Ngaji dan Ngabdi 59: Fiqih Kebahagiaan (Serial khataman kitab al-Jawahir al-Kalamiyah)

السعيد هو المؤمن الصالح القائم بحقوق الحق وحقوق الخلق المتبع للشريعة ظاهرا وباطنا المعرض عن زخارف هذه الدار فهو صاحب السعادة ومن له الحسنى وزيادة

(Orang yang bahagia adalah orang mukmin yang shalih yang memenuhi hak-haknya terhadap Allah dan makhluk, orang yang mengikuti syariah dengan lahir bathin, orang yang berpaling atau tidak mencintai gemerlapnya dunia, maka dialah orang yang mempunyai kebahagiaan dan juga orang yang mempunyai kebaikan yang selalu bertambah)
Kualifikasi kebahagiaan di atas adalah kutipan dari dawuh Syekh Thahir ibn Shalih al-Jazairi, yang mengakhiri kitabnya, al-Jawahir al-Kalamiyah fi Idhahi al-Aqidah al-Islamiyah. Di menjelaskan tentang orang yang bahagia mempunyai kualifikasi sebagaimana nukilan di atas. Kitab ini dahulu tahun 1990-an saya ngaji di Lirboyo Kediri bersama para kyai mustahiq kelas di tingkatan Madrasah Tsanawiyah, yaitu Kyai Zainal Abidin, Kyai Abdul Karim dan Kyai Bisri Effendi. Kemudian semester ini saya bacakan kepada para santri dalam forum pengajian bakda shubuh di pesantren. Jawahir al-Kalamiyah adalah kitab yang berisi tentang akidah Islam yang berhaluan ahl sunnah wa al-jamaah, yang dikaji secara rutin di pesantren-pesantren di Nusantara. Dari jumlah halamannya memang tidak terlalu tebal, hanya berjumlah 62 halaman, dengan paparan secara singkat sebanyak 62 bab dan dikelompokkan menjadi enam bahasan serta tambahan tentang problematika yang penting dalam ajaran Islam.
Kitab ini dilihat dari bentuknya kecil, akhirnya kadang tidak banyak diperhatikan oleh para pengkaji ilmu-ilmu keislaman, seandainya kitab ini dicetak dengan format yang lebih besar, dengan cover yang lebih baik, menampilkan sebuah performa kitab yang lebih, mungkin akan menarik para pembaca untuk mengkajinya. Walaupun begitu dari sisi konten materinya, sungguh kitab ini memberikan pemahaman kepada kita tentang akidah Islamiyah yang benar, elementary school, mendasar, bahasa yang digunakannya pun menunjukkan bahwa penulis ingin menjelaskan akidah Islamiyah dengan sederhana, mudah dipahami, tidak memperpanjang bahasan. Sehingga bagi orang awam, pemula dalam kajian Islam akan dapat menangkap pesan-pesan yang ada dalam kitab ini.
Bahasan pertama sampai yang keenam menjelaskan tentang rukun iman, yaitu tentang keyakinan kepada Allah dan sifat-sifatnya, keyakinan kepada para malaikat Allah, keyakinan kepada kitab-kitab Allah, keyakinan kepada para Nabi dan Rasul, keyakinan kepada hari akhir, keyakinan kepada qadha’ dan qadar Allah. Terus di akhiri dengan paparan masalah-masalah penting dalam studi Islam. Di antaranya adalah tentang tidak diperbolehkan berpendapat tentang sifat-sifat Allah dengan argumentasi akal saja, mengetahui Allah dengan adanya bukti kuasanya yang terlihat pada makhluk-makhluknya, kajian tentang terbatasnya akal untuk menjangkau hakikat ruh, bahasan tentang melihat Allah di surga, kajian tentang isra’ dan mi’raj Nabi Saw, masalah tentang tidak gugurnya kewajiban menjalankan perintah bagi seorang wali Allah (kekasih) selama dia berakal dan baligh, bahasan tentang para mujtahid, bahasan tentang tanda-tanda kiamat, dan diakhiri dengan bahasan ciri-ciri orang yang bahagia.
Bahasan yang terakhir nampaknya adalah tujuan orang beragama Islam yakni memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kualifikasi bahagia menurut Syekh Thahir ibn Shalih, yang pertama adalah orang yang beriman (al-mukmin). Pendapat ini tentunya dapat dimaklumi bahwa keimanan, akidah terhadap keesaan Allah dan turunannya menjadi hal yang paling utama dalam ajaran Islam. Iman yang berarti meyakini tentang tauhid kepada Allah dan semua ajaran-ajaran yang diturunkan olehnya, yang di bawa oleh Rasul Saw. Dengan keimanan inilah yang dapat menyelamatkan seseorang di dunia dan akhirat. Di dunia dengan keimanan seorang akan patuh untuk menjalankan perintah beribadah kepada Allah, patuh untuk meninggalkan larangan-larangannya. Maka semua aspek ajaran Islam harus selalu didasari oleh keimanan, akidah Islamiyah. Seberapa besar dan banyaknya ketaatan seseorang tanpa didasari dengan keimanan, maka dalam ajaran Islam tidak ada faedahnya, tidak berdimensi ibadah kepada Allah Swt. Sebaliknya senyampang seseorang taat dan iman maka itulah nantinya yang menyelamatkannya dalam kehidupan dunia samapai nanti di akhirat kelak. Saking pentingnya ajaran keimanan ini seorang muslim selalu diingatkan tiap Jumat untuk selalu berpegang kepada keimanan, jangan sampai mati  melainkan tetap sebagai seorang mukmin.
Yang kedua kriteria orang yang beriman adalah al-shalih, yang melaksanakan hak kewajibannya kepada Allah dan makhluknya. Seorang yang bahagia adalah orang yang berhasil melaksanakan kewajiban dan haknya kepada Allah, juga haknya kepada mahluk Allah. Seorang yang secara akidah sebagai orang yang beriman yang aktualisasi dirinya adalah pengabdian kepada Allah (ibadah) dan berbuat baik kepada sesama makhluk Allah. Di sini Thahir ibn Shalih menggunakan terminologi makhluk Allah, yang berisi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan semua ciptaan Allah di dunia ini. Ini latar belakangnya adalah manusia adalah hamba yang mulia yang dibebani Allah menjadi khalifah fi ardl, yang berperan memakmurkan bumi serta isinya. Maka yang harus diatur oleh manusia tidak hanya sesama manusia, tetapi juga sesama makhluk Allah, menjadi tanggungan hamba yang bernama manusia. Maka peran manusia di muka bumi ini sangatlah berat, tidak hanya beribadah kepada Allah, tetapi juga mengatur dunia seisinya ini. Manusia dapat berhubungan dengan sesama manusia, manusia mengatur, memanfaatkan dunia seisinya, menjaganya supaya kehidupan di muka bumi ini semua berjalan dengan baik, sesuai dengan fungsi kekhilafahan manusia.
Kualifikasi kebahagiaan lagi adalah orang yang mengikuti syariah secara lahir dan bathin. Syariah sudah diturunkan oleh Allah harus dipatuhi, dilaksanakan, dengan penuh ketaatan, ketundukan, keikhlasan, memposisikan dirinya sebagai hamba Allah yang bertugas mengatur dunia seisinya. Syariah Allah berisi tentang ajaran-ajaran kebaikan untuk meninggikan derajat manusia, disi Allah Swt. Aturan-aturan yang terkandung dalam syariat dapat berisi tentang tatacara beribadah, tata cara bekerja, aturan-aturan hukum keluarga, aturan tentang akhlaq atau status perilaku manusia yang baik dan buruk, syariat berisi tentang pidana, pendidikan, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Dengan berpedoman kepada syariat Allah ini sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seseorang sehingga menjadi orang yang shalih, terjadinya keseimbangan anta habl min Allah dan habl min al-makhluq.
Selain itu orang yang bahagia adalah yang tidak mencintai kepada dunia ini. Artinya seseorang memang membutuhkan dunia ini sebagai fasilitas dari Allah, tetapi posisi dunia seisinya ini bukan menjadi tujuan hidupnya, melainkan hanya sebagai perantara, sebagai media tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Manusia harus sadar betul bahwa hidup di dunia ini hanya mampir ngombe, hanya sementara, tidak ada yang harus dicintai dari dinamika kehidupan duniawi ini, karena memang tidak abadi, sesaat, yang nantinya dalam ajaran akidah Islam akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah di akhirat kelak.
Di akhir kitabnya doa penulis ditujukan kepada kita supaya Allah memberikan pertolongan kepada kita (tawfiq) menjadi orang-orang yang bahagia, juga penulis berdoa untuk ditaqdirkan menjadi orang-orang yang menempuh jalan-jalan terbaik (ahsan al-masalik), baik berhubungan dengan akidah, syariah, maupun akhlaq al-karimah, baik dalam arti beribadah kepada Allah maupun baik dalam arti kebaikan-kebaikan dalam memakmurkan bumi ini.  Wa allahu a’lam bi al-shawab.
*Alumni PP Lirboyo, Pengajar UIN Satu Tulungagung dan Pengasuh PP al-Kamal Blitar