3 tahun yang lalu / Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar akan dibuka secara online pada awal Maret 2022.
3 tahun yang lalu / Pendaftaran AEC 2022 gelombang ke 2 dibuka mulai tanggal 20 Desember 2021 – 15 Januari 2022
Home › Editorial › Ngaji dan Ngabdi 96: Mewujudkan Fiqih Peradaban Lewat Maslahah
2
Nov 2023
Ngaji dan Ngabdi 96: Mewujudkan Fiqih Peradaban Lewat Maslahah
Diterbitkan : Thursday, 2 Nov 2023, Penulis : KH Asmawi Mahfudz
0
BAGIKAN
Tema diskusi kali ini dalam mata kuliah Filsafat Hukum Islam adalah tujuan hukum Islam. Sebuah materi wajib bagi peminat studi hukum Islam, terkait filsafat hukum. Hal ini dikarenakan tujuan hukum Islam merupakan bagian dari tema aksiologi dalam dunia filsafat, yakni sudut pandang tentang nilai fungsi, kemanfaatan dari ilmu. Hukum Islam adalah aturan yang dikreasikan oleh Allah Swt. yang mesti mempunyai nilai kemanfaatan, nilai fungsi. Di antaranya adalah “ta’abudiyan”, hukum Islam ditetapkan supaya hamba Allah beribadah kepadanya. Sesuai dengan penciptaan hamba bahwa dia diciptakan untuk beribadah kepadanya, al-Dhariyat 56
Untuk itu aturan-aturan yang fiqih baik dalam bidang ubudiyah murni, bidang ekonomi, politik, pidana, keluarga, lingkungan hidup, kewarisan, semuanya berdimensi ibadah, berdimensi ketaatan, kepatuhan kepada Allah Swt. Misalnya seorang hamba melaksanakan perintah untuk menikah maka dia sudah patuh kepada perintah Allah, dan dinilai sebagai sebuah ketaatan, ibadah kepada Allah, yang pasti akan mendapatkan jaza’, balasan terhadap kepatuhannya itu.
Memang dilihat dari sisi sumber pengetahuan hukumnya, aturan yang ditetapkan berasal dari wahyu, yakni al-Quran dan al-Sunnah. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam bersifat ilahiyah, taabudiyan, yang membedakan dengan hukum-hukum yang lain di dunia ini. Karena memang secara epistemologis berbeda. Hukum Islam berasal dari wahyu Allah diformulasikan dalam rangka menyembah, beribadah kepadanya. Sementara hukum yang lain adalah murni kreasi manusia, human creation, yang tentunya dimensi humanismenya, lepas dari aspek ketuhanan.
Maka sebagai seorang muslim aspek taabudi ini harus ditanamkan dalam praktek amaliyah sehari-hari, supaya segala sesuatu yang diamalkan selalu bernilai ibadah kepada Allah Swt. para ulama telah mengajarkan kepada kita supaya amaliyah bernilai ibadah dengan memulai sebuah perbuatan dengan niat. Dalam bahasa jawa,”niyat ingsun…. kerono Allah Taala” ajaran kyai-kyai kita sebenarnya bernilai filosofis, terutama dilihat dari sisi sumber, asal-usul seorang hamba melaksanakan sebuah amaliyah, manfaatnya, tujuannya adalah Allah Swt (ta’abudi).
Tujuan kedua dari hukum Islam adalah “tarbiyah li al-ibad”, pendidikan kepada hamba. Artinya aturan-aturan hukum ditetapkan untuk memberikan pendidikan kepada tentang nilai-nilai kebaikan yang harus dia lakukan. Misalnya dalam hukum shalat di dalamnya ada pendidikan disiplin, Pendidikan untuk tertib, pendidikan untuk tawadhu’, Pendidikan untuk hidup bersama orang lain, pendidikan untuk patuh terhadap perintah, pendidikan akan kedudukan seorang hamba di hadapan Tuhanya. Juga dalam fiqih-fiqih yang lain terutama yang berhubungan dengan muamalah tentunya sarat dengan nilai pendidikan seorang hamba berinteraksi dengan hamba yang lain.
Tujuan ketiga adalah “tazkiyat al-nafs” membersihkan jiwa manusia. Hati manusia ini tidak selamanya bersih, terkadang juga melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah Allah, baik disengaja atau tidak. Pasti semua manusia pernah melakukannya. Hal ini tentunya tidak dikehendaki oleh agama Islam. Islam berkehendak untuk manusia ini menjadi hamba yang bersih, suci baik lahir maupun batin. Maka untuk mensucikan jiwanya salah satunya adalah melaksanakan hukum-hukum Allah yang sudah dikonsepsikan oleh para ulama dalam berbagai kitab kuning. Misalnya manusia melaksanakan fiqih nikah, dia harus patuh terhadap aturan nikah, larangan-larangan nikah sunnah-sunnah nikah, segala sesuatu yang dianjurkan dalam pernikahan, adabnya nikah. Dengan begitu dia akan mendapatkan pemahaman yang bermanfaat untuk membentuk karakter kejiwaan dia sebagai seorang keluarga muslim. Akhirnya sebagai seorang suami dia akan tanggung jawab, sebagai seorang istri dia akan patuh, sebagai orang tua dia akan mengayomi dan sebagainya, implikasi dari pelaksanaan syariat nikah.
Tujuan ke empat dari hukum Islam adalah “mura’iyah li mashalih al-ibad”, memelihara kebaikan hamba. Dalam diskusi ushul fiqih biasanya disebut dengan maslahah. Sebaikan ulama memberikan pengertian bahwa maslahah adalah menarik kemanfaatan dan menolak kerusakan atau bahaya, “jalb alnafi wa daf’u dharar”. Ini adalah inti dari diterapkannya hukum Islam, mewujudkan kebaikan, keselamatan untuk hamba dan menolak kerusakan, bahaya, kehancuran. Segala sesuatu yang mendorong, mendukung ke arah kebaikan maka akan diperintahkan misalnya bekerja dengan jujur, mematuhi lalu lintas, membayar pajak, membayar zakat. Sebaliknya segala sesuatu yang menimbulkan kerusakan atau terjadinya ketidak keselamatan bagi manusia pasti dilarang oleh hukum Islam. Misalnya zina, minuman keras, narkotika, kekerasan kepada orang lain, menggagu sesama, mencuri dan sebagainya semua dilarang.
Dalam hal ini para pemikir merumuskan lima hal pokok yang harus dijaga dalam mewujudkan kebaikan manusia, di antaranya adalah “hifdhu al-din”, hak atau kewajiban dalam beragama manusia. hamba ini semua mempunyai keyakinan untuk menyembah terhadap apa yang percayai benar. Hak keyakinan dan kewajibannya harus diproteksi supaya terwujud kebaikan bagi dirinya dalam menjalankan ajaran agama. Dalam hal ajaran umat Muhammad terjaminnya pelaksanaan hukum Islam bagi dia. Maka di Indonesia yang mayoritas muslim terbentuk sebuah situasi muslim religius, karena dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat. Tetapi hal ini juga harus melihat bahwa kebaikan yang dilaksanakan seorang muslim juga harus berdampingan dengan kebaikan bagi umat-umat non muslim. Sehingga kemaslahatan muslim juga menjadi kemaslahatan non muslim, kebaikan muslim juga membawa kebaikan bagi non muslim. Maka dapat dilihat di sekitar kita adanya masjid berdampingan dengan temapat ibadah agama lain, saling mambantu, saling menolong sesame warga. Bahkan dalam dunia pendidikan muslim banyak yang sekolah di Lembaga Pendidikan non muslim atau non muslim juga sekolah di dalam Lembaga Pendidikan milik muslim.
Hal ini sebagai perwujudan dari hifdhu al-din. Memelihara agama bagi umat manusia secara keseluruhan. Tentunya interaksi sosial antara muslim dan non muslim semacam ini juga harus dibarengi dengan sikap toleransi, menjauhi sikap ananiyah,egois agar supaya bisa saling menghormati, tidak ada yang merasa dikecilkan atau merasa benar sendiri dalam interaksi orang-orang yang berbeda keyakinan. Nampaknya pelebaran makna maslahah dalam bidang agama ini penting untuk direalisasikan mengingat tantangan kehidupan umat beragama sekarang semakin terbuka, baik dalam bidang pengetahuan, informasi, teknologi dan sebagainya.(bersambung).
Oleh : Asmawi Mahfudz (Khadim PP Al Kamal Blitar, dan UIN Sayyid Ali Rahmatullah)
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.