Pesan Untuk Para Tamatan (Ngaji Dan Ngabdi Edisi 110)

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.
Seorang santri disebut tamat kalau dia sudah menyelesaiakan pengajiannya mulai tingkat Ula, Wustho dan  Ulya atau Ma’had Ali. Dalam kualifikasi inilah seorang santri telah menyelesaikan program pengajaran ilmunya, mulai tingkat dasar, sebuah tingkatan untuk katagori pemula dalam belajar agama Islam, dia masih belajar tentang fiqih thaharah, fiqih shalat, dari sisi akidah dia masih belajar tentang makna iman, Islam dan ihsan dengan segenap teorinya, dari sisi akhlaq dia juga dikenalkan tentang akhlaq-akhlaq yang baik, sebagai panduan perilaku mereka sehari-hari, juga diajarkan akhlaq yang buruk yang harus mereka jauhi sebagai seorang pribadi muslim. Dalam tingkatan ula ini diharapkan seorang santri mengetahui tentang tata cara beribadah dengan baik, akidah keyakinannya sebagai orang yang mukmin, juga pengetahuan tentang baik dan buruk. Dari sisi ilmu alat, di Pesantren Al-Kamal pada level ini diajarakan tentang percakapan bahasa Arab, kaidah nahwu dan sharaf dalam rangka membekali dasar-dasar berbahasa arab dengan baik, dari sisi teoritis maupun praktis. Dalam waktu tiga tahun inilah seorang santri Al-Kamal secara elementary mendapatkan ilmu, baik ilmu agama(tafaquh fiushul al-din), ataupun ilmu komunikasi dasar berbahasa asing, yakni bahasa Arab tau bahasa Inggris.
Pada level selanjutnya adalah tingkat menengah seorang santri melanjutkan pengajiannya di pesantren dengan ilmu-ilmu yang sama, tetapi lebih kepada pemantapan dan pengayaan materi. Di level wustha (menengah) dari sisi bahasa sudah dikenalkan pengembangan bahasa Arabnya dengan nadham Imrithi, Qawaid Lughah Al-Arabiyah, Alfiyah Ibn Malik juga kaidah-kaidah lainnya. Dari sisi fiqih diajarakan kepada mereka Fathul Qarib, Kifayat Al-Akhyar, Bidayat Al-Hidayah, dari sisi akidah juga dikenalkan Kifayat Alawam, Jawahid Alkalamiyah dan lain-lain. Pada level menengah ini pemahamana santri dalam ilmu bahasa Arab, fiqih, akhlaq akan semakin kuat ditunjang dengan praktik ilmiyah-amaliyah sehari-hari. Dalam interval waktu enam tahun inilah idealnya Santri Al-Kamal dia mapan dalam beribadah, kaya akan teori ilmu agama, dan mempunyai kepribadaian akhlaq yang baik(akhlaqul karimah), artinya seorang santri tidak hanya mahir dalam praktik ibadah tetapi juga didukung dengan ilmu yang cukup dalam pengamalan ajaran Islam. Ditambah lagi dalam waktu enam tahun ini, dia juga bertambah wawasan yang l;uas dengan pengetahuan dan kemampuan bahasa Arab atau Inggris. Profil santri Al-Kamal dengan rentan waktu enam tahun ini dapat dijadikan miniatur bagi santri-santri lain di Nusantara untuk level pemula dan kelas menegah. Apalagi para santri juga telah lama mengikuti sekolah formal di SMP, MIN, SMK, MTsN, MAN. Dengan latar belakang inilah tidak ada alasan bagi tamatan Al-Kamal, walaupun masih pada tingkatan menegah untuk tidak mengamalkan ilmunya dalam kehidupan bersama masyarakat, baik ditingkat desa atau kabupaten.
Tahapan selanjutnya bagi santri Al-Kamal yang baru menyelesaikan madrasahnya ditingkat pendidikan tinggi, atau sekarang disebut Ma’had Ali. Rata-rata input Ma’had Ali Al-Kamal adalah para santri kita sendiri yang melanjutkan pengajian di pesantren seiring dengan menjalai kuliah di UIN Satu, UNU Blitar atau sekolah tinggi lain di karisidenan Kediri. Karena mahasantri yang masuk sudah enam tahun menjalani pengajian dijenjang sebelumnya, maka pengelola Ma’had Ali meramu kurikulumnya untuk meningkatkan kualitas santri untuk jenjang selanjutnya.  Hal ini dapat direpresentasikan dalam berbagai kitab kuning kajiannya, misalnya dalam bidang akidah, akhlaq dan fiqih, mereka diberi materi-materi kitab kuning yang lebih luas wawasannya. Dalam fiqih ada Kifayat Akhyar, Fathul Muin, Bidayat hidayah, Mizan al-Kubra, dalam bidang akhlaq ada ikhya’ Ulum aldin, dalam bidang akidah ada hushun al-Hamidiyah, disamping diberi pengajian tafsir dan hadits yang otoritatif untuk kelas Mahasiswa atau mahasantri. Dari kaca mata kurikulum selama empat tahun ini diharapkan Mahasantri mendaoatkan perdebatan ilmiyah dalam bidang fiqih, sehingga akan menambah daya kritisisme, kemapaman teori agama, dan inovasi-inovasi baru dalam menjalankan tugasnya sebagai akademisi dalam bidang ilmu Agama. Dia mempunyai ilmu agama yang mendalam, dapat mengajarkannya dan mensyiarkannya,apalagi dengan ilmunya seorang santri dapat menyelesaikan semua problematika umat dalam konteks kekinian (li yundziru qawmahum).
Itulah beberapa kualifikasi sederhana santri Pesantren Al-Kamal Blitar, dengan beberapa catatan ini monggo untuk mengukur dirinya sendiri sudahkah sesuai dengan cita-cita, harapan dari pesantren sebagaimana yang tertuang dari catatan kurikulum itu, jawabanya adalah dirinya sendiri, kalaupun belum sesuai dengan kondisinya, para santri tetap harus belajar untuk menutupi kekurangannya, terutama dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Semoga semua tamatan selalu dinaungi hidayah Allah Swt, mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan ilmu dunia dan akhirat. Amiiin.
*Penulis adalah Pengasuh PP Terpadu Al-Kamal Blitar, Pengajar UIN Satu Tulungagung, dan Fungsionaris NU Blitar