3 tahun yang lalu / Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar akan dibuka secara online pada awal Maret 2022.
3 tahun yang lalu / Pendaftaran AEC 2022 gelombang ke 2 dibuka mulai tanggal 20 Desember 2021 – 15 Januari 2022
Home › Editorial › Ngaji dan Ngabdi 88: Selamat ‘Idul Qurban
28
Jun 2023
Ngaji dan Ngabdi 88: Selamat ‘Idul Qurban
Diterbitkan : Wednesday, 28 Jun 2023, Penulis : Admin PPTA
0
BAGIKAN
Oleh: KH. Asmawi Mahfudz*
Al-Zuhayli mengatakan, hikmah disyariatkan kurban ialah sebagai upaya mensyukuri nikmat Allah atas limpahan banyaknya nikmat, juga untuk rasa syukur manusia karena masih dianugerahkan umur yang panjang, untuk melebur dosa dari orang yang berkurban, dosa karena melaksanakan larangan Allah SWT atau lalai dalam melakukan ketaatan, dan bertujuan untuk melapangkan rezeki atas keluarga orang yang berkurban dan yang lainnya. Landasan teologis dari ibadah kurban, dijelaskan oleh al-Qur’an,
Artinya: Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Sekarang kita masuk bulan Dzulhijah, di mana pada bulan ini fenomena kebesaran ajaran Islam begitu kentara dan membuktikan universalitasnya di muka bumi ini, sesuai misi diutusnya Jeng Nabi Saw rahmatan lil ‘alamin. Di antara kebesarannnya dapat dirasakan dalam perjalanan ibadah haji. Suatu praktik ibadah sebagai simbol kesempurnaan muslim seseorang, semua muslim yang mampu berkumpul di epicentrum Islam yakni Makkah dan Madinah, tempat suci umat Muslim seluruh dunia. Para jamaah haji di seluruh dunia berkumpul dari berbagai latar belakang suku, bangsa, warna kulit, lepas dengan identitasnya, semua melakoni rukun Islam dengan rangkaian ibadah yang sama, yaitu thawaf, sa’i, wukuf, mabit di muzdalifah, mabit di mina, melempar jumrah. Dalam tempat yang sama, niat yang sama, harapan yang sama yakni menjadi haji yang mabrur yang nanti akan mendapatkan balasan surga dari Allah Swt.
Ibadah haji dengan manasik yang ada di dalamnya memang membuktikan kebenaran ajaran tauhid. Kesatuan yang disembah, kesatuan niat hamba yang menyembah, kesatuan tempat, kesatuan waktu, kesatuan pakaiannya, yang tidak ada momentum di alam ini yang sisi penyatuan umatnya sebagaimana ibadah haji. Maka bagi umat Muhammad idealisme sebagai orang yang beriman selalu menjalani ibadah haji, rukun Islam yang ke lima. Mungkin kita dapat bertanya kepada semua masyarakat muslim di seluruh dunia, mereka pasti mempunyai cita-cita untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak mengherankan kemudian mereka saudara yang muslim untuk mewujudkan cita-citanya di skema dengan berbagai cara. Ada sebagian dengan menabung sedikit demi sedikit, ada yang mendapatkan tugas sebagai pembimbing haji, ada yang mendapatkan undangan dari pemerintah Arab Saudi, ada yang hutang, ada yang menjual sawah, dan berbagai strategi dilakukan supaya dapat menjalankan ibadah haji dengan segera, memenuhi panggilan Allah.
Dengan hajatan besar dunia Muslim ini, akhirnya ibadah haji menjelmakan berbagai potensi yang ada di dalamnya, tidak hanya sisi manasik saja, tetapi ada sisi ibadah ritual, sisi sejarah keberagamaan muslim, sisi ekonomi dan keuangan, berbagai perspektif dapat digunakan untuk melihat ibadah haji di situ lah potensinya terungkap. Akhirnya banyak penelitian-penelitian yang menjadikan haji sebagai obyek kajiannya. Misalnya haji dari perspektif sejarah, haji dari perspektif theologis, haji dari perspektif sosiologis, haji dari perspektif ekonomis, haji dari perspektif sosiologis, haji dari perspektif politis, haji dari perspektif dinamika pemikiran Islam, haji dari perspektif hikmah, haji dari sisi antropologis, dari sisi budaya, ilmu pengetahuan, normatif hukumnya dan sebagainya. Inilah ajaran universalitas haji yang dapat dibuktikan kebenaran ajarannya oleh siapa saja yang berusaha mengungkap rahasia makna di dalamnya.
Di bulan Dhulhijjah ini umat muslim juga melaksanakan shalat ied al-adha, yakni shalat dua rakat yang dirangkai dengan khutbah ied. Biasanya umat Islam dalam melaksanakan shalat ied ini di masjid, mushala atau lapangan. Dilihat dari teknisnya memang shalat ied lebih fleksible dibanding shalat jumat, shalat maktubah lima waktu, atau shalat sunnah lainnya. Maka masyarakat yang jamaah pun lebih banyak, laki-laki dan perempuan, lintas usia. Masyarakat jawa menamai shalat ied dan hari raya pada bulan Dhulhijjah ini dengan istilah ”Bodo Besar”, karena sisi kualitas ibadahnya, dimulai dengan puasa sunnah, malam melakukan takbiran, dilanjutkan dengan shalat ied, kemudian disusul dengan penyembelihan hewan kurban diberi waktu lebih lama mulai tanggal 10-13 dhulhijah.
Bersamaan dengan hari raya Ied al-Adha atau riyoyo besar ini pula, di sebagaian besar lembaga pendidikan kita juga sedang menjalani kalender akademik tahun ajaran baru bagi santri dan siswanya. Mulai tingkat pendidikan anak usia dini samapai perguruan tinggi sekarang lagi konsentrasi untuk menjalani kalender akademik 2023-2024. Maka momentum bodo besar di bulan Dhulhijjah ini dapat dijadikan inspirasi bagi dunia pendidikan di seluruh dunia. Dari bulan Dhulhijjah terdapat spirit ketauhidan universal. Artinya dunia pendidikan yang melaksanakan transformasi ilmu dapat menjadikannya sebagai prinsip dalam menyampaikan ilmu-ilmu yang berada dalam kurikulumnya, bahwasanya semua ilmu yang dikaji di semua lembaga pendidikan pada dasarnya bermuara ke dalam ajaran tauhid. Baik ilmu-ilmu yang berbasis dari pendekatan empiris sosiologis, atau ilmu-ilmu normatif yang positifistik. Sehingga dengan kesatuan prinsip ketauhidan inilah akhirnya ilmu akan netral, universal, lepas dari identitas-identitas subyektif yang biasanya dibawa oleh tiap manusia sebagai hamba. Akhirnya kalau seorang ilmuwan dapat menjadikan tauhid sebagai basic ilmiyahnya, semua ilmu akhirnya berdimensi penghambaan kepada Allah yang maha kuasa, dimensi ibadah, dan pembuktian ajaran tauhid. Ini dapat dilakukan oleh semua ilmu-ilmu yang dikaji di sekolah-sekolah di sekitar kita. Misalnya ilmu matematika, fisika, kimia, biologi, sosiologi, ilmu hukum, ekonomi, akuntansi, psikologi, agama, kedokteran, hukum dan sebagainya bermuara kepada tauhid kepada Allah Swt. Endingnya adalah semua ilmu adalah ilmu agama, yakni sebagai sistem pengetahuan dalam menjalankan penghambaan kepada Allah Swt.
Aktualisasinya dalam penyelenggarakan pendidikan adalah visi lembaga adalah tauhidisme, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam rangka transformasi ajaran tauhid, mengamalkannya, menebar rahmah kasih sayang sebagaimana ajaran Allah Swt. Ajaran tauhid inilah yang dapat mensinergikan semua ilmu, semua manusia, semua agama terutama dalam konteks keIndonesiaan yang berlandaskan Pancasila dengan sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan prinsip ini juga tidak adalagi sektarianisme golongan, ras, suku, bangsa karena semua adalah hamba Tuhan yang Maha Esa. Dalam al-Qur’an sudah dipaparkan “iqra’ Bismi Rabbika al-ladhi khalaq”, bacalah dengan menyebut Tuhanmu yang telah menciptakan. Dari sini makna dari transformasi ajaran harus berdasarkan ajaran ketuhanan, sebagai dhat yang telah menciptakan makhluq di muka bumi ini. Wa Allahu A’lamu bi al-shawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal dan Pengajar UIN Satu Tulungagung
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.