk penulisan makalah, artikel dan hasil penelitian, hanya saja mahasiswa kurang rajin membacanya, akhirnya tulisan mahasiswa terjadi inkosistens. Kurangnya konsistensi ini mempengaruhi terhadap minat pembaca terhadap penelitian kita, yang mungkin sulit memahami atau mungkin membingungkan. Maka sekarang kecenderungan membaca hasil penelitian tidak semangat, akhirnya hasil penelitian lebih banyak dimasukkan di dalam rak buku dibanding untuk disosialisasikan kepada masyarakat luas. Padahal kalau mahasiswa mengerti dan menyadari nilai aksiologis sebuah penelitian, maka salah satu yang membantu kemanfaatan tulisan kita adalah cara menulis, tehnisnya, konsistensinya, metodenya, pendekatannya, tata letaknya, ejaan yang dipakainya. Dalam Bahasa Indonesia sudah diatur secara dinamis sebuah tulisan dapat dikategorikan ilmiah, baik dilihat dari sisi khazanah ilmu pengetahuan maupun dari sisi teknis ejaannya. Maka aturan teknis dan filosofis ilmiah harus dipraktikkan oleh mahasiswa peneliti, jika sebuah tulisannya menarik, bernialai aksiologis terhadap masyarakat secara luas.
Catatan lain dari ujian kita adalah kontribusi ilmiah sebuah penelitian dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang ditekuni, baik dalam wilayah kajian Pendidikan, hukum Islam, theologi, filsafat, sosiologi agama, politik Islam, manajemen, ekonomi Islam dan sebagainya. Ukuran kontribusi ini tentunya bisa dilihat dari sisi sebuah penelitian dapat mengisi kekosongan wilayah sebuah penelitian. Senyampang sebuah penelitian dilakukan sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian, yang menghasilkan kesimpulannya, akhirnya dapat mengisi kekosongan ilmu. Dilihat dari sisi realitas praktis di masyarakat hasil sebuah penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya penelitian tentang nikah sirri yang dapat menjadi solusi terhadap problematika nikah sirri di Indonesia. Penelitian tentang kewarisan bagi anak asuh, dapat menjawab problematika waris dari anak yang diasuh oleh orang lain, problematika tentang poligami dapat menjawab problem-problem poligami masyarakat, penelitian tentang perspektif gender, penelitian tentang dinamika ekonomi Islam yang dipraktikkan oleh perbankan di Indonesia, penelitan tentang fatwa Majlis Ulama Indonesia, penelitian tentang hukum islam produk organisasi kemasyarakatan, penelitian tentang hukum positif di Indonesia, penelitian tentang religiousitas masyarakat Indonesia di wilayah tertentu. Hasil penelitian terhadap problematika tersebut hasilnya akan memberikan nilai kontributif bagi masyarakat pada umumnya.
Di sisi lain nilai kontributif sebuah penelitian dapat dilihat dari sisi kesenjangan antara aspek teoritis ilmu pengetahuan dengan aspek empiris masyarakat. Ketika sebuah penelitian dapat menjawab kesenjangan antara teori dan praktik, disitulah sebuah penelitian akan memberi nilai kontribusinya dalam wilayah akademik. Tentunya ini ditentukan oleh peneliti yang kaya akan bacaaan teoritis kritis, juga pengalaman empiris di sekitarnya. Jika mahasiswa kaya akan bacaan kitab atau buku disitu secara teoritis dia akan mapan akan ilmu. Tergantung dia dengan daya kritisnya dapat mengaktualisasikan teori-teori yang dia kuasai dalam kehidupanya kemudian tatkala terjadi krisis, kesenjangan disinilah dia melakukan penelitian, yang menghasilkan sesuatu yang memberikan manfaat, baik dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis. Demikianlah sekedar catatan-catatan ringan ujian yang mungkin masih banyak lagi masukan-masukan dari perspektif yang lain, dari penguji-penguji yang ada, yang nantinya akan menambah khazanah sebuah ujian lebih berwarna, kaya akan perspektif, sebanyak penguji yang ada. Wa Allahu A’lamu.
Pengajar UIN Satu, Pengasuh PP al-Kamal Kunir, dan Fungsionaris NU Blitar
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.