Oleh: Khoirul Anwar*
Pacaran merupakan suatu hubungan (ikatan) tanpa dasar antara seorang perempuan dan seorang laki-laki dimana dalam hubungan tersebut mereka saling berjanji dan saling mengikatkan diri untuk saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain. Namun, pacaran bukanlah hubungan yang resmi layaknya pernikahan yang mana pernikahan adalah suatu ikatan yang sakral antara suami dan istri. Dalam suatu hubungan pacaran, banyak para muda-mudi yang mendalihkan hal tersebut sebagai suatu bentuk upaya ta’aaruf (saling mengenal satu sama lain). Padahal dalam ajaran agama dan pendidikan pun tidak pernah ada yang namanya pacaran merupakan suatu metode untuk ta’aaruf. Di samping itu, banyak perbuatan negatif atau tindakan melanggar kaidah-kaidah/norma-norma sosial yang timbul lantaran perilaku/ hubungan pacaran.
Dalam ajaran Islam pun tidak pernah ditemukan tuntunan ataupun dasar yang menjadikan hubungan pacaran tersebut untuk dibenarkan. Alasan mengapa Islam tidak membenarkan pacaran karena pacaran merupakan salah satu sarana  yang dapat mengarahkan seseorang kepada perbuatan zina. Dalam hal ini Alloh telah berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوْا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلًا.

“Dan janganlah kalian dekati zina. Sesungguhnya perzinaan itu perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk.” (Al-Isra’: 32).
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa apabila Islam melarang suatu perbuatan, tentu pasti membendung segala jalan dan pintu yang menuju ke arahnya. Islam juga mengharamkan segala instrumen dan prolog yang mengantarkan kepada suatu perbuatan keji tersebut. Jadi, memang hubungan pacaran merupakan sebagian instrumen yang dpat mengantarkan seseorang kepada perbuatan keji yaitu zina. Dengan demikian pacaran tersebut merupakan suatu perbuatan yang harus ditinggalkan.
Seperti yang disampaikan oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya bahwa segala sesuatu yang merangsang nafsu birahi dan membuka fitnah terhadap laki-laki dan perempuan, menggoda dan membangkitkan syahwatnya, mendekatkan atau memudahkan terjadinya tindak kekejian, semua itu dilarang oleh Islam. Demikian itu dalam menutup rapat-rapat pintu yang menuju kearahnya, sekaligus merupakan pencegahan dini bagi kerusakan yang mungkin terjadi. (Qardhawi:2011)
Namun, ada pihak yang tidak sependapat bahwa pacaran merupakan instrumen yang mengantarkan kepada perbuatan zina. Justru mereka menilai bahwa pacara merupakan instrumen dan sarana agar seorang perempuan dan laki-laki saling mengenal lebih jauh. Para pihak yang membenarkan adanya pacaran sebagai metode saling mengenal satu sama lain, mereka menggunakan dalil Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi,

يَاءَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا……

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-susku agar kamu saling mengenal.”
Meskipun pacaran dianggap sebagai suatu metode untuk ta’aaruf (saling mengenal) antara seorang perempuan dan laki-laki, tetapi pacaran lebih banyak menarik kepada hal-hal yang negatif yang lebih lebih dapat menjerumus kepada zina. Tidak hanya itu, pacaran juga cenderung mengarahkan seorang untuk saling berduan dengan pacarnya yang notabene pacar tersebut ialah perempuan yang bukan mahramnya. Tentu hal demikian merupakan larangan dari Ajaran Islam dan tentu pula Islam mencegah hal itu semua. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw., bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأخِرِ فَلَايَخْلُوَنَّ بِإِمْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah sekali-kali berduaan dengan perempuan yang tidak disertai mahram darinya, karena sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan.”
Kemudian berkaitan dengan aktifitas berdua-duaan dalam suatu aktifitas pacaran, Imam Qurtubi mengatakan, “Yakni lintasan pikiran yang terbentang di benak laki-laki tentang perempuan, juga yang ada di benak perempuan tentang laki-laki. Artinya, bahwa itu lebih dapat menghilangkan keraguan dan menghindari tuduhan, serta lebih kuat dalam perlindungan. Ini berarti bahwa tidak seyogyanya seseorang merasa percaya diri ketika berduaan dengan seseorang yang tidak halal baginya. Menjauhinya lebih baik bagi dirinya, lebih terlindungi, dan lebih sempurna bagi kehormatannya. (Qurtubi: h. 228) Dari pemaparan tersebut sudah barang tentu ketika terjalin hubungan pacaran tak jarang dari mereka yang tanpa ragu untuk berdua-duaan.
Ada beberapa pengalaman yang di dapat oleh  penulis tentang hal-hal yang dilakukan oleh seseorang yang berpacaran. Akan tetapi pengalaman yang dimaksud di sini bukan berarti penulis melakukan pacaran tersebut, melainkan melalui pengamatan dan penanyaan kepada seorang teman ataupun beberapa orang yang dikenal. Dalam hal melakukan pacaran adakalanya sebagian dari mereka hanya melalui sms (sort message), telephon, dan ada juga mereka yang hingga bertemu di suatu tempat, semisal di belakang sekolah seusai pulang sekolah. Hal demikian mereka anggap biasa saja dan wajar dilakukan oleh anak usia remaja. Kemudian ada juga yang lebih ironis dari aktivitas pacaran para remaja yaitu mereka telah berani saling pegang-pegangan tangan ataupun berphoto mesra bahkan juga yang telah ada yang melakukan pelukan. Padahal mereka juga tahu hubungan mereka hanyalah sekadar pacaran, dan belum ada ikatan sah yang menghalalkan perbuatan itu. Perilaku tersebut telah banyak dilakukan oleh pelaku pacaran dan dianggap hal itu merupakan sesuatu yang biasa. Beberapa hal yang lumrah dilakukan oleh pelaku pacaran tersebut di atas  merupakan suatu aktivitas berpacaran yang sudah barang tentu telah menyalahi kaidah-kaidah agama Islam.
Masih banyak terdapat bukti nyata yang ada di sekitar kita terkait akibat negatif yang muncul dengan latar belakang hubungan pacaran tersebut. Hamil di luar nikah lantaran telah berzina dengan kekasih yang berada dalam ikatan pacaran merupakan akibat yang kesekian timbul dari efek hubungan pacaran. Pembunuhan misalnya, juga dapat terjadi dengan latar belakang hubungan pacaran yang diikuti rasa cemburu dan sakit sakit hati ketika diputuskan oleh pacarnya/pasangannya. Dari beberapa bentuk perbuatan pacaran di atas berikut juga akibat yang menyertainya, pacaran merupakan suatu tindakan yang melanggar kaidah-kaidah keagamaan serta dapat memicu pelanggaran terhadap kaidah-kaidah sosial lain yaitu kaidah kesusilaan dan kaidah hukum seperti pembunuhan yang telah disebutkan tadi.
Dengan demikian apabila hubungan pacaran merupakan suatu pelanggaran terhadap kaidah keagamaan, sesuai dengan asal usul serta sanksi dari kaidah keagamaan, maka asal-usul serta sanksi bagi yang melanggar tersebut semuanya berasal dari Allah SWT yang dalam penyebutannya seseorang yang telah melanggar atau melakukan pacaran tersebut dinamakan sebagai orang yang berdosa lantaran melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan agama. Wallahu A’lam Bisshowab.
*Mahasantri Ma’had Aly Al Kamal Smt 7