Oleh : M. Khoirul Umam*
Presiden Indonesia Joko Widodo, melalui Keppres nomor 22 telah secara resmi menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional atau sering disingkat dengan HASANNAS. Ini merupakan perwujudan dari janji politik kampanye jokowi di salah satu pesantren di jawa timur. Terlepas dari pendapat yang mengatakan bahwa hari santri justru akan mengotak-kotak kan masyarakat, terlepas pula dari simpang siur kabar penetapannya ini, ada yang merasa penetapan HASANNAS ini ditunggangi oleh kepentingan politik atau semacamnya, namun secara luas masyarakat Indonesia khususnya muslimin Indonesia menyambut baik hal ini.
Telah banyak disebutkan tentang sejarah hari santri yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober ini. Yaitu tentang perjuangan para santri yang telah dibakar semangatnya oleh K.H. Hasyim Asy’ari untuk memerangi tentara kolonial belanda yang mengatasnamakan NICA. Yang lebih dikenal luas dengan “Resolusi Jihad” dengan mengultimatum kepada seluruh santri bahwa “memerangi penjajahan hukumnya fardhu ‘ain” yang pastinya oleh para santri fardhu ‘ain ini diartikan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan, apabila tidak maka akan mendapatkan dosa. Dan fardhu ‘ain ini kewajiban bagi setiap individu bukan hanya golongan atau perwakilan.
Para santri pimpinan K.H. Hasyim Asy’ari dengan semangat jihadnya pun berhasil menaklukkan belanda. Berhasil menewaskan lebih dari 2000 tentara belanda, bahkan dikisahkan bahwa Jenderal Malaby pun turut tewas dalam peristiwa yang berlangsung selama 3 hari berturut-turut itu yakni tanggal 27, 28, dan 29 Oktober 1945.
Sejarah inilah yang kemudian dapat membuktikan peran santri dalam kancah kenegaraan Indonesia. Santri tidak lagi dinilai sebagai makhluk bersarung dan berkopyah dengan bawaan andalan Kitab Kuning nya. Sejarah inilah yang kemudian mengingatkan para santri bahwa dalam hidup bernegara tidaklah cukup hanya belajar di bangku sekolah dan madrasah. Tetapi juga membutuhkan aksi nyata atas ilmu-ilmu yang selama ini mereka dapatkan. Seperti kaidah yang sudah tidak asing lagi di telinga para santri yaitu “العلم بلا عمل كالشجر بلا ثمرة” ilmu tanpa aplikasi / perwujudan bagai pohon yang tidak berbuah.
Dengan adanya hari santri pula-lah para santri diingatkan betapa saat ini kita (para santri) sudah diberikan kenikmatan yang luar biasa oleh Allah SWT. Yaitu nikmat iman, islam dan ihsan serta nikmat kebebasan mempelajari, mangajarkan dan mengamalkan ilmu-ilmu agama Islam berkat perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari dan pasukannya pada tanggal 22 Oktober 1945. Sehingga serasa menjadi Hari Kemerdekaan kedua setelah tanggal 17 Agustus.
Dengan adanya peringatan hari santri, santri kembali digugah dari tidur nyenyak nya di bangku pesantren / madrasah. Mereka diingatkan untuk membebaskan diri dari ke-jumud an, keterpurukan,dan ke-tertinggalan. Santri tidak lagi dituntit untuk memerangi kolonial, namun memerangi kebodohan dan stagnasi pengetahuan.
*merupakan santri aktif Pon Pes Terpadu Al-Kamal (yang masih harus banyak belajar)