Spesial Ramadhan (Edisi 07) : Kemasukan Air Saat Mandi, Batalkah Puasanya?
Kondisi lapar dan dahaga saat puasa menuntut seseorang untuk mencari kesegaran lewat mandi, entah apapun motivasi dan tujuannya. Saat mandi, secara tanpa sengaja, terkadang air masuk ke dalam anggota tubuh. Mungkin, karena terlalu keras mengalirkan (menggrujug) air atau saat membersihkan kotoran di telinga atau lubang hidung terlalu dalam. Lantas, apakah hal demikian dapat membatalkan puasa?
Pembaca yang budiman. Memasukkan air ke dalam anggota tubuh di saat puasa pada dasarnya membatalkan puasa. Namun, jika dilakukan dalam keadaan tidak disengaja, maka menjadi tidak membatalkan. Hanya saja, logika hukum ini tidak berhenti sampai sini saja. Fuqaha telah merumuskan beberapa batasan untuk dapat dinyatakan batal atau tidak bilamana terdapat air masuk ke dalam salah satu lubang tubuh manusia. 
Dalam menyikapi masalah ini, Syekh Abi Bakar Syatha al-Dimyathi telah memetik kesimpulan hukum secara sistematis tentang masuknya air atau benda lain melalui lubang tubuh. Kesimpulan beliau adalah sebagai berikut:

وَالحَاصِلُ: أَنَّ الْقَاعِدَةَ عِنْدَهُمْ: أَنَّ مَا سَبَقَ لِجَوْفِهِ مِنْ غَيْرِ مَأْمُوْرٍ بِهِ يُفْطِرُ بِهِ؛ أَوْ مِنْ مَأْمُوْرٍ بِهِ وَلَوْ مَنْدُوْبًا لَمْ يُفْطِرْ.

“(Kesimpulan) Adapun kaidah versi fuqaha (tentang permasalahan ini) adalah bahwa bilamana terdapat sesuatu yang masuk ke dalam lubang dari aktivitas yang tidak dianjurkan oleh syariat, maka membatalkan puasa; atau dari aktivitas yang dianjurkan syariat, meskipun sunah, maka tidak membatalkan.” 

وَيُسْتَفَادُ مِنْ هَذِهِ الْقَاعِدَةِ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ: الأَوَّلُ: يُفْطِرُ مُطْلَقًا -بَالَغَ أَوْ لَا- وَهَذَا فِيْمَا إِذَا سَبَقَ المَاءُ إِلَى جَوْفِهِ فِي غَيْرِ مَطْلُوْبٍ كَالرَّابِعَةِ، وَكَانْغِمَاسٍ فِي الْمَاءِ -لِكَرَاهَتِهِ لِلصَّائِمِ- وَكَغُسْلِ تَبَرُّدٍ أَوْ تَنَظُّفٍ.

“Dari kaidah ini, dapat diambil tiga kategori: Pertama, membatalkan secara mutlak, baik berlebih-lebihan atau tidak. Hal ini terjadi pada kasus masuknya air ke lubang tubuh pada aktivitas yang tidak dianjurkan oleh syariat, seperti basuhan keempat dalam wudu, menyelam di dalam air (karena hal demikian dihukumi makruh bagi yang berpuasa), dan mandi untuk menyegarkan tubuh atau membersihkan badan” 

الثَّانِي: يُفْطِرُ إِنْ بَالَغَ، وَهَذاَ فِيمَا إِذَا سَبَقَهُ المَاءُ فِي نَحْوِ المَضْمَضَةِ المَطْلُوْبَةِ فِي نَحْوِ الوُضُوءِ

“Kedua, membatalkan jika dilakukan berlebihan. Hal ini terjadi pada kasus masuknya air semisal pada kejadian berkumur yang dianjurkan dalam wudhu” 

الثَّالِثُ: لَا يُفْطِرُ مُطْلَقًا، وَإِنْ بَالَغَ، وَهَذَا عِنْدَ تَنَجُّسِ الْفَمِّ لِوُجُوبِ الْمُبَالَغَةِ فِي غَسْلِ النَّجَاسَةِ عَلَى الصَّائِمِ وَعَلَى غَيْرِهِ لِيَنْغَسِلَ كُلُّ مَا فِي حَدِّ الظَّاهِرِ

“Ketiga, tidak membatalkan secara mutlak, meskipun berlebihan. Hal ini terjadi ketika mulut terkena najis. Oleh karenanya diwajibkan menggrujug secara berlebih ketika membasuh najis pada orang yang berpuasa atau selainnya, supaya setiap anggota tubuh yang berada pada batas luar (lahiriyah) dapat terbasah” (Abi Bakr Syatha al-Dimyathi, I’anath al-Thalibin ‘ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in, [Beirut: Dar al-Fikr, 1997], Juz 2, Hal 265)
Dari kesimpulan hukum di atas, ketika terjadi kemasukan air tanpa disengaja pada saat mandi biasa atau mencuci muka dan yang semisalnya dengan tujuan untuk menyegarkan tubuh tanpa adanya kehati-hatian, maka ini dianggap membatalkan puasa. 
Begitu juga ketika berkumur saat wudu. Jika dilakukan secara berlebihan dan tertelan, maka dapat membatalkan puasa juga. Adapun ilustrasi mubalaghah yang dimaksud, misalnya ketika seseorang berkumur dengan cara memenuhi area mulut dengan air, sehingga ruang dalam mulut menjadi sesak akibat volume air yang penuh. Dengan ruang sempit tersebut, pada akhirnya secara reflek menjadi tertelan. Hal demikian tentu membatalkan puasa. 
Dalam kaitannya dengan berkumur, Ibn Hajar al-Haitami berpendapat: 

(وَلَوْ سَبَقَ مَاءُ الْمَضْمَضَةِ أَوِ الِاسْتِنْشَاقِ إلَى جَوْفِهِ) الشَّامِلِ لِدِمَاغِهِ أَوْ بَاطِنِهِ (فَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ إنْ بَالَغَ) مَعَ تَذَكُّرِهِ لِلصَّوْمِ وَعِلْمِهِ بِعَدَمِ مَشْرُوعِيَّةِ ذَلِكَ (أَفْطَرَ)، لِأَنَّ الصَّائِمَ مَنْهِيٌّ عَنِ الْمُبَالَغَةِ كَمَا مَرَّ. وَيَظْهَرُ ضَبْطُهَا بِأَنْ يَمْلَأَ فَمَهُ أَوْ أَنْفَهُ مَاءً بِحَيْثُ يَسْبِقُ غَالِبًا إلَى الْجَوْفِ

“Apabila air kumur atau air pembersihan hidung itu masuk ke lubang tubuh yang mengarah pada otak dan bagian dalam tubuh, maka menurut pendapat mazhab jika dilakukan secara berlebihan, di satu sisi ia mengerti sedang dalam keadaan berpuasa dan mengerti tentang larangan tersebut, maka dapat membatalkan puasa, sebab orang berpuasa dalam kondisi ini dilarang untuk melakukannya secara berlebihan. Jelas sekali batasan berlebihan adalah sekiranya mulutnya penuh dengan air atau hidungnya penuh dengan air, sehingga masuk tanpa sadar ke dalam lubang tubuh” (Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1983], Juz 3, Hal 406).
Pemahaman di atas memiliki pengecualian pada kasus mandi wajib. Dalam mandi wajib, memang terdapat kewajiban untuk meratakan air ke seluruh tubuh hingga area lubang, lipatan, maupun kulit bagian luar. Semuanya wajib terbasuh tanpa terkecuali. Oleh karenanya, terkadang tanpa disengaja air-air dapat masuk lewat lubang telinga atau lubang hidung. Sehingga, karena memang terdapat tuntutan syarak, maka jika dilakukan tanpa sengaja hukumnya tidak membatalkan puasa. Begitu pula berlaku pada mandi yang disunahkan, selama tidak dilakukan secara berlebihan dalam mengalirkan/menggrujug air. 
Saran kami kepada seluruh pembaca yang sedang berpuasa untuk hati-hati dan waspada jika bersinggungan dengan air, agar memakainya dengan baik dan benar, jangan sampai masuk ke area tubuh bagian dalam supaya tidak membatalkan puasa. Wallahu a’lam…
*   *   *   *
*Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H: Dewan Asatidz PP Terpadu Al Kamal Blitar.