Ngaji dan Ngabdi 51: Santri dan Keberkahan Hidup
Menjadi santri adalah anugerah dari Allah Swt, yang harus disyukuri oleh setiap muslim yang mendapatkan kesempatan menjadi anggota di Pondok Pesantren al-Kamal Blitar. Durasinya memang berbeda-beda sesuai dengan ketenangan bathin selama nyantri di Pesantren, ada sebagian yang 20 tahun sampai yang paling singkat hanya 3 tahun. Dari durasi itu sesuai dengan amal perbuatan masing-masing dalam menggapai ilmu yang dicita-citakan, yakni manfaat dan berkah dunia akhirat, manfaat baik diri sendiri atau untuk masyarakat secara umum. Sesuai dawuh Rasul, Khayr al-Nas Anfauhum li al-Nas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
Maka untuk mengukur kesuksesan seorang santri, tidak bisa diukur dengan standar kuantitatif sederhana dari hasil penilaian rapot atau transkip nilainya selama di bangku madarasah. Tetapi mari menyongsong kesuksesan di masa depan masing-masing sesuai dengan garis kehidupan yang diusahakan. Sebagian mungkin ada yang aktifis organisasi keagamaan, sebagian ada yang menjadi pegawai, sebagian ada yang menjadi pejabat publik, sebagian ada yang menjadi praktisi hukum, praktisi Pendidikan, aktifis partai politik, enterpreuner, petani, mubaligh, kyai dan sebagainya. Semua dapat diraih oleh setiap santri yang memanfaatkan ilmunya di kehidupannya yang akan datang. Semakin dia berperan di tengah masyarakatnya, semakin dia bermanfaat dan inilah kesuksesan seorang santri, apabila dia dapat mengamalkan ilmunya, ketika sudah kembali di masyarakatnya.
Kali ini saya hanya akan berpesan beberapa hal: 1. Berpeganglah teguh kepada Al-Qur’an, Hadits, dan aqidah ahl Sunnah wa al-jamaah, 2. Mengikuti dawuh-dawuh para guru, 3. Menyambung tali silaturahim kepada Pesantren, para guru dan sanak kerabat, 3. Istiqamah dalam ilmu dan amal, 4. Kreatif dalam menyelesaikan setiap masalah, 5. Bertindak secara humanis kepada sesama, 6. Selalu berusaha untuk mencari keberkahan dalam hidup, berbakti kepada kedua orangtua, 7. Selalu giat dalam berusaha, 8. Qanaah dengan bagian kehidupannya, 9. Sabar dengan suatu ketiadaan, 10. Selalu hormat kepada yang tua dan menyayangi yang muda, 11. Rajin beribadah kepada Allah Swt.
Beberapa pesan diatas adalah suatu kelaziman bagi kita sebagai bagian dari keluarga, anggota masyarakat atau hamba Allah yang selalu berbuat salah dan lupa. Maka dari itu sikap pemaaf dengan dibarengi ketawadhu’an adalah sebuah sikap santri yang akan mendapatkan kemuliaan hidup. Sebagaimana dawuh, man tawadha’a rafa’ahu Allah, barang siapa merendah maka Allah akan mengangkat derajatnya.
Ada satu ayat yang mungki dapat dijadikan pedoman dalam bermasyarakat, yaitu,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96)
Dalam Tafsir fi Zhilal al-Qur’an, Sayid Qutub mengatakan, berkah-berkah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa secara tegas dan meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak diperinci dan tidak ditentukan batas-batasnya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash Al-Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber dari semua lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia adalah berkah dengan segala macam warnanya, dengan segala gambaran dan bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada orang beriman dan bertakwa ialah bahwa keberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu yang jumlahnya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan, keamanan, kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis, bahkan menunggu kehancuran. Paparan ayat di atas juga menjelaskan adanya keberkahan dalam sebuah wilayah. Dan bisa jadi barokah tidak hanya dalam wilayah atau tempat, dapat juga menyangkut keluarga yang barokah, rizki yang barokah, umur yang barokah, makanan yang barokah dan sebagainya.
Selain itu keberkahan hidup yang menjadi harapan seorang santri atau muslim taat di mulai sejak dia menuntut ilmu di Pesantren. Ketika di pesantren seorang santri berusaha dengan sungguh-sungguh, harapan-harapan yang diidamkan, termasuk adalah keberkahan suatu saat di masa yang akan datang tentu akan dia dapatkan. Kesungguhan dalam berusaha itu bisa jadi dari sisi belajarnya yang tidak pernah putus asa, ketaatan dia kepada seorang guru, ketaatan dia dalam beribadah kepada Allah, latihan-latihan ruhaniyah yang selalu dia jalankan, bermuamalah secara baik kepada sesama temannya, juga termasuk katagori kesungguhan, yang itu semua semacam saving (tabungan) baginya, yang akan datang dapat dia unduh keberhasilannya. Maka mari kita bersyukur kepada Allah ditaqdirkan menjadi bagian dari santri pondok Pesantren, ini adalah sebuah proses menuju kesuksesan, keberkahan hidup yang harus selalu kita perjuangankan Bersama-sama, untuk tercapainya cita-cita pribadi atau memperjuangakan keluhuran Agama kita (li I’lai Kalimatillah hiya al-ulya).
Juga patut kita belajar dari sejarah kehidupan para ulama, para pejuang islam, para pemikir Muslim, pejuang bangsa Indonesia ini. Kesuksesan mereka, keberkahannya dapat dibaca oleh para generasi-generasi selanjutnya. Ini adalah karakteristik ilmu, yang patut kita ambil pelajaran. Artinya tatkala kita berbuat demi ilmu, disitu sebenarnya kita investasi dalam dunia ilmu, terutama dalam membentuk generasi-generasi ilmiyah di masa-masa yang akan datang. Contohnya adalah Kyai Khalil Bangkalan, Kyai Nawawi Banten, Kyai Hasyim Asyari Tebuireng, Kyai Abdul Karim Lirboyo, Kyai Thohir Wijaya Kunir Blitar dan kyai-kyai yang lain. Ketersambungan ilmiyah dalam diri mereka dimulai sejak proses ilmiyah mereka, bersambung dan tidak terputus sampai sekarang, dari generasi ke generasi yang kemanfaatan dan keberkahanya dapat dirasakan, dibuktikan, baik melalui kader-kader kyai yang mereka didik, situs-situs pesantren dimana mereka berjuang, sampai karya-karya kitab yang dapat dikaji di berbagai negara Muslim. Ini adalah I’tibar bagi kita sebisa mungkin belajar dari ulama-ulama masa lalu, baik dari sisi visi, misi dan bukti empiris. Semoga kita semua dapat melanjutkan perjuangannya, mendapatkan barakahnya, dan diakui santri-santrinya sampai di akhirat kelak.
Zaman ini dinamis, dahulu ketika Islam disebarkan oleh wali songo di Jawa ataupun Nusantara mempunyai tantangannya sendiri, begitu pula bagi kader-kader santri mempunyai tantangannya sendiri, yang bisa jadi lebih berat, dibanding dengan ketika Islam datang di Indonesia. Dahulu tantangan berupa animisme, atheisme dan paham-paham lokalitas kala itu, sekarang tantangannya adalah isu-isu global yang mendunia. Bisa jadi seorang santri hidup di Indonesia, tetapi tantangan perjuangan dakwahnya adalah paham-paham global dari berbagai dunia, masuk di bumi Nusantara ini. Paham transnasional ini bisa jadi dapat membangkitkan semangat perjuangan, membuat seorang menjadi lebih baik dari kultur yang dia jalani selama ini, atau boleh jadi paham yang beredar adalah sesuatu yang merusak tatanan yang sudah mapan. Ini menjadi pekerjaan rumah sendiri bagi santri untuk lebih cerdas dalam menyikapi tantangan dakwah di masa-masa yang akan datang. Belum lagi kalau seorang santri dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan ekonomi, ini adalah hal yang berat, menuntut dia untuk kreatif supaya tidak ketinggalan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sebagaimana diingatkan oleh dawuh, ”kada al-faqru an yakuna kufran”, kefakiran dapat mendekatkan seseorang menjadi kafir. Sejak awal oleh para pendahulu diingatkan bahwa benturan ekonomi di masa kapanpun akan menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang, terlebih zaman sekarang, yang nampaknya kita dituntut untuk lebih dinamis dan kreatif supaya dalam melakukan kegiatan perjuangan dakwah tidak sampai kekurangan dalam masalah ekonomi. Semoga para santri di negeri ini selalu dilapangan rizkinya, mendpatkan keberkahan hidup dengan wasilat perjuangan dakwah. Amiin. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
*Pengasuh PP al-Kamal Blitar, Pengajar UIN Satu Tulugagung