Kīmīyā’ Al-Sa’ādah lil imām Al-Ghozālī #6 Asas-Asas Terbentuknya Kebahagiaan
Kesempurnaan dalam kebahagiaan terbentuk atas 3 hal, yaitu : kekuatan amarah, kehendak (syahwat) dan ilmu. Barang siapa yang menginginkan terbentuknya kebahagiaan dengan serta kokoh harus mempunyai dan mangatur 3 unsur di atas, jika tidak maka bagunan itu tidak akan sempurna. Bahkan jika ada seseorang yang keluar dari tengah-tengah dalam 3 unsur di atas maka bagunan itu akan hancur dan pemiliknya akan binasa.
Sebab itu, dalam mengatur 3 unsur pembentuk kebahagiaan haruslah mutawasith (tengah-tengah). Tidak ada jalur serta jalan untuk menempuhnya kecuali dengan mengontrolnya sesuai kadarnya (mutawasith) supaya kehendak (syahwat) jiwa tidak meledak-ledak sehingga bisa menghancurkan dan menghinakan dirimu. Perlu kita ketahui bahwa, jika syahwat dibiarkan maka akan condong kepada nafsunya. Pertama, ia menginginkan perkara-perkara yang mubah. Kedua, kemudian meluas kepada perkara-perkara yang makruh. Ketiga, ketika sudah melahap perkara yang makruh ia akan meluas pada perkara subhat. Keempat, ia kemudia terjerumus pada perkara-perkara yang diharamkan. Oleh karena itu sebagian ulama salaf mereka meninggalkan sebagian perkara-perkara halal karena takut terjerumus pada keharaman. Perihal di atas Nabi Muhammad SAW bersabda :
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
“Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai hima, ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Al-Bukhari dan Muslim][1].
Unsur kedua adalah mengendalikan amarah. Pengendalian amarah ini supaya seseorang bisa mengontrol dirinya sehingga ia tidak kehilangan pengendaliaan diri dan tertutup serta terbutakan akalnya untuk membedakan mana yang haq dan batil. Sama halnya dengan syahwat, seseorang yang menjadikan akal dibawah pengendalian amarah dia akan hancur. Jika kedua unsur tadi berimbang, terletak ditengah-tengah lalu menjadikannya ilmu sebagai pengendali maka jalan hidayah akan terbuka dan akhirnya akan mendapatkan tamamus sa’adah.
Al-Imam Al-Ghozali dalam kitab ini menjabarkan, bahwa kekuatan amarah jika terlampau dan keluar dari batas-batas tawasuth maka ia akan mudah memukul dan membunuh lalu jika amarah ini sangat lemah pada diri seseorang maka dia akan kehilangan gairah serta semangat didunia dan agamanya.
Ghirah yang dalam bahasa indonesia artinya semangat, gairah dan cemburu diterangkan oleh syaikh raghib “Bahwa gairah amarah itu untuk menolak keharaman”. Dikatakan juga bahwa ” Setiap laki-laki itu dianugrahi ghirah oleh Allah SWT dan setiap perempuan yang menjaganya”. Disabdakan oleh Nabi SAW :
الْغِيرَةُ مِنَ الإِيمَانِ وَ الْمِذَاءُ مِنَ النِّفَاقِ
Ghīrah (cemburu) itu adalah bagian dari īmān, sedangkan Mizā’ (mempermainkan wanita) adalah bagian dari nifāq.” (HR AL-BAZZĀR, BAIHAQĪ, dari Abū Sa‘īd al-Khudrī).
Tetapi jika amarah itu tawasuth maka seseorang akan menjadi sabar, pemberani dan penuh hikmah. Kesabaran adalah kekuatan untuk menanggung segala kesusahan/masaqah. Jika seseorang menahan diri atas musibah dinamakan sabar, kebalikannya adalah mengeluh. Jika seseorang itu melaksanakan rutinitas maka ia lapang dada kebalikannya adalah bosan. Jika ia menahan perkataan ia menjaga lisan dan semua itu Allah SWT beri nama sabar.
Sedangkan pemberani adalah kekuatan yang dihasilkan amarah antara sifat tegar, sembrono, satria dan lemah, pengecut didahulukan sesuai dengan kadarnya seperti memerangi orang kafir dan bersifat lembut kepada muslim. Lalu hikmah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh akal yang berimbang antara insting yang tajam dan ketumpulan akal.
Sama halnya dengan amarah, syahwat jika berlebihkan akan menumbuhkan fasiq dan keji. Fasiq menurut Al-Rogib adalah keluar dari ketaatan dan melakukan dosa walaupun hanya sedikit tetapi yang dimaksudkan dalam kitab ini jika melakukan dosa besar. Lalu keji adalah keadaan atau tingkah yang dihasilkan oleh perkara-perkara yang bertentangan oleh syara’. Syaikh qorafi menjelaskan bahwa perbedaan antara fasiq dan fajir adalah, fasiq keluar dari ketaatan Allah SWT sebab dosa besar sedangkan fajir adalah semangat untuk melakukan maksiat.
Lalu jika kehendak (syahwat) tadi kurang, maka seseorang akan lemah, tak berdaya dan lesu, acuh kepada sesama. Sehingga jika kehendak (syahwat) itu di tengah-tengah ia akan mempunyai sifat qona’ah, pemaaf dan lain misalnya.
Sebab itu semua bersungguh-sungguhlah. Tinggalkan gemerlap dunia dan capailah kebahagiaan. Sucikan jiwamu dari martabat hayawaniyah. Mintalah pertolongan pada Allah SWT serta riyadhoh dengan lapar, haus dan begadang untuk ibadah. Jika kau sudah mengatur 3 unsur yang telah disebutkan, tidak diragukan lagi bahwa kau kholifah.
Ditulis oleh : Afrizal Nurali Syahputra, M.Pd. (Wakil Ketua Pengurus Pussat PPTA)
Terjemah dari kitab Kimiya’ Sa’adah Lil Imam Al-Ghozali