Ngaji dan Ngabdi 73: Santri dan Potensi Wirausaha

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ سُئِلَ: أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Pada suatu hari Jeng Nabi ditanya oleh para sahabat, apa pekerjaan yang paling baik itu, Nabi menjawab, perbuatan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik.
Hadits ini memberikan pemahaman bahwa dalam ajaran islam pekerjaan yang paling baik kriterianya adalah dua hal. Pertama. Perbuatan seseorang dengan tanganya sendiri (amal al-rajul bi yadihi). Dalam hal ini dapat diartikan sebagai sebuah kemandirian seseorang dalam melakukan sesuatu, tanpa adanya ketergantungan dengan orang lain. Contoh kecil seorang muslim dapat menghasilkan karya sendiri, pemenuhan kebutuhan hidupnya sendiri, mampu menyelesaikan masalah hidupnya sendiri, tanpa harus merepotkan orang lain baik dalam keluarganya sendiri atau orang di luar keluarganya. Prinsip kemandirian seorang muslim dalam kehidupannya adalah suatu hal yang penting, sehingga dalam dirinya akan menampilkan sikap yang tangguh dalam menyelesaikan problematika kehidupan yang ada di sekitarnya yang begitu dinamis. Mulai masalah ekonomi, keluarga, social politik, keagamaan, budaya, yang semuanya menuntut seseorang untuk mandiri. Dengan kemandirian seorang muslim secara individu akan berimplikasi kepada kemandirian secara kolektif. Menjadi masyarakat muslim yang kuat, tangguh, bahkan akan memberikan manfaat yang besar dalam tatanan kehidupan manusia dan alam sekitarnya.
Kemandirian ini dihubungkan dengan kehidupan santri, sudah ada relevansinya, tatkala santri sejak dini dituntut untuk mandiri ketika menempat di Pendidikan Pesantren. Dia harus jauh dengan orang tua, dalam kegiatan sehari-hari dituntut berinisiatif sendiri, kalau tidak mempunyai kemandirian dalam kehidupannya, maka seorang santri akan ketinggalan dalam program-program pemberdayaan di Pesantren. Di Pondok Pesantren seorang santri mandiri dalam menyiapkan kegiatanyanya, mandiri dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, mandiri dalam menjalankan program pendidikannya, mandiri dalam hal berinteraksi social dengan lingkungannya. Maka pendidikan kemandirian di dunia pesantren akan lebih kuat dibanding dengan pendidikan non Pesantren.
Di samping itu dalam kemandirian seorang santri juga akan menumbuhkan sikap kreatifitas dalam dirinya. Santri tidak hanya melakukan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya pada saat ini, tetapi dia juga dapat melakukan pekerjaan yang visioner, predictable, menatap masa depan dalam kehidupannya. Misalnya dia sudah terbiasa melakukan pekerjaan yang visioner, pengandaian, memprediksi, perkiraan-perkiraan kemungkinan yang terjadi di masa-masa yang akan datang, kemudian menyiapkan solusinya. Dalam hal pemenuhan kebutuhan pokoknya, dalam hal belajarnya, dalam hal berpolitik, dalam hal mencari jodoh, biasanya dilakukan dengan dengan berdasar kreatifitas yang berbasis kemandirian. Apalagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, dengan perangkatnya yang memudahkan bagi seorang santri untuk berkreasi. Misalnya dalam hal penggunaan alat telekomunikasi informasi digital, begitu pesatnya perkembangan kreatifitas santri-santri. Itu dapat dilihat dari berbagai macam konten digital yang berkembang saat ini.
Kedua, adalah setiap jual beli yang baik. Dalam bahasa Islam baik adalah terminologi akhlaq yang perspektif hukumnya adalah sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam fiqih untuk realisasi kebaikan ini diformulasikan dalam syarat dan rukun perjanjian (akad) yang dilakukan. Artinya sebuah pekerjaan senyampang dilakukan memenuhi syarat dan rukunnya, aturannya, maka ini dapat dikatakan sah dalam kacamata hukum Islam. Sedangkan dalam hukum Islam sendiri sudah dimengerti mempunyai dimensi Ilahiyah, taabudiyah, juga nilai insaniyah yang rasional empiris. Maka dengan mendasarkan pekerjaan pada aturan hukum Islam berarti di dalamnya ada dimensi taabudiyah-nya, sekaligus aspek insaniyah humanisme.
Sehingga apa yang diajarkan oleh Nabi Saw dalam sabdanya itu dapat dipahami sebagai dasar-dasar pemberdayaan seorang muslim dalam mengembangkan potensi kreatifitasnya dengan berdasarkan tuntunan dasar islam yang mensinergikan dalam aspek ilahiyah dan aspek kemanusiaan sekaligus. Seorang santri dengan modal kemandirian dan kreatifitasnya didasari oleh norma-norma Islam, akan menjadikannya insan yang mulia baik di sisi manusia sesamanya, juga disisi Allah Swt. Itu dapat disaksikan dalam konten-konten digital media, betapa banyak kreatifitas santri dengan berbagai macam temanya, tetapi di dalamnya tetap memegang sisi-sisi akhlaqul karimah sesuai dengan ajarannya di Pondok Pesantren.
Dari latar belakang itu semua, kemarin kita mendapatkan tamu Bapak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr. H. Sandiaga Shalahudin Uno, memberikan motifasi kepada para santri di Pondok Pesantren supaya tumbuh menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan sikap sebagai entrepreneur, wiraswastawan. Karena dari pondok pesantren ini banyak potensi yang dapat dikembangkan oleh Pesantren, terutama potensi ekonomi kreatif berbasis digital yang begitu besarnya, yang harus digarap dengan fasilitas pemerintah. Pak Menteri dalam sambutanya memberikan kiat-kiat dalam menumbuhkan kreatifitas santri, di antaranya kerja cerdas, kerja tuntas, kerja ikhlas dan paparan-paparan menjadi santri sukses di masa yang akan datang.   Setelah memberikan sambutan Pak Menteri juga menyempatkan diri untuk berdiskusi kepada beberapa alumni Pondok Pesantren al-Kamal dalam forum bazar yang memamerkan produk-produk santri dan alumni mulai dari jamu herbal, beduk, fashion, percetakan, air mineral, produk digital, dan sebagainya. Semoga Santri Nusantara menjadi santri yang produktif kreatif dalam berbagai bidangnya demi kejayaan muslim dimasa yang akan datang. Aamiin.
*Pengajar UIN Tulungagung dan Khadim PP al-Kamal Blitar