Ngaji dan Ngabdi 40: Para Pendusta tidak Bisa Menghindar dari Siksa (Serial Pengajian Tafsir Jalalayn Malam Sabtu)
Pada ayat sebelumnya, Allah Swt memberikan penjelasan tentang tanda-tanda kekuasaanya dalam menjadikan bumi sebagai tempat bagi yang hidup atau yang mati, bumi yang diciptakan dalam keadaan seimbang, dijaga keseimbangannya dengan adanya banyak gunung di atasnya. Juga untuk memenuhi kebutuhan hambanya Allah juga menjadikan air yang dapat diminum. Besarnya anugerah Allah bagi hambanya ini seharusnya disyukuri, dinikmati, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. Kewajiban syukur ini sudah menjadi keniscayaan bagi seorang hamba, sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt. Tetapi bagi orang-orang kafir yang mengingkari bukti-bukti kuasa Allah ini akan mendapatkan celaka yang besar, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Di ayat surat 29-34 ini nampaknya Allah menjelaskan tentang bukti kuasa Allah lagi, dengan menjelaskan keadaan siksa api neraka yang tidak dapat ditolak oleh orang-orang kafir.

انْطَلِقُوۡۤا اِلٰى مَا كُنۡتُمۡ بِهٖ تُكَذِّبُوۡنَ‌, اِنْطَلِقُوۡۤا اِلٰى ظِلٍّ ذِىۡ ثَلٰثِ شُعَبٍۙ

“Pergilah kamu kepada apa yang dahulu nya kamu mendustakannya. Pergilah kamu ke naungan yang mempunyai tiga cabang”
Ayat-ayat ini masih menjelaskan tentang keadaan hari kiamat bagi mereka-mereka yang mengingkarinya. Pada ayat ini diancam para pengingkar kuasa Allah tentang hari kebangkitan. Pada ayat 29-30 surat al-Mursalat di atas disuruh untuk pergi kepada adhab Allah yang selama di dunia mereka terus-menerus mengingkarinya (mendustakaannya). Para pendusta itu disuruh menuju kepada asap api yang bercabang tiga (ila dzillin dhitsalatsi syu’ab). Dalam Tafsir Jalalayn diartikan asab neraka apabila naik ke atas akan terpecah menajadi tiga bagian, karena besarnya asap itu. Dalam Hasyiyah Shawi al-Maliki dijelaskan bahwa tiga cabang kobaran api ini berada di atas orang kafir, di sisi kanannya, dan sisi kirinya.

لا ظَلِيۡلٍ وَّلَا يُغۡنِىۡ مِنَ اللَّهَبِؕ, اِنَّهَا تَرۡمِىۡ بِشَرَرٍ كَالۡقَصۡرِ‌ۚ‏, كَاَنَّهٗ جِمٰلَتٌ صُفۡرٌ

“Yang tidak melindungi dan tidak pula menolak kobarannya api neraka. Sesungguhnya ia melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning”
Selanjutnya pada ayat yang ke 31, sifat dari api neraka itu tidak melindungi (la dzalilin) kepada pendusta dan juga tidak menolak (wa la yughni) jilatan kobaran apinya.  Kemudian pada ayat 32-33 menjelaskan bahwa api neraka itu melontarkan kobaran api yang besarnya bagaikan istana, seolah-olah itu adalah iringan unta yang berwarna kuning. Pertama, Allah mempersamakan kobaran api bagaikan istana dalam hal bentuk dan besarnya, kedua mempersamakan dengan unta yang berwarna kuning dalam banyak dan silih bergantinya, ketercampurannya satu dengan yang lain, dan silih bergantinya.

وَيۡلٌ يَّوۡمَٮِٕذٍ لِّلۡمُكَذِّبِيۡنَ

Maka ayat 34 mengatakan kecelakaan yang besar di hari kiamat bagi orang-orang yang mengingkari kebesaran Allah. Hal ini dikarenakan para pendusta ketika menuju kepada siksa api neraka dengan gambaran sifatnya yang besar, tidak dapat dihindari dari berbagai arahnya, baik atas, kanan atau arah kiri, maka para pendusta tidak akan terlindungi atau menghindar dari jilatan api neraka. Ini juga membuktikan akan kepastian dari siksa di neraka atas kehendak Allah Swt.
Inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian bagi kita, bahwa paparan siksa yang diterima oleh orang yang mendustakannya adalah pasti, di hari kiamat seorang pendusta lagi-lagi akan tidak berdaya. Kondisi sebaliknya orang yang ingkar kepada siksa Allah di hari kiamat, Ketika di dunia sangat mungkin berperilaku meremehkan pertanggung jawaban perbuatan, mengabaikan balasan atau tidak mau bersyukur atas apa yang dia dapatkan, yang selalu bisa mereka nikmati saat hidup di dunia, atau bahkan keingkarannya itu tertutupi oleh kemuliaan hidup selama di dunia. Maka nanti di akhirat para pendusta akan mendapatkan siksa, dalam keadaan hina, dan tidak dapat berbuat apa-apa kecuali dia merasakan siksa, sebagai bentuk celaka yang besar bagi mereka. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
*Pengajar UIN Satu Tulungagung, Pengasuh PP al-Kamal Dan Pengurus NU Kabupaten Blitar