Air Sebagai Sarana Bersuci

AirOleh: Ibnu Malik
Manusia dalam hidupnya tidak dapat lepas dengan air. Karena air memegang peran penting untuk kelangsungan hidup mereka. Bila diprosentase air menempati 60 % dalam tubuh manusia dan 66 % dari bagian bumi ini. Jumlah yang sangat signifikan dan fantastis. Tidak dapat dibayangkan seandainya saja air ciptaan Allah tersebut dihentikan oleh-Nya. Apabila memang berhenti, tentunya terjadi sebuah kenyataan pahit akan menimpa manusia dan kehidupan makhluk Allah yang lain.
Pada sisi yang lain, semisal dalam kajian fikih, air diposisikan oleh para Juris (baca: imam mujtahid) sebagai sebuah media bersuci yang mendapatkan prioritas utama diantara benda yang lainnya (debu dan batu). Sehingga dari segi fungsi, air dalam konteks fikih tentu saja sebagai pembersih sekaligus penghilang najis dan kotoran yang melekat di badan seseorang.  Namun tidak semua air yang ada dengan model dan bentuk alaminya dapat digunakan untuk bersuci. Mereka (baca: Juris) mengisyaratkan bahwa hanya air yang berstatus thahir dzatiyyah-nya dan muthahir li ghairihi sajalah yang dapat digunakan untuk bersuci atas najis dan kotoran. Kriteria tersebut tidak berhenti di situ saja, mereka juga mensyaratkan bahwa air tersebut berstatus “katsir” bukan qalil. Katsir secara bahasa memiliki arti banyak. Dalam kajian fikih-pun katsir juga diartikan banyak, namun dalam kajian fikih sifat banyak ini memiliki batas nominal tertentu.
Dalam ranah thaharah dua kulah (qullatain) merupakan batas minimal di mana air dapat digunakan untuk bersuci baik dari hadas dan najis dengan penggunaan yang bebas. Artinya sesuatu yang terkena najis atau seseorang yang berhadas tersebut dapat didatangi atau mendatangi air.  Hal ini dapat diilustrasikan dengan sesuatu benda yang terkena najis bila berhadapan dengan air dua kulah maka benda ini dapat dicelupkan ataupun diguyur dengan air tersebut.
Dalam qaul al-ashah qullataini memiliki besaran 500 rithl (kati) ala masyarakat Baghdad sebagaimana disebutkan dalam Fath al-Qarib dan beberapa kitab syarah. Apabila diterjemahkan ke dalam ukuran Internasional yaitu liter akan ditemui sekitar  176,245 liter (menurut Imam al-Rafi’i) dan 174,580 liter (menurut al-Nawawi). Ukuran tersebut tentunya bukan ukuran yang sulit untuk diakses di negara kita yang beriklim tropis yang senantiasa dilewati musim penghujan.

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *