Ngaji dan Ngabdi 25: Belajar Manajemen Keluarga Bu Nyai Hj. Astutik Hidayati
Menulis tentang manaqib Bu Nyai Astutik Hidayati, sebenarnya tema yang tepat adalah bidang manajemen keluarga. Ini tidak terlepas dari perjalanan kehidupan dia tatkala mendampingi ayahnya, KH. Thohir Widjaya, dalam memperjuangkan umat lewat partai politik, kyai yang mengasuh Pesantren al-Kamal Blitar dan Jakarta, juga menjadi istri kyai, Kyai Mahmud Hamzah yang istiqamah dalam memegang prinsip, terutama berhubungan dengan hukum Islam. Proses pembelajaran mendampingi Kyai Thohir terjadi tatkala Bu Nyai Thohir sudah meninggal dunia sejak tahun 1985. Pada tahun ini perjuangan Kyai Thahir nampaknya mencapai puncak keemasannya dalam memberdayakan umat lewat Partai Politik Golongan Karya, Majlis Dakwah Islam Indonesia, Lembaga Pendidikan Pesantren al-Kamal. Dalam kondisi ini, Bu Nyai Tutik (begitu teman-teman beliau memanggil) mendapatkan pengalaman yang berharga, terutama berperan sebagai partner ayahnya dalam membina hubungan sosial ke luar, juga mengurusi keluarga, yang pada saat itu adik-adiknya belum mandiri semuanya ketika ditinggal bu Nyai Thohir, Nyai Hj. Munawarah. Praktis urusan rumah di Blitar manajemen utamanya adalah Bu Nyai Astutik Hidayati. Mengarahkan adik-adiknya sekolah, mengaturkan sisi ekonomi keluarga, terutama yang berhubungan dengan dapur, manajemen persawahan yang terletak di Kecamatan Wonodadi, Kecamatan Udanawu dan Kecamatan Srengat. Pernah suatu Tempo Bu Tutik cerita, ketika anak-anaknya masih kecil, belum punya rumah, masih nempel bersama rumah Kyai Thohir, beliau harus kerja sambilan dengan menjual es lilin untuk para santri dan siswa, padahal saat itu Kyai Thohir sudah di Jakarta, menjadi DPR RI. Artinya jabatan ayahnya tidak membuat Bu Tutik kendor dalam belajar, bekerja, dan mengabdi untuk keluarganya.
Sejak mengenal Bu Nyai Tutik tahun 2003, saya mendapatkan banyak pelajaran secara langsung atau melalui cerita-cerita perjalanan kehidupannya. Di antara pelajaran yang ini menjadi pengalaman beliau adalah sewaktu kuliah di Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Kediri, Bu Tutik waktu itu menempat di rumah pamannya, KH. Drs. Zen Suprapto (Dekan Fakultas Ushuludin IAIN Kediri kala itu). Ketika tinggal di rumah pamannya ini Bu Nyai Tutik tinggal di pusat Kota Kediri yakni daerah kawasan makam Mbah Wasil Setono Gedong selama tiga tahun. Dalam masa ini, walaupun dia anak seorang Kyai dan pejabat negara tidak membuat dia lupa diri, tetapi menurut cerita Bu Nyai Tutik juga mengerjakan banyak pekerjaan rumah ndalem Kyai Zen Suprapto. Mulai menyapu rumah, mencuci, momong anak, belanja ke pasar dan sebagainya. Artinya walaupun hidup dalam lingkungan pejabat ayah dan pamannya nampaknya Bu Nyai bersikap tawadhu’, tumbuh sikap kemandirian seorang ibu, dan belajar mengurus rumah tangga, yang nantinya dia praktikkan saat mendampingi Kyai Thohir dalam memperjuangkan Pesantren, aspirasi umat Islam dalam masa-masa selanjutnya.
Saat Bu Nyai Tutik masih sendirian, pasca kuliah di IAIN, pengalaman beliau selanjutnya adalah mengikuti perjuangan Kyai Thohir di Jakarta. Di sana dia bergabung dengan Majelis Dakwah islam (Dewan Masjid Indonesia). Di dalam organisasi ini beliau belajar banyak dalam sebuah isntitusi non-pemerintah dalam urusan memakmurkan masjid dan mengatur dakwah Islam. Yang pasti pelajaran berorganisasi banyak dia dapatkan dalam lembaga ini. Misalnya bergaul dengan tokoh-tokoh umat Islam saat ini baik dari organisasi kemasyarakatan, partai Politik, pejabat pemerintah, organisasi keagamaan dan sebagainya. Dan singkat cerita saat bu nyai berada di Jakarta, saat itu Kyai Mahmud yang juga masih perjaka juga sedang belajar dan mengabdi di sebuah Lembaga Pendidikan di Jakarta. Mungkin saat inilah yang kemudian mempertemukan keduanya, sehingga menjadi jodohnya.
Dari pergaulan Bu Nyai Tutik ini, nampaknya ke depan menampilkan sosok bu Nyai yang selalu mengikuti zaman pada masanya. Pada tahun 1970-an Bu Nyai Tutik sudah bergaul dengan banyak elemen masyarakat yang beragam, hidup di pusat kekuasaan saat itu, pasti mempengaruhi pola pikir, pola hidup dalam kehidupan sehari-hari. Untuk ukuran seorang perempuan saat itu sebenarnya ini sudah merupakan sebuah gerakan feminisme, partisipasi wanita dalam ranah publik. Belum lagi beliau sehari-hari sudah terbiasa membawa mobil sendiri kalau beraktivitas sehari-hari. Inilah yang kemudian membentuk beliau sebagai orang yang bisa fleksibel mengikuti perkembangan zaman sampai berumur tua. Tidak itu saja, sisi-sisi perjuangan beliau lagi yang akhirnya membentuk kepribadian yang sukses dalam keluarga, Bu Nyai Tutik selain mengabdi di Jakarta juga pernah menjadi pengurus Yayasan di al-Kamal Blitar dan Panti Asuhan. Paling tidak ini memberikan gambaran kepada kita tentang perjalanan kehidupan beliau yang pernah mendapatkan pengalaman yang baik, prestasi, pengorbanan, perjuangan, keikhlasan, dalam membantu orang tuanya, kyai Thohir dan Kyai Mahmud Hamzah.
Dari pengalaman ini juga, pelajaran berharga yang dapat kita ambil adalah budaya mencatat atau menulis terhadap apa yang dikerjakan. Misalnya Ketika mau mengadakan acara haul Mbah Munawarah atau Mbah Kyai Hamzah, Beliau selalu mencatat keperluan-keperluan yang akan dikerjakan. Mulai acaranya, pemasukan dan pengeluaran keuangan, selalu dicatat secara rapi. Ini mungkin karena pengalaman beliau saat berorganisasi di Jakarta atau tatkala menjadi Istri Yai Mahmud yang notabene sebagai kyai yang disiplin dalam hal administasi apapun. Sampai tahun-tahun bersama saya pun, dokumentasi catatan-catatan yang telah dia lakukan, yang akan dia kerjakan, masih tetap konsisten beliau lakukan. Ini mungkin disamping terbentuk oleh pengalaman, juga mengamalkan dawuh Allah Swt, “idha tadayantum bi daynin faktubu ila ajalin musamma” (apabila kamu melakukan akad utang piutang maka catatlah).
Tetapi walaupun dia disiplin dalam hal administrasi, Bu Nyai Tutik adalah pribadi yang dermawan, awehan, sejauh pengamatan saya. Ini kita buktikan dalam hidup sehari-hari, beliau sering kali memasak makanan dengan jumlah lebih dalam rangka dibagikan untuk saudara, tetangga, atau pengurus-asatidh Pondok Pesantren. Kalau silaturahim kepada sanak saudara selalu membawa oleh-oleh yang cukup, kalau ada saudara yang membutuhkan bantuan keuangan pasti oleh beliau dibantu baik dalam bentuk pemberian secara cuma-cuma atau melalui akad hutang-piutang, kalau ketemu keponakan, keluarga selalu memberi uang saku dan sebagainya, yang hal ini sudah memberikan korfirmasi bahwa Bu Nyai Tutik adalah seorang yang dermawan dibalik kehidupannya yang disiplin dalam bidang administrasi keluarga.
Maka satu hal penting yang beliau tekankan kepada anak-anaknya adalah perhatian sama sanak saudara, yang realisasinya adalah beliau adalah seorang yang gemar bersilaturahmi kepada saudara, baik yang dekat atau yang jauh. Misalnya kalau ada reuni, semua acara keluarga yang ada dan dia merupakan bagian dari acara, pasti beliau ikuti. Misalnya reuni bani keluarga ada tiga kelompok diikuti semua, reuni kelompok haji, acara sebagai istri pejabat dan sebagainya. Maka kadang saya pernah berkata kepada saudara yang lain, bahwa dalam sebulan maksimal ada lima minggu, itu menurut saya dan saudara yang lain pasti kurang menurut bu Tutik, mengingat beliau selalu menghadiri acara-acara itu.
Kelebihan lain dari Bu Nyai Tutik adalah aspek ibadah yang dia lakukan. Beliau adalah orang yang rajin, termasuk istiqamah dalam menjalankan ibadah. Ini terlihat dari shalat malam yang beliau lakukan, hobbi membaca al-Qur’an, rajin mengeluarkan shadaqah. Maka ketika saya dan saudara membicarakan proses bacaan bu nyai ini, kita selalu kalah dibanding beliau. Hal ini terlihat ketika beliau selalu membaca al-Quran dalam sehari-harinya. Kadang sampai 3-4 juz dalam seharinya. Sampai akhirnya sewaktu Yai Mahmud meninggal dunia, kita sebagai orang yang tinggal serumah menyarankan kepada beliau, mau menjalani Iddah wafat, selama 4 bulan 10 hari. Akhirnya dengan beliau menjalani Iddah ini, tampak barakah yang beliau dapatkan pasca meninggalnya Yai Mahmud. Misalnya mobilnya malah baru, beliau juga membeli tanah pekarangan yang baru, yang lebih prestisius lagi adalah beliau mendanai dan mendirikan unit asrama Hidayati Mahmud saat itu. Padahal Bu Nyai Tutik sudah tidak mendapatkan nafkah dari Yai Mahmud lagi, tetapi masih tetap mandiri, eksis bahkan aset ekonomi beliau bertambah. Maka berkat amal shalih beliaulah anak dan cucunya sekarang dapat memperoleh berkah dari apa yang beliau investasikan untuk masa-masa selanjutnya. Semoga amal shalih beliau diterima oleh Allah SWT. Aamiin
Pada tahun 2006, Bu Nyai Tutik ditawari tanah di depan rumah, dengan izin Allah beliau dapat membelinya berbekal manajemen keuangan yang beliau praktikkan. Padahal saat itu keluarga baru saja mempunyai hajat besar Bersama-sama, di antaranya pernikahan saya, disambung dengan satu keluarga menunaikan ibadah haji. Praktis secara logika ekonomi berat, untuk membeli tanah tawaran itu. Akhirnya yang saya tahu Bu Nyai Tutik keuangannya dicicil dari berbagai sumber ekonomi yang diefisiensikan oleh bu nyai. Dan Alhamdulillah berkat manajemen beliau tanah itu bisa terbelikan. Pada tahun 2007, tanah yang sudah dibeli itu dilanjutkan hajatnya dengan dibangun sebuah rumah dengan ukuran besar, juga atas permintaan Bu Tutik, dan pada tahun 2013 di bangun oleh beliau juga, menjadi satu asrama anak-anak santri yang bernama Hidayati Mahmud (HM).
Banyak pelajaran kita dapatkan dari Bu Nyai Astutik Hidayati, mulai dari sisi relasi sosial dengan berbagai macam orang ketika mendampingi Kyai Thohir Widjaya, pelajaran sebagai istri yang shalihah karena taat kepada suaminya Kyai Mahmud Hamzah, pelajaran sebagai ibu rumah tangga yang sayang kepada anak-anaknya, pelajaran sebagai manager keluarga yang tangguh, yang berhasil mengawal adik-adiknya, membesarkan putra-putrinya, pelajaran sebagai pengelola ekonomi keluarga yang mumpuni, artinya walaupun pemasukan tidak besar-besar tetapi kemudian dapat meraih hajat besar berkat manajemen Bu Nyai Tutik, pelajaran kesederhanaan dalam hidup. Walaupun beliau hidup ditengah kejayaan Kyai Thohir, tetapi beliau tidak berubah dalam kemandirian dalam hidup, sampai Bu Tutik dan Kyai Mahmud dapat membangun rumah sendiri, perkiraan sekitar tahun 2000-an pasca meninggalnya Kyai Thohir. Sebagai Hamba Allah Bu Nyai Tutik adalah hamba yang taat beribadah, baik ibadah wajib atau ibadah sunnah. Semoga amal shalihnya semua diterima oleh Allah, menempatkan nya di makam yang mulia bersama para shalihin dan shalihaat. Aamiin.
*Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal