Kimiya' Sa'adah Lil Imam Al-Ghozali #10  Apakah Simbol Kemuliaan Manusia?
{{Gajah yang besar dikendalikan oleh anak kecil yang ringkih}}
Al-Ghozali berkata; Ketahuilah – Semoga Allah memberi petunjuk pada diriku dan kalian ke jalan orang-orang taqwa – bahwa sahwat dan amarah yang dijadikan dalam hewan-hewan juga tercipta dalam diri anak adam. Namun dalam diri anak adam terdapat sesuatu lain yaitu cahaya akal sebagai perangkat tambahan yang tidak Allah SWT berikan kepada makhluk lain. Hal ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk mulia dari pada yang lain.
Susunan manusia yang berdasarkan sahwat, amarah dan akal tadi harus termanage secara baik. Manusia yang terbelenggu akalnya pada batasan – batasan sahwat dan amarah atau dia tidak mau memanfaatkan cahaya akalnya maka dia turun pada martabat binatang. Manusia-manuisa seperti inilah yang dinamakan binatang dengan wujud manusia. Oleh karena itu Allah SWT mencela kaum kafir karena makan minum, sahwat dan amarahnya menyebabkan mereka turun dari derajat manusia kepada derajat hewani. Celaan Allah SWT kepada orang kafir ini terabadikan di Qur’an surah muhammad ayat 12:

وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ

Terjemah;
Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) nerakalah tempat tinggal bagi mereka. {{Surah Muhammad : 12}}.
Al-Imam Al-Qusyairi radiyaAllah ‘anhu berkata; Hewan-hewan itu makan apa saja tanpa memilah dan memilih, bahkan di setiap waktu hewan itu makan tanpa terjadwal. Sama halnya dengan orang kafir, pada hadist disebutkan:

“أنّ الكافرَ يأكلُ في سبعةٍ أمعاءٍ”

Terjemah:
Orang kafir itu makan padahal usus/perutnya itu kenyang.
Lain halnya dengan orang mukmin. Orang mukmin cukup dengan makan sedikit. Ini sesuai dengan hadist;

..إن كاَنَ وَلاَبّدَ فثلثٌ للطّعام، وثلثٌ للشّراب، وثلثٌ للنفس

Terjemah;
mengajarkan untuk mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman, dan sepertiga lagi nafas.
Secara medis, pola makan seperti ini akan mendatangkan manfaat bagi tubuh dan hati. Dalam redaksi lain dalam hadist disebutkan;
“Tiada tempat yang paling buruk yang dipenuhi oleh manusia daripada perutnya. Cukup bagi anak Adam beberapa suap saja untuk menegakkan tulang belakangnya. Jika tidak, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk air, minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”
Sahabat Rasulullah SAW, Abu Hurairah sebetulnya pernah makan sampai kenyang di hadapan Rasulullah SAW. Bahkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW yang lain pun beberapa kali makan sampai kenyang namun tidak dilarang. Dari sini bisa disimpulkan, rasa kenyang setelah makan terkadang diperbolehkan. Namun bukan berarti makan sampai kenyang ini menjadi kebiasaan para sahabat Nabi. Al Qurthubi menyampaikan kisah dari Abu Al Haitsam, suatu ketika Rasulullah SAW dan para sahabat menyembelih domba dan mereka makan sampai kenyang. Ini menjadi bukti bahwa memang makan sampai kenyang dibolehkan.
Meski demikian, yang dikhawatirkan ketika makan sampai kenyang bisa menyebabkan malas dan enggan beribadah. Hal inilah yang kemudian akan mendatangkan keburukan. Kekenyangan akan mematikan akal, sebab itu orang mukmin menyedikitkan makan. Akal sebagai piranti khusus yang ada dalam diri manusia bisa menghantarkannya mengetahui Allah SWT melalui perenungan, refleksi mendalam dari alam semesta, ciptaan Allah SWT sebagai dalil bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Sempurna. Hal ini akan berakibat manusia menjadi bertambah iman, keyakinan, pengetahuan, kecintaan dan kedekatan kepada Sang Pencipta.
Dengan mengoptimalkan akal seseorang memurnikan diri dari amarah dan sahwat lalu menjadikannya di bawah kendali akal serta mengarahkannya kepada hal-hal yang bisa mendatangkan nilai-nilai kemanfaatan (mashalih). Artinya manusia menjadikannya sebagai kendaraan/wasilah untuk ber-ubudiyah, menghamba kepada Allah SWT seperti malaikat-malaikat sehingga manusia bisa berbahagia dengan menundukan amarah dan sahwat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT;

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Terjemah;
Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.
Ditulis oleh : Afrizal Nurali Syahputra, M.Pd., (Wakil Ketua Pengurus Pusat PPTA)
Terjemah Kimiya’ Sa’adah Lil Imam Al-Ghozali