Oleh: Muhammad Khoirul Umam
Ada sebuah kaidah “اللغة هي النطق” Bahasa adalah ucapan sehingga dalam arti lain kemahiran berbicara merupakan hal yang amat penting dalam bahasa. Ia berada pada posisi kedua setelah kemahiran istima’. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa kemahiran berbicara (kalām) mengisyaratkan bahwa seseorang memahami suatu bahasa
Setiap materi ajar memiliki strateginya masing-masing. Contohnya, pada pelajaran matematika siswa lebih sering diminta untuk mengerjakan latihan. Metode hafalan untuk rumus matematika jarang sekali diterapkan oleh para guru. Sementara itu, pelajaran bahasa lebih banyak mencakup aktivitas membaca, bercerita, permainan kata, dan menghafal istilah baru. Meskipun metode latihan atau mengerjakan soal juga dipakai dalam pelajaran bahasa, namun bobotnya lebih kecil dibandingkan pelajaran matematika.
Satu metode dengan metode lainnya saling mendukung dengan porsi masing-masing. Disebabkan keberagaman karakter dan kecerdasan siswa, guru yang pandai berdongeng berkaitan dengan materi ajarnya kemungkinan akan lebih disukai. Syaratnya, cerita itu tidak keluar dari materi sehingga mengabaikan inti dari pelajarannya. Lantas, benarkah bercerita itu asyik atau justru membosankan? Metode bercerita akan sangat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Siswa tanpa disadarinya sudah mempraktikkan bahasa yang dia ketahui. Dibandingkan hanya dengan menghafalkan setiap kosa kata, tentu akan lebih efektif jika kosa kata tersebut digunakan oleh siswa semisal dalam cerita.
Kita bisa memperhatikan bahwa baik dalam pelajaran bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia selalu ada cerita. Sayangnya, seringkali cerita tersebut hanya sekadar dibaca kemudian dilanjutkan dengan mengisi pertanyaan-pertanyaan yang ada. Sering pula siswa hanya mengamati struktur kalimat dan mengesampingkan pesan dalam cerita tersebut. Bukankah akan sangat baik apabila siswa mengulang untuk menceritakan cerita tersebut dengan bahasanya sendiri? Strategi menceritakan kembali sebuah cerita ini telah diterapkan oleh beberapa pesantren modern dalam pelajaran bahasa Arab.
Bercerita mungkin salah satu kegiatan yang menyenangkan, tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang akan diceritakan. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa dalam menemukan topik cerita.
Sebaliknya, mendengarkan cerita bisa juga menimbulkan kejenuhan apabila yang bercerita itu tidak memperhatikan asas-asas keefektifan berbicara. Tugas guru adalah membimbing siswa agar memperhatikan asas-asas tersebut. Kejemuan atau kejenuhan juga bisa diatasi dengan variasi pokok cerita atau bentuknya.
Diantara strategi bercerita yang dapat diterapkan dalam pembelajaran maharah kalam Bahasa arab adalah sebagai berikut:
1. Ta’bir Min ash-Shuwar(تعبير من الصور)
Strategi ini bertujuan untuk melatih siswa menceritakan apa yang dilihat dalam bahasa Arab baik lisan maupun tulisan. Media yang digunakan dapat berupa gambar baik yang diproyeksikan maupun yang tidak diproyeksikan. Langkah-langkahnya adalah:
a. Pilihlah sebuah gambar yang sesuai dengan tema yang diinginkan.
b. Tunjukkan gambar tersebut kepada para siswa, misalnya dengan ditempel di papan tulis
c. Mintalah siswa untuk menyebutkan nama benda-benda atau bagian-bagian yang ada dalam gambar tersebut dalam bahasa Arab.
d. Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun sebuah kalimat dari gambar tersebut secara lisan.
e. Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun kalimat dari gambar tersebut secara tertulis.
f. Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi).
g. Berikan klarifikasi terhadap hasil pekerjaan para siswa tersebut.
2. Strip Story
Teknik “Strip Story” dengan memakai media kepingan kertas mula-mula dicetuskan oleh Prof. R.E. Gibson dalam majalah Tesol Quarterly (vol. 9, no. 2) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Mary Ann dan John Boyd (1978) dalam TESOL Newsletter dan dijelaskan dengan pengalaman langsung di lapangan oleh Carol Lamelin (1979) di majalah yang sama.
Teknik lewat media ini bertitik tolak dari suatu approach yang mengutamakan aktivitas komunikasi yang sesungguhnya agar kelak siswa dapat dengan mudah dan tidak sungkan untuk berkomunikasi dengan bahasa asing.
Berikut akan dikemukakan cara penggunaan dan pembuatan media potongan kertas strip story, sebagai berikut:
a. Sebelum masuk kelas
1. Guru memilih suatu topic ceritera dalam Muthala’ah dan Mahfudzhat yang kira-kira dapat dibagi rata kalimat-kalimatnya kepada siswa.
2. Kalimat-kalimat tersebut ditulis atau diketik dengan jelas dengan mengosongkan ruang ekstra antara setiap kalimat dengan kalimat lain.
3. Lembaran kisah tersebut dipotong-potong dengan gunting menjadi berkeping dengan satu kalimat buat satu kepingan/potong. (kalau siswanya banyak, maka topik tersebut dapat ditulis berkali-kali pada lembaran yang lain kemudian siswa nantinya dibagi perfirqoh. Setiap satu fierqoh dapat potongan yang materinya/topiknya sama dengan firqoh lainnya).
b. Dalam kelas
1. Kepingan-kepingan kertas yang berisi kalimat-kalimat itu dibagi-bagikan secara random kepada siswa.
2. Guru meminta siswa menghapal luar kepala kalimatnya dalam sekejap (satu-dua menit). Siswa-siswa dilarang menulis apa-apa atau memperlihatkan kalimatnya pada oramg lain,
3. Guru meminta murid untuk mebuang kalimatnya, atau bias juga, kalimat-kalimat yang berada pada strip tersebut dikumpulkan kembali. (ini berarti bahwa setelah itu setiap oramg harus berpartisipasi aktif agar dapat memproduksikan suatu ceritera, aturan bait, yang lengkap).
4. Guru duduk dan tetap diam. Kelas jadi tenang selama 1 sampai 2 menit.
5. Guru meminta para siswa untuk berdiri dari kursi. (kalau kelas besar atau murid banyak, mereka dibagi per group). Group A (putih), Group B (kuning), Group C (merah), dan Group D (biru). Setelah ini guru harus betul-betul tenang, diam dan mendengar dan melihat apa yang terjadi.
6. Siswa nampak sibuk berusaha menyusun ceritera (kisah).
– Kadang-kadang pemimpin group akan muncul dengan sendirinya, bertanya dan menyarankan sesuatu.
– Terkadang pula murid-murid mulai berbicara disana-sini dengan temannya sampai seluruhnya kelihatan involved.
– Sampai sewaktu-waktu secara otomatis semua orang yang ada di group itu akan mendengar kalimat banyak kali.
– Setelah kalimat-kalimat itu terdengar beberapa kali, maka tibalah saatnya informasi (kalimat tak bersambung itu) menjadi tersambung dengan rapi.
7. Setelah kalimat itu teratur rapi dalam sebuah ceritera dan mereka semua setuju, mereka lalu berdiam diri,
8. Setiap individu menyebut kalimatnya secara berurut sehingga berbentuk satu cerita yang teratur.
9. Kalu waktu masih mengizinkan, murid-murid bias diminta untuk menulis kisah tersebut dalam buku mereka dan mereka saling mendiktekan (imla’) kalimat mereka dengan teman.
10. Setelah semua dilakukan oleh murid, tibalah saatnya teks asli cerita tersebut dibagi-bagikan atau diperlihatkan melalui overhead projector.
Bila teks asli berbeda dengan versi susunan mereka, maka secara spontanitas mereka akan membicarakannya beramai-ramai dan sampai di tengah jalan isi kisah tersebut menjadi bahan diskusi mereka secara natural.
3. Katakanlah apa yang aku gambar (قل ما أرسمه)
Sebuah metode yang digunakan untuk mengetahui pengalaman-pengalaman masa lalu siswa di awal pelajaran maupun di akhir pelajaran. langkah strategisnya adalah sebagai berikut:
a. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 2 orang.
b. Setiap siswa memilih tiga konsep.
c. menggambar sesuatu yang menunjukkan suatu pemahaman.
d. Salah satu siswa meminta seorang rekan untuk menyimpulkan makna lukisan ini, seperti: Apa yang kamu ketahui tentang gambar ini?
e. Lalu bertukar peran.
f. pindah ke kelompok lain dan begitu seterusnya.
4. Menceritakan sebuah cerita (قل لي قصة)
Menceritakan kembali cerita yang telah dibaca/diperdengarkan merupakan salah satu strategi pembelajaran maharah kalam yang menuntut siswa mengingat kembali cerita yang telah ia dapat baik dari bacaan maupun pendengaran untuk kemudian ia ungkapkan kembali dengan kata-katanya sendiri. langkah strategis:
a. Pilih kata kunci dari cerita yang akan dibaca/diperdengarkan oleh siswa. Jumlah kata-kata tidak ditentukan.
b. Sampaikan kata-kata kunci ini kepada para siswa.
c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, lalu diminta mencari cerita sesuai dengan kata kunci yang telah diberikan kemudian diberi waktu untuk membaca dan memahami cerita.
d. Setiap siswa mencoba untuk mengkonfigurasi kalimat menggunakan kata-kata mereka sendiri.
e. Setelah itu secara acak menunjuk perwakilan setiap kelompok untuk menceritakan kembali apa yang telah mereka diskusikan.
f. Siswa kemudian membaca teks asli dan membandingkan
Strategi pembelajaran diatas tentu dapat dimodifikasi sedemikian rupa oleh pengajar / tutor sesuai dengan keinginan tanpa menghilangkan unsur-unsur utama dalam pembelajaran maharah kalam. Bahkan dapat pula diterapkan untuk pembelajarn bahasa asing lainnya selain bahasa arab.
Semoga sedikit tulisan saya ini dapat membantu para ustadz/ pengajar/ tutor bahasa dalam memilih strategi pembelajaran bahasa asing, agar para siswa tidak cepat bosan dan pembelajaran bisa lebih variatif. Wallahu A’lam Bisshowab
Daftar Rujukan
1. Imam Solo, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif dalam http://Imamsolo.blogspot.co.id/2008/12/strategi-pembelajaran-bahasa-arab-aktif.html diakses tanggal 05 April 2016 pukul 15.00 WIB.
2. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.36.
3. ماشي بن محمد الشمري, استيرنتيجية في التعليم النشط, (الممكلة العربية : وزارة التربية والتعليم العامة للتربية والتعلم,2011), hlm. 84