Pengalaman Ngaji dan Mengabdi (4):  Di Institut Agama Islam Tribakti Kediri
Pada tahun 2000, tatkala saya berkunjung ke lingkungan Institut Agama Islam Tribakti, mampir shalat maghrib sambil silaturrahim kepada para pejuang kampus yang masih aktif sampai tengah malam, alhamdulillah di situ ada bapak Rektor yakni KH. Imam Yahya Mahrus, sebagai mana kebanyakan santri kemudian sungkem dan bercengkrama sebentar. Di tengah-tengah pembicaraan itulah kemudian Yai Imam memberitahu saya untuk ikut-ikut khidmah membantu Tribakti, dan tugasnya adalah sekretaris Pascasarjana, yang pada waktu itu masih menjadi program Kerjasama dengan Universitas Islam Malang (Unisma). Sepontan saya menyanggupinya karena memang menginginkan aktivitas setelah kuliah saya selesai dari Program Pascasarjana (S2) IAIN Surabaya, terus saya diminta untuk menemui Dr. Maftukhin, MA, sebagai ketua programnya waktu itu. Akhirnya besoknya saya menemui Pak Tukhin, sesuai dengan dawuh yai Imam Yahya Mahrus, dan mempersilahkan untuk membantu tugas-tugas mengkoordinasikan perkuliahan, administrasi pembayaran, kemahasiswaan, koordinasi dengan dosen-dosen. Banyak pelajaran ketika mengabdi di Pascasarjana Tribakti, bimbingan dari Pak Maftukhin akhirnya saya bisa membuat surat akademik, bisa mengenal Profesor-Profesor senior perguruan Tinggi di Indonesia, saya bisa membuat laporan keuangan, membuat jadwal kuliah, beradaptasi dalam kehidupan komunitas akademik.
Memang, khidmah di Tribakti sudah ditanamkan oleh romo Yai, bahwa membantu Tribakti diniati khidmah, insyaalloh rizki yang kita dapatkan dari manapun akan berkah dengan wasilah khidmah di Tribakti. Dan ini dapat saya buktikan, saya mendapatkan ijazah wasilah dari Tribakti, mendapatkan jodoh wasilah Tribakti dan Lirboyo mendapatkan pekerjaan sebagai dosen juga karena berkah dari Lirboyo dan Tribakti. Prinsip-prinsip khidmah inilah yang selalu ditekankan oleh para masyayikh lirboyo dan Tribakti. Untuk mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
Di tengah-tengah pengabdian di Pascasarjana Tribakti bersama KH. Imam Yahya Mahrus dan pengelola lain, berinisiatif mendirikan Pascasarjana yang mandiri (tidak kerjasama lagi dengan Unisma), yang kredibel dan berkualitas. Pada tahun 2002/2003 belum banyak Perguruan Tinggi Swasta menyelenggarakan Pascasarjana sebagaimana di Tribakti. Maka saya diutus membuat proposal sendiri, mengumpulkan ijazah Doktor dari berbagai daerah asal dosen sebanyak tujuh orang (Surabaya, Malang, Sidoarjo, Kediri, dan Jakarta). Mengantarkan proposal ke Jakarta sendiri, presentasi di Kopertais wilayah IV Surabaya, membuat MOU dengan IAIN Surabaya dan lain-lain. Karena masa itu masih bujangan, jadi semangat pengabdian yang tinggi dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan berat, walaupun saat itu masih minim pengalaman. Dengan semangat dan idealisme sebagai sarjana baru, pekerjaan yang dibebankan oleh romo Yai terselesaikan dengan bertahap. Kemudian pada tahun 2004 Surat Keputusan dari Menteri Agama RI untuk Izin Operasional Pascasarjana IAI Tribakti turun. Sebagai Lembaga baru Pascasarjana Tribakti mempunyai tantangan untuk rekrutmen mahasiswa barunya. Hanya saja ini dapat diatasi dengan jaringan alumni Pascasarjana yang sudah berjalan sebelumnya. Maka berjalanlah Pascasarjana Tribakti dengan perkembangan yang menggembirakan karena dari tahun ke tahun mengalami dinamika, baik dari sisi pengelolaan, infrastruktur, kemahasiswaan, sumberdaya manusia dan sebagainya.
Pada waktu yang lain, rutinitas saya adalah mengajar di IAI Tribakti Lirboyo Kediri, yang pada waktu itu materi kuliah yang diberikan kepada saya adalah Fiqih Kontemporer dan Ushul Fiqih 2 atau metode istinbat al-ahkam. Sebuah materi kuliah yang menantang dalam ukuran waktu itu, ketika kurikulumnya masih mengikuti program yang lama, tetapi sudah ada pengembangan ilmu dari fiqih yaitu fiqih kontemporer dan metode ijtihad. Proses perkuliahan di Tribakti berbeda dengan kampus-kampus yang lain, terutama berkaitan dengan mahasiswa. Mahasiswa Tribakti adalah mayoritas santri, baik yang masih ngaji di Pesantren Lirboyo atau Pondok Pesantren sekitar, memungkinkan mempunyai potensi pemahaman keagamaan yang lebih mapan dibanding perguruan tinggi yang lain. Ini merupakan kemudahan tersendiri bagi dosen, karena dapat menyampaikan materi perkuliahan sesuai dengan kurikulum pendidikan tinggi yang ideal. Misalnya, seandainya dalam perkuliahan harus berbasis referensi kitab kuning, mahasiswa sudah siap menjalani itu karena sehari-hari mereka sudah berbasis kitab kuning. Tapi juga sekaligus tantangan, dengan mahasiswa yang sudah mapan keilmuan agamanya, seorang dosen kalau terlambat untuk pengayaan wacana, di dalam kelas pasti akan mengalami benturan psikologis. Atau dalam bahasa lain akan mengalami kesulitan untuk menjawab discoursus yang dikembangkan oleh mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswa yang sehari-hari mengikuti diskusi-diskusi ilmiyah dan pemikiran, baik filsafat, pendidikan, theology, social, politik, agama, hukum dan lain-lain.
Juga mendapat amanah sebagai pembantu Dekan selama 3 tahun. Banyak ilmu di peroleh ketika menjadi pengelola di Fakultas Syariah IAIT, kita dapat pengetahuan tentang pengelolaan akademik Fakultas, sistem birokrasi akademik, merencanakan, melaksanakan sampai kepada benturan dengan teman adalah sebuah dinamika dalam sebuah lembaga, tak terkecuali dengan lembaga Pendidikan Tinggi. Kadang kita mendapatkan pengalaman suka, juga kadang dimarahi oleh bapak rektor yakni KH. Imam Yahya Mahrus sendiri, karena teledor dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Pengalaman berharga lain di IAI Tribakti adalah melaksanakan reakreditasi program studi. Layaknya perguruan tinggi swasta yang lain, bahwa dari sisi dokumentasi tridarma perguruan tinggi begitu lemahnya, maka program studi yang kita mau ajukan akreditasi ulang juga mengalami hal yang sama. Tetapi dengan bekal komitmen yang kuat dari warga kampus dan doa restu dari Kyai, akhirnya alhamdulillah lelahnya akreditasi prodi Ahwal al-Syakhshiyah Tribakti mendapat nilai baik atau B. Berbekal nilai baik dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, kemudian Fakultas yang kami komandani mengembangkan program studi baru, yang pada waktu itu kita namakan Prodi Manajemen Perbankan Islam (MPI). Dengan segala keterbatasan, dana, sumber daya manusia di Fakultas, Infrastruktur yang seadanya, kita di fakultas bertekad untuk mengembangkan prodi baru itu. Alhamdulillah setahun setelah pembuatan proposal, pembendelan, visitasi, akhirnya SK prodi baru MPI dapat turun ke Tribakti.
Pada tahun 2006, IAI Tribakti melaksanakan program reformasi pengelola Institut mulai Rektor sampai jajarannya ke bawah. Saat itu kemudian saya diamanahi melanjutkan kepemimpinan di Fakultas Syariah dengan di temani Drs. Rahmad sebagai pembantu dekan bidang akademik, Gus Abdul Bar sebagai pembantu Dekan bidang kemahasiswaan. Pengabdian di Dekanat Syariah waktu itu program yang dilakukan adalah menjaga stabilitas akademik Tridarma Perguruan Tinggi, meningkatkan kualitas, kuantitas mahasiswa. Ini tidak banyak tantangan yang dialami karena dari sisi kualitas mahasiswa Tribakti mayoritas alumni dan berbasis Pesantren, ini merupakan potensi tersendiri bagi fakultas dalam mengembangkan kualitas mahasiswa yang sudah mapan ilmu agamanya. Dari sisi kuantitas mahasiswa Tribakti juga stabil, dari berbagai wilayah Propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Luar Jawa, dan sedikit dari Jawa Timur. Mungkin kalau diprosentase mahasiswa yang berasal dari Kediri tidak lebih dari 20%. Pengabdian kita menjadi dekan nampaknya harus berhenti pada tahun 2010, karena harus menjabat di IAIN Tulungagung.
Gambaran pengabdian di Kampus Tribakti menunjukkan tentang keikhlasan, kekeluargaan, dan kerukunan. Misalnya tiap hari datang di kampus, bekerja, bercengkerama, bertemu dengan para Kyai, guyonan, menulis, meneliti, mengaji, membangun jaringan, tidak dibatasi sekat status sosial dan sebagiannya. Banyak guyonan dari teman-teman di kampus, “Gus atau Kyai itu kalau masuk di Tribakti luntur, ora ketoro gus e utowo Kyaine” Hal-hal tersebut dilakukan di Tribakti dengan kesabaran, kesederhanaan, dan kerelaan hati. Hubungan antara staf, dosen, pimpinan tidak berbasis atasan dan bawahan, tetapi lebih banyak dibangun atas dasar hubungan santri-Kyai, hubungan sesama Kyai. Maka yang lebih dominan adalah akhlaq atau adab, dibanding dengan sistem birokrasi, yang dikedepankan adalah perilaku mulia dibanding dengan idelisme akademik. Memang mengabdi di Tribakti tidak semata-mata adalah berkerja, tetapi semua keluarga besar IAI Tribakti menghendaki mengamalkan ilmu, berharap berkah dari Lirboyo, dan tetap membangun hubungan yang baik dengan almamater. Maka pada saat saya mengabdi di Tribakti juga beraktivitas di lembaga-lembaga lain. Salah satu karakter alumni dan pengelola Tribakti adalah orang-orang yang mempunyai komitmen perjuangan di masyarakat, pekerja sosial (social worker), aktivis organisasi, pengurus partai politik, para Kyai, mubaligh dan sebagainya, ini sudah menjadi ciri khas keluarga Tribakti. Dalam bahasa lain alumni dan pengelola Tribakti rata-rata adalah tokoh di masyarakatnya masing-masing.
Setelah tahun 2010, saya ke Tribakti seminggu dua kali untuk mengajar dan silaturrahim kepada para Kyai dan guru. Terutama mengajar di Pascasarjana biasanya hari Minggu dan hari Sabtu adalah mengajar S1. Setelah para pengabdi Tribakti mempunyai tugas di tempat lain, misalnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), biasanya mereka mengatur jadwalnya, untuk melaksanakan tugas mengajar di Tribakti, ada yang bisanya sore hari atau hari Minggu, ini semua dapat dilaksanakan dengan baik secara bertahun-tahun, mulai dahulu sampai sekarang. Kita semua para pengabdi dan alumni Tribakti masih berharap terhadap keberkahan, kemanfaatan, dari para Kyai agar tetap terbangun shilaturahim yang baik antara guru dan murid di Tribakti. Semoga ilmu-ilmu dan amal yang telah kita lakukan di tahun-tahun kemarin diterima oleh Allah Swt, menjadi kehidupan yang penuh manfaat dan berkah di masa-masa yang akan datang, dengan wasilah para guru, para santri, para kerabat yang ada di Tribakti Kediri.
*Penulis merupakan Alumni Tribakti 1998, Pengajar IAIN Tulungagung, Khadim PP al-Kamal Blitar dan Dewan Pembina Yayasan Bayturahman Kediri