Diterbitkan : Friday, 9 Feb 2024, Penulis : KH Asmawi Mahfudz
0
BAGIKAN
Pada Hari Jumat tanggal 2 Februari 2024, lembaga-lembaga di lingkungan komplek Pondok Pesantren Al-Kamal bermusyawarah, untuk membahas dinamika pengelolaan lembaga era kekinian. Musyawarah ini dihadiri oleh para pimpinan lembaga masing-masing, di antaranya Kepala Kementrian Agama Blitar Drs. H. Bahrudin, M.Pd, Dr. H. Munif, MA selaku kepala seksi Pendidikan Madrasah. dari Al-Kamal H. Asmawi Mahfudz, H. Aminudin Fahruda, dari MAN 3 Blitar Drs. Arifin, MA., juga beberapa wakil kepala sekolah, dari MTsN Kunir oleh Drs. Shihabudin dan seorang kepala sekolah, dari MIN Kunir oleh Drs. Darmadji, M.Pd. Suasana rapat seolah berbeda dengan rapat-rapat yang biasanya dijalankan di lingkungan pesantren yang khusyu’, kemarin dijalani dengan santai, serius, gayeng, rukun, seolah tidak ada yang tidak tertawa dan berbicara, semua berpartisipasi dalam pertemuan dengan ide dan candaan khas lingkungan pesantren.
Acara diawali dengan pembukaan yang dipimpin oleh Dr. H. Munif yang memberikan prolog dengan memberikan gambaran tentang sistem pendidikan integratif yang selama ini dilaksanakan oleh Al-Kamal dan sistem pendidikan yang ada di kompleknya. Sejauh pengetahuan bapak kasi Penma apa yang dijalani Al-Kamal dengan sistem integrasinya bersama-sama berbagai lembaga pendidikan yang ada di lingkungannya, dapat dijadikan model oleh lembaga-lembaga lain. Dasar pemikirannya adalah di lingkungan Al-Kamal sistem untegrasi pendidikan dirasa sangat kokoh, rukun, guyup, tanpa ada masalah-masalah yang berarti. Ini dibuktikan dengan keberhasilan lembaga-lembaga baik formal maupun madrasah pesantrennya dapat bekerjasama dengan baik mengantarkan para santri atau siswa menyelesaikan proses studinya selama 3 tahun, 6 tahun, ataupun yang sepuluh tahun lebih. Ini sudah dapat menjadi ukuran bagi lembaga yang sukses menyelesaikan program pendidikannya.
Juga di lembaga-lembaga di lingkungan Al-Kamal sinergi tidak hanya dalam pembelajaran saja, tetapi juga dalam hal pemberdayaan sumber daya manusianya. Di lembaga pendidikan baik yang swasta atau yang negeri integrasi dalam hal kaderisasi guru juga dijalani, misalnya beberapa ustaz pesantren dimasukkan sebagai pengajar, staf tata usaha di sekolah-sekolah yang ada. Sehingga silaturahim antara sekolahan dan pesantren semakin dekat, akrab lebih kekeluargaan lagi. Menurut Dr. H. Munif, Al-Kamal dan madrasah di kompleknya dilihat dari sisi kuantitasnya, bisa dikatakan madrasah yang relatif kokoh karena didukung dengan jumlah siswa yang banyak, baik dari siswa yang nduduk atapun yang mukim di pesantren. Ini menjadi prestasi atau modal penting dalam mengembangkan program-program pengembangan pendidikan yang lebih baik lagi. Untuk itu tidak ada alasan bagi pengelola yang ada di dalam Pesantren Al-Kamal untuk tidak membawa kemajuan pendidikan mengingat potensi yang begitu besar.
Tetapi dari sekian potensi yang ada, para pengelola madrasah baik yang swasta ataupun yang negeri, baik pesantren atau lembaga yang lain tidak boleh melupakan jasa-jasa para sesepuh, jasa pendahulu yang lebih dahulu berkhidmah di Al-Kamal baik yang berasal dari dhurriyah pesantren atau guru-guru yang telah mengabdikan hidupnya untuk kebesaran Al-Kamal dan Lembaga dilingkungannya.
Selanjutnya wawasan pengelolaan pendidikan disampaikan oleh Bapak Kepala Kementrian Agama Blitar, H. Bahrudin. Dia menyampaikan berdasarkan pengalamannya dalam berjuang mengelola lembaga pendidikan, terutama di lingkungan Nahdlatul Ulama. Lembaga Pendidikan Islam yang kita Kelola harus dijalankan dengan sungguh-sungguh untuk mengabdi kepada ilmu, Agama Islam, ini adalah perintah Allah SWT. maka dalam kerja kita nantinya akan bernilai ibadah, baik santri kita nanti menjadi anak yang pandai atau berilmu menerima apa yang menajadi harapan. Juga pengelolaan pendidikan kita dijalani dengan prinsip sesuai dengan aturan yang fleksible. Artinya memang di dalam kementrian agama ada regulasi yang harus dipatuhi bersama, tetapi pelaksanaanya juga menyesuaikan dengan kondisi realitas yang ada di sekitarnyta. Misalnya ada penggabungan kurikulum pesantren dengan kurikulum nasional. Materi pelajaran sekolah dengan sekian pelajaran yang ada yang sekiranya dapat diintegrasikan dengan kitab-kitab kuning yang ada di pesantren, ini akan lebih baik, mengingat referensi yang diajarkan di pesantren diambil dari kitab aslinya. Nasehat lagi dari bapak Kepala Kemenag Blitar, program-program madrasah yang sekira berbenturan dengan program pesantren, sebisa mungkin dapat diatur waktunya. Catatanyanya sebisa mungkin sekolah atau madrasah negeri yang ada di komplek Al-Kamal dapat maju bersama-sama dengan pesantrennya tanpa ada yang merasa yang ditinggal atau dikesampingkan, mengingat santri-santri dari berbagai penjuru tanah air ini, tujuannya ke Pesantren Al-Kamal adalah belajar baik program sekolah formal atau pengajian-pengajian yang ada di pesantren secara bersama-sama. Sehingga kalau kita dapat menjalankan ini semua, harapan para sesepuh Al-Kamal dahulu untuk mencetak kader santri yang beriman, bertaqwa dengan wawasan intelektual yang luas terwujud, sejak dahulu samapai nanti di hari kiamat.
Paparan selanjutnya dari unsur Pesantren Al-Kamal yang disampaikan oleh H. Asmawi Mahfudz. Yang menyampaikan tentang catatan-catatan penting selama mengelola lembaga baik formal atau pesantren tidak kurang dari 30 tahun. Tetapi selama nonggoni Al-Kamal ini bisa dirasakan bahwa mengasuh pesantren dan madrasah itu harus dikeloni dalam bahasa Jawa. Filosofi ini berangkat dari para kyai pesantren, terutama kyai-kyai Al-Kamal sebelumnya, misalnya Kyai Zen Masrur dan Kyai Mahmud Hamzah dua figur yang sepenuh waktunya dikonsentrasikan, didedikasikan untuk mengasuh para santri dan siswa yang belajar di Al-Kamal. Karena pesantren dan madrasah itu butuh figur sebagai tauladan mengamalkan ilmu yang didapatnya. Seorang siswa atau santri membutuhkan contoh by direct dari para kyainya, gurunya, ustadhnya dalam mengamalkan ilmu-ilmunya. Maka pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam tidak dapat dikelola sambilan, dilihat sebentar kemudian ditinggal, pengajaran ilmunya dengan metode perwakilan terus menerus. Kalau metode perwakilan ini dijalankan, maka yang terjadi para santri tidak akan menjadi profil kyainya. Taruhlah sebagai contoh santri-santri mbah Kyai Hasyim Asyari mereka alim dalam penguasaan hadits, para santri mbah Mahrus Ali alim dalam bidang alat bahasa dan fiqih, santri mbah Marzuki Dahlan berperilaku sufi yang kuat, santri Kyai Mahmud mempunyai kemampuan Bahasa Arab yang mapan dan sebagainya. Tetapi kalau pendidikan tidak istiqamah dalam memberikan tauladan kepada siswa maka kompetensi, karakter santri atau siswa tidak akan kelihatan, dia sebenarnya akan menjadi ahli dalam bidang ilmu alam, ilmu sosial, kedokteran, ilmu agama atau yang lain. maka dari itu keistiqamahan dalam mengelola madrasah, pesantren adalah sebuah keniscayaan, yang harus kita jalani bersama-sama.
Lembaga-lembaga yang ada dikomplek Al-Kamal ini adalah amanah dari Allah lewat para sesepuh kita, mari kita jaga bersama-sama sebaik mungkin, semampu kita, semoga inilah catatan jariyah kita diakhirat yang akan membawa kita menjadi orang yang sukses, mempunyai derajat tinggi dikahirat kelak. Dengan prinsip amanah dan keikhlasan seberat apapun pekerjaan, tanggung jawab kita nantinya pasti akan mendapat pertolongan, kemudahan dari Allah SWT. Mengingat apa yang kita lakukan adalah memperjaungkan agamanya, ilmu Allah, Allah pasti melindungi, menaungi, mencukupi dan menolong kita semua.
*Khadim PP Al Kamal Bligtar, Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah dan Fungsionaris NU
Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal (PPTA), merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Blitar raya yang memadukan kurikulum salafi yang kental dengan kajian berbagai kitab klasik dengan kurikulum modern yang berkonsentrasi dalam skill bahasa asing baik arab maupun inggris. Sehingga lulusan PPTA diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dengan tetap mengedepankan syari’at Islam yang moderat.