Ngaji dan Ngabdi 33 : Falsafah Maulid Nabi Saw dan Hari Santri (Catatan dari Pesantren al-Kamal Blitar)
Maulud disebut dengan isim maf’ul yang berarti orang yang dilahirkan, maka ketika disandarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, Maulud Nabi berarti Jeng Nabi Muhammad yang dilahirkan.  Sedangkan istilah maulid menggunakan isim zaman yang berarti waktu kelahiran. Jika disandarkan kepada jeng Nabi Saw menjadi Maulid al-Nabi, berarti waktu dilahirkannya jeng Nabi Muhammad Saw. Bulan ini Rabi’u al-awal adalah bulan dilahirkannya jeng Nabi Muhammad Saw. Umat Islam di seluruh dunia merayakannya dengan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran panutan, junjungan kita yang mulia. Maka ekspresi kegembiraan sebagai wujud syukur diungkapkan oleh masyarakat muslim dunia dalam rangka merayakannya. Ihtifal (perayaan) maulid Nabi diisi dengan berbagai macam acara, di antaranya dengan membaca shalawat atas Nabi Saw, dhikir bersama, membaca perjalanan hidup dan perjuangan Rasulullah Saw, memperbanyak shadaqah, membaca al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar jeng Nabi Saw. mengadakan pengajian, membuat pamflet atau tulisan-tulisan untuk pesan-pesan risalah kenabian dan sebagainya.
Dasar pelaksanaannya sesuai dengan dawuh Allah Swt dalam surat Yunus, 58;

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

(Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.”
Relevan dengan dawuh itu masyarakat muslim merasa beryukur dan bergembira atas kedatangan dan kelahiran jeng Nabi Muhammad Saw. Terutama dikaitkan dengan ajaran-ajaran yang dibawanya tentang risalah tauhid, al-Qur’an dan sunnah-sunnah yang telah mengarahkan umat manusia menjadi hamba yang mulia, umat terbaik, sebagai khalifah di muka bumi, yang menebar kasih sayang dan rahmat. Sesuai dengan dawuh Allah Swt, Al-Anbiya’,107;

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

(Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam).
Artinya kita sebagai muslim yang taat merasakan betul rahmat diutusnya jeng Nabi Saw dan seperangkat ajarannya yang telah kita yakini dan amalkan. Kita berilustrasi, bagaimana seandainya jeng Nabi Muhammad dan ajarannya tidak diturunkan Allah Swt ke Muka bumi? Tentu umat manusia ini akan mengalami kegelapan peradaban di dunia ini. Manusia tidak bisa membedakan mana yang haq dan bathil, yang benar dan salah, yang wajib dan yang haram, ajaran tentang ketuhanan, ajaran tentang interaksi sosial dalam berbagai ragam budaya di muka bumi, niscara akan mengalami free value, bebas nilai, tanpa sentuhan ajaran-ajaran mulia, yakni agama Islam.
Maka ekspresi kegembiraan dalam maulud Nabi ini sebagai sesuatu yang bernilai teologis karena didasarkan kepada nilai-nilai normatif Nash, juga berdasarkan pemikiran rasional, untuk berterima kasih, bersyukur kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw. Apalagi umat muslim nusantara ini yang mempunyai budaya slametan dan tradisi berterimakasih yang tinggi, acara maulud Nabi ini menemukan momentumnya, dijalani dengan gembira, suka cita, kompak tanpa memperdulikan latar belakang sosial apapun, semua bersyukur atas kelahiran jeng Nabi Saw. Bahkan sebagian kalangan dalam memperingati kelahiran jeng Nabi ini diekspresikan dengan berpakaian serba baru, shadaqah dengan makanan yang lezat, berbagai ekspresi diungkapkan di bulan Rabiul awal ini, sebagai ungkapan ekspresinya, juga relevan dengan obyek syukurannya yakni hamba yang paling mulia, jeng Nabi Muhammad Saw. Maka perayaannya pun harus dilakukan sesuai sesuatu yang terbaik dari apa yang kita lakukan dan kita punyai. Artinya peringatan maulid Nabi, dapat disesuaikan dengan kebiasaan baik dari masyarakat setempat, senyampang sesuai dengan akhlaqul karimah yang diajarkan oleh Rasulullah. Dalam hal ini berarti Maulud Nabi dapat didekati dengan pendekatan empiris masyarakat muslim, karena dalam wilayah tertentu mempunyai budaya, atau adat tertentu pula. Sesuai dengan pendapat dari Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani, mengatakan, ”Sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi Saw merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya”
Dalam pendekatan historis kesejarahan tentang kelahiran jeng Nabi Saw, disebutkan sebuah Riwayat, “Urwah berkata, Tsuwaibah adalah budak Abu Lahab. Ia dimerdekakan oleh Abu Lahab, untuk kemudian menyusui Nabi. Ketika Abu Lahab meninggal, sebagian keluarganya bermimpi bahwa Abu Lahab mendapatkan siksa yang buruk. Di dalam mimpi itu, Abu Lahab ditanya. Apa yang engkau temui? Abu Lahab menjawab, aku tidak bertemu siapa-siapa, hanya aku mendapatkan keringanan di hari Senin karena aku telah memerdekakan Tsuwaibah”. Ini menunjukkan bahwa seorang Abu Lahab, karena kegembiraanya atas kelahiran Rasulullah, kemudian melakukan kebaikan, mendapatkan berkahnya dari Allah Swt.
Dari sejarah kekhilafahan juga disebutkan bahwa perayaan maulid Nabi, masa awal dilakukan oleh raja di Baghdad, sebagian yang lain menyebutkan bahwa perayaan maulid Nabi dilakukan oleh dinasti Fatimiyah di Mesir. Terlepas dari perbedaan ini, membuktikan para ulama dan pelaku sejarah Islam awal pun juga melakukan seremonial perayaan kelahiran jeng Nabi Saw, sesuai dengan tradisinya dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Sebagian ada yang melantunkan syiir-syiir pujian terhadap Nabi Saw, Sebagian yang lain melaksanakan dengan slametan, shadaqohan sebagai sarana tawassul tercapainya harapan-harapan, cita-cita kebahagian dunia dan akhirat.
Dalam konteks Pondok Pesantren Terpadu al-Kamal, Maulid Nabi ini, seiring dengan perayaan Hari Santri Nasional. Mungkin bersamanya dua tema ini memang kebetulan waktu terjadinya adalah beriringan, sehingga untuk melaksanakan acara agar lebih ringkas dilakukan perayaan secara berangkaian. Di mulai dengan pembacaan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Selasa, yang dilakukan oleh unit masing-masing asrama, kemudian Rabu malam Kamis adalah acara shalawat Nabi Saw yang dilakukan secara bersama-sama seluruh santri, kemudian pada hari Kamis pagi khataman al-Qur’an oleh para santri dibawah Ikatan Alumni al-Kamal (Ikmal), kemudian malam jumatnya nya dilakukan dhikir bersama dan pengajian oleh alumni al-Kamal seluruh angkatan. Pada hari Jumatnya dilanjutkan dengan apel Hari Santri Nasional. Harapannya dari rangkaian acara ini tentunya adalah syukuran atas kelahiran jeng Nabi Saw dan mengenang perjuangan para santri dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2015 sampai sekarang.
Jika ditarik benang merah antara acara Maulid Nabi dan Hari Santri sebenarnya untuk mengenang kembali perjuangan Rasulullah, juga perjuangan para ulama sebagai pewaris Nabi, dalam membangun bangsa Indonesia. Maka dalam hal ini dipertemukan sisi kenabian dan sisi keulamaan. Yang ini disebutkan dalam sebuah dalil

العلماء ورثة الانبياء

(ulama adalah para pewaris Nabi).
Peringatan maulid Nabi Saw dan peringatan hari santri ini dapat menjadikan Hadits nabi itu sebagai sebuah dasar pelaksanaanya. Dimana bertemunya dua istilah dalam satu tujuan yakni sebaga penyampai ajaran, risalah Islamiyah di muka bumi. Nabi Muhammad adalah penyampai risalah tauhid yang diutus langsung oleh Allah Swt, maka para ulama adalah pelanjutnya, yang meneruskan dalam mengajarkan risalah kepada umat manusia, membawa risalah kenabian kepada umatnya. Untuk itu pelaksanaan maulid dan hari santri di PP Terpadu al-Kamal ini sebagai amaliyah yang relevan dengan pesantren sebagai sebuah institusi yang di dalamnya ada ulama dan santri yang merupakan kader-kader ulama. Semoga dengan maulid ini, kita semua memang benar-benar umat Muhammad yang istiqamah melanjutkan perjuangan menyampaikan risalah dalam bentuk sunnah-sunnah yang mulia, juga sebagai umat yang selalu berpegang teguh kepada dawuh-dawuh ulama dan kyai panutan. Sehingga di dunia ini berkumpul dengan orang-orang yang mulia, di akhirat juga bersama-sama mempunyai derajat yang mulia juga. Aamiin.