Pengajian Tafsir Jalalain

00.ABAH MAHMUD 02082008Pengajian Tafsir al-Jalalain dirintis oleh KH Mahmduz Hamzah bersamaan santri-santri sekitar pondok pesantr

en yang rata-rata sudah tua. Pada awal berdirinya bukanlah pengajian kitab Tafsir al-Jalalain, tetapi pengajian yang konsen kepada kitab fiqh maupun ushul fiqh, serta beberapa kitab akhlak. Halaqah pengajian ini muncul pada sekitar pertengahan tahun 80-an.

Pengajian tersebut bisa ada dan berjalan lantaran karena ajakan dari beliau KH. Mahmud Hamzah terhadap para tokoh masyarakat Kunir dan para Asatidz pondok al Kamal untuk mendirikan sebuah halaqoh pengajian kitab-kitab agama Islam. Dari perkumpulan tokoh-tokoh tersebut akhirnya diperoleh kesepakatan untuk mengadakan pengajian kitab-kit

ab turats agama Islam di surfah masjid selepas jama’ah sholat jum’at. Kegiatan pengajian ini lansung dipimpin oleh KH. Mahmud Hamzah. Untuk pembaca sendiri sebenarnya digilir, tidak serta merta selalu KH. Mahmud Hamzah. Beliau pribadi mengharapkan dalam halaqah tersebut para ustadz turut andil meminpin jalannya pengajian dan pembacaan di tengah-tengah majlis. Dengan harapan agar berjalannya rutinitas pengajian tersebut tidak monoton, dan apabila beliau KH. Mahmud Hamzah ada udzur seketika ada badal dari beliau. Namun, banyak yang keberatan dengan model yang semacam itu. Karena para jama’ah paham bahwa keilmuan yang dimiliki beliau KH. Mahmud Hamzah begitu mendalam. Kesempatan inilah dimanfaatkan oleh para jam’ah untuk menggali ilmu-ilmu keagamaan dari beliau. Dan pada akhinya diputuskan bahwa KH. Mahmud Hamzah sebagai pemimpin tunggal dan pembaca di setiap pertemuan pengajian. Pengajian ini sendiri sudah dihadiri oleh para jama’ah, dengan sekitar 20-an orang. Umumnya mereka yang melaksanakan sholat jum’at di masjid Al Kamal. Dan waktu itu masih kaum laki-laki saja yang mempunyai kesempatan untuk ngaji bersama KH. Mahmud Hamzah. Dari keseluruhan yang hadir, kebanyakan hanya mendengarkan pengajian KH. Mahmud Hamzah.

Pengajian yang diadakan di surfah masjid berlangsung sampai tahun 1995. Dalam perjalanan pengajian ini sendiri sudah banyak kitab yang dikhatamkan, diantaranya kitab ushul fiqh, kitab arba’in an-Nawawi, kitab ar-Ruh. Pada pertengahan tahun 95 mulailah ada greget dari KH. Mahmud Hamzah  untuk mengkaji kitab yang agak tebal, kemudian dipilihlah kitab Tafsir al-Jalalain sebagai penerus kitab-kitab yang sudah khatam tadi. Dari sinilah mulai nampak cirikhas nama pengajian Tafsir al-Jalalain mulai muncul dan terkenal di tengah-tengah masyarakat.

Semangat dasarnya pengajian kitab Tafsir al-Jalalain adalah untuk mengisi rutinitas kehidupan, khususnya dalam hal penambah keilmuan agama. Melalui pembicaran mulut ke mulut dari anggota pengajian, pengajian Tafsir al-Jalalain ini sudah banyak bertambah anggota jama’ah pengajiannya. Akhirnya pengajian ini sudah tidak hanya dimonopoli kaum laki-laki, namun sudah ada beberapa kaum perempuan yang ikut serta dalam pengajian. Begitu juga untuk tempat pengajian tidak lagi berada di serambi masjid, melainkan sudah berada di ndalem pengasuh. Dan untuk waktunya sendiri mengalami perubahan, yakni diganti pada  hari malam senin selepas sholat isya’.

Pengajian kitab Tafsir al-Jalalain pada setiap malem senin tidak berlangsung lama. Karena beliau KH. Mahmud Hamzah pada hari senin pagi sudah harus dinas di pengadilan negeri. Dengan demikian waktu yang digunakan pengajian pada malam senin terbatas. Alasan yang lain karena beliau sering tidak berada di kediaman pada hari minggu. Karena beberapa alasan ini, maka rutinitas pengajian Tafsir al-Jalalain diganti pada malam sabtu selepas sholat isya’. Dan sampai sekarang pun masih tetap istiqomah pengajian di malam sabtu.

Para pengikut jam’ah pengajian Tafsir al-Jalalain makin lama makin banyak, yakni sudah berjumlah 60-an orang. Para anggotanya tidak hanya masyaakat Kunir, namun orang-orang tetangga desa seperti Kolomayan, Pikatan dan Karanggayan sudah ada yang turut bergabung dengan para jama’ah pengajian lainnya.

Pengajian Tafsir al-Jalalain tidak selalu berada di kediaman pengasuh, melainkan ada satu hari khusus pengajian berada di rumah salah satu anggota jam’ah pengajian. Diambillah hari sabtu kliwon sebagai jadwal hari yang digunakan untuk pengajian di luar ndalem. Diadakannya jadwal pengajian di luar ini untuk menjaga hubungan silaturahmi di antara para jama’ah pengajian, antar pengasuh jama’ah pengajian dengan para anggota dan antar anggota dengan para anggota pengajian yang lainnya. Dan sekaligus untuk menjaga keharmonisan hubungan pondok dengan masyarakat sekitar. Hal ini akan mampu memperkokoh ukhuwah Islamiyah.

Peserta pengajian Tafsir al-Jalalain ini sangatlah komplek, ada berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, pendidikan, politik, aliran, status keluarga yang berbeda-beda. Akhirnya dengan frekwensipertemuan mereka yang semakin sering, dapat menghasilkan sikap dan sifat kekeluargaan antara peserta pengajian. Ini terbukti  walaupun mereka bukanlah keluarga dekat, bukan tetangga, tetapi perasan hidup bersama, senasib, seperjuangan itu muncul dengan sendirinya, tanpa harus melalui ikatan primordialisme yang kerapkali ada sebagian penghambat untuk menciptakan ukhuah Islamiyah. Misalnya seandainya ada temannya tidak hadir karena sakit, teman-teman yang lain menjenguknya, kalau ada yang meninggal dunia pasti akan takziyah dan dibacakan do’a bersama. Semua sikap itu muncul karena hasil dari strategi pemebelajaran majlis yang kolaboratif dan kekeluargaan selama mengikuti pengajian Tafsir al-Jalalain.

Seiring dengan berjalannya waktu, pengasuh sekaligus pendiri jama’ah pengajian Tafsir al-Jalalain beliau KH. Mahmud Hamzah meninggal dunia pada hari Ahad 03 Agustus 2008, pada usia 60 tahun dan dimakamkan di pemakaman keluarga Bani Manshur yang berapa di area yayasan Al Kamal. Waktu itu pengajian yang terakhir beliau pimpin sebelum wafat berada di dusun Seduri, pada tanggal 01 Agustus 2008. Ketika itu surat as-Saba’ yang terakhir kali dimaknai dan dibacakan beliau kepada pada jama’ah pengajian.

Dengan wafatnya pengasuh sekaligus pendiri jama’ah pengajian Tafsir al-Jalalain sedikit ada kepanikan di dalam internal pengikut pengajian. Karena belum ada pandangan siapa kelak yang akan meneruskan pengajian Tafsir al-Jalalain. Wafatnya beliau KH. Mahmud Hamzah oleh sebagian orang diibaratkan sebuah oncor yang redup. Akan tetapi kepanikan yang sempat terlintas dibenak para jama’ah pengajian dijawab dengan kesanggupan dari menantu pertama dari al-maghfurlah KH. Mahmud Hamzah untuk meneruskan turats pengajian Tafsir al-Jalalain.

Di usia yang masih terbilang muda, yakni 32 tahun beliau KH. Asmawi Mahfudz meneruskan pengajian yang ditinggalkan oleh al-maghfurlah KH. Mahmud Hamzah. Dengan keilmuan yang matang serta pengalaman bermasyarakat, beliau mampu menarik hati para jama’ah untuk tetap istiqomah dalam menghadiri pengajian yang dipimpinnya. Namun, ada satu dua dari anggota jama’ah yang sudah tidak lagi menghadiri pengajian selepas ditinggalkan almaghfurlah KH. Mahmud Hamzah karena masih terlalu fanatiknya terhadap al-marhum. Di sisi lain, wajah-wajah baru dalam pengajian sudah sekian bertambah, dan kebanyakan  mereka masih terbilang muda. Terbukti sampai sekarang para pengikut jama’ah pengajian Tafsir al-Jalalain di atas 70 orang. Wallahu A’lam.

Ditulis oleh Muhammad Bahrudin

Tags :

Share This :