Bersihkan Dulu Wadahnya
Sebelum wadah itu diisi, ia harus dibersihkan dahulu dari kotoran yang melekat. Imam Syafii pernah mengadu kepada gurunya, Imam Waki’ atas kesulitan hafalannya.

شَكَوتُ إلىَ وَكِيعٍ سُؤَ حِفظيِ * فأرشَدنيِ إلى تَركِ المعاصىِ

فاخبرني بانّ العلم نورٌ * ونور الله لا يُهدَى للعا صي

“Aku mengadu kepada Imam Waki’ atas jeleknya hafalanku, kemudian beliau memberitahuku untuk meninggalkan kemaksiatan. Kemudian beliau memberitahuku bahwasanya ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tak diberikan kepada orang-orang yang berbuat maksiat.”
Dari syair ini dapat diambil kesimpulan bahwa cara membersihkan wadah yang akan diisi adalah dengan meninggalkan perbuatan maksiat. Karena ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tak akan diberikan kepada orang-orang yang berbuat maksiat.
Dalam kitab ta’limul muta’allim karangan Syekh Imam Az Zarnuji menyatakan :

طلبتم العلم لغير الله, فأبى العلم ان يكون إلا الله

“Kalian menuntut ilmu demi selain Allah, namun ilmu itu sendiri enggan kecuali demi Allah.”
Sebelum menentukan tujuan untuk pergi ke arah mana, seorang pendaki gunung harus membuat sebuah rancangan dan tekad yang bulat untuk mendaki. Menyiapkan mental dan fisik yang sehat. Begitu pula seseorang yang akan pergi merantau untuk menuntut ilmu, mengemban sebuah tugas yang telah dibebankan kepadanya, sebuah kewajiban untuk mencari kebenaran dan hakikat sesuatu. Menuntut ilmu bisa dilakukan di mana saja dan bisa didapatkan dari mana saja. Ia harus menata niat dan tujuan apa yang sebenarnya ingin ia dapatkan? Tujuan apa yang ingin saya dapatkan? Dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut? Rasulullah SAW bersabda bahwa “sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung apa yang diniatkan dan setiap orang itu tergantung apa yang ia niatkan.” Semisal seseorang menuntut ilmu karena ingin mendapatkan sebuah kekayaan dan jabatan saja, maka kelak ia akan mendapatkan keinginannya tersebut. Ketika ia menuntut ilmu dengan tujuan agar dimuliakan dan dipuji orang lain, niscaya kelak ia akan mendapatkannya. Akan tetapi tak semua tujuan dari niat ini tercapai justru terkadang mlah mencelakai orangnya. Memang sebuah niat harus ditancapkan dalam hati sebelum melaksanakan suatu hal, namun ia bisa berjalan bersama seiring dengan perbuatan yang dilakukan. Ketika awal menuntut ilmu belum memiliki tujuan yang pasti, maka ia bisa diperbaharui dan diperbaiki seiring berjalannya waktu.
Menuntut ilmu dalam bahasa arab disebut dengan tholabul ‘ilmi, pencari ilmu disebut dengan tholib. Rasionalnya, seorang tholib itu harus mencari. Nah, sebelum mencari harus tahu trik dan langkahnya, yakni membersihkan wadah yang akan ia gunakan untuk menampung cahaya. Wadah itu adalah jiwa Sang Penutut Ilmu. Jiwa yang bersih akan dengan mudah menyerap dan mendapatkan ilmu. Bila jiwa itu kotor maka akan membuat ilmu untuk sulit diperoleh. Ibarat sebuah gelas yang kotor, bila ia diisi dengan air putih, maka air itu bisa menjadi keruh karena wadahnya yang akan digunakan pun masih keruh. Berbeda lagi dengan sebuah gelas yang bersih, ketika air putih dimasukkan ke dalamnya ia akan tampak jernih dan bersih.
Sebagaimana jasad manusia, jasad lahir manusia yang tampak membutuhkan asupan untuk tetap hidup dan memiliki tenaga. Hati pun membutuhkan asupan agar ia bertahan hidup dan tak mati dimakan ajalnya. Kematian hati adalah di saat ia tidak lagi mendapatkan kalam hikmah dan siraman ilmu pengetahuan. Jadi, ilmu ibarat air yang menghidupkan kembali sebuah tanaman yang kering dan layu diranggas oleh kekeringan.
Ilmu merupakan sesuatu yang sangat luar biasa. Ilmu adalah cahaya dan ilmu adalah induknya amal. Karena sebuah amal yang tak diiringi dengan pengetahuan/ilmu itu sia-sia. Maka tak salah apabila sebuah wadah yang akan diisinya harus disucikan terlebih dahulu. Allah berfirman dalam Quran Surah Al-Mujadilah ayat 11 tentang keistimewaan orang-orang yang berilmu.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan yang diberikan ilmu pengetahuan. Sungguh mulianya ahli ilmu! Mereka diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Dalam tafsir jalalain diterangkan bahwa Allah akan meninggikan derajat mereka di surga kelak.
Dari sudut akal, tidak dapat disangkal bahwa di antara keistimewaan ilmu adalah dapat mengantarkan manusia kepada Allah Swt. dan mendekatkan diri kepada-Nya. Ilmu adalah pangkal kebahagiaan abadi dan kenikmatan kekal yang tiada berujung. Dengan ilmu, manusia meraih kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. (Imam Ghazali, 37: 2005)
Dalam sebuah hadits juga telah diterangkan bahwa para malaikat membentangkan sayapnya untuk menaungi para penuntut ilmu. Orang-orang yang berilmu adalah pewaris para nabi, karena para nabi tak meninggalkan sebuah harta untuk diwariskan kepada mereka melainkan mewariskan ilmu.
Dengan demikian, seseorang yang ingin mendapatkan ilmu dan derajat mulia di sisi Allah Swt. hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Langkahnya, ia harus membersihkan wadah dalam jiwanya kemudian baru bisa mengisiya dengan siraman ilmu pengetahuan.
Tentang penulis: Ummi Ulfatus Syahriyah merupakan alumni Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal  Tahun 2018