Penulis: Ust. Dr. K. Asmawi Mahfudz, M.Ag.
Artinya: Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka (43). Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (44) Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.(45). Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (46).
Ayat 43 ini merupakan kelanjutan nasehat orang beriman kepada fir’aun dan kaumnya. Laki-laki beriman tersebut mengatakan bahwa “barang atau berhala yang kamu perintahkan kepadaku untuk menyembah itu tidak akan pernah memenuhi permintaan kita baik di dunia maupun di akhirat”. Perkara-perkara (berhala) yang kamu junjung tinggi di dunia ini buklanlah sesuatu yang tepat untuk disembah, dimintai pertolongan untuk memberikan keselamatan di dunia maupun di akhirat. Karena barang-barang itu tidak mengaku sebagai Tuhan, juga tidak memerintahkan untuk menyembah kepadanya. (al-Suyuti, ”Tafsir Jalalayn” dalam al-Shawi, Hasyiyah al-Shawi, Beirut: Dar al-Fikr, 2002), IV, 13. Lihat Juga Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Ayirkah Asiya:Tt, IV), 80. Untuk itu seandainya Fir’aun dan Kaumnya tetap memaksakan untuk menyembah berhala tersebut, itu merupakan kesalahan yang besar, baik dirinya maupun untuk kaumnya. Hal ini disebabkan karena memang tidak ada yang patut untuk disembah terhadap benda-benda duniawi, baik berwujud harta, tahta atau makhluq Tuhan yang lain. Sesuatu yang tidak dapat memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, tidak tepat kalau dijadikan sesembahan. Penjelasan itu menunjukkan kengawuran orang-orang kafir dalam menilai sebuah kebenaran. Mereka menutup mata dengan bukti-bukti nyata, nasehat, dakwah, persaksian yang mennjukkan kepada selahan yang mereka lakukan, tetapi tetap saja mereka menjalani kesesatan yang mereka yakini.
Pada kelanjutan ayat ini disebutkan bahwa jawaban orang beriman terhadap otorianisme nya Fir’aun adalah “Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka”. Maknanya sebagai orang yang beriman sudah melakukan peringatan dengan segala cara, baik dengan dalil naqli maupun aqli (rasional), tetapi perilaku melampaui batas yang telah dilakukan Fir’aun telah menutup hatinya dan para pengikutnya. Hal ini al-Qur’an mengajarkan untuk dikembalikan dan diserahkan kepada yang maha kuasa, dzat yang maha member hidayah Allah Swt kepada siapapun yang dikehendakinya, dan menyiksa kepada orang-orang yang tidak mau mendengarkan peringatan kebenaran dari ajaran Allah Swt(Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an; 81).
Pada ayat 44 Allah menjelaskan, “Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. Dalam Tafsir Jalalyn dikatakan, ayat ini diungkapkan tatkala Fir’aun memberikan ancaman kepada orang yang beriman, karena berbeda agama dan keyakinan dengan Fir’aun (Ibid). Orang beriman tersebut memberikan jawaban, kalau memang nasehat yang aku berikan tidak mau mengindahkannya, maka dikhirat kelak, tatkala kamu mendapatkan siksa dari Allah, kalian semua akan teringat dengan kebenaran yang aku katakan. Semua urusan sekarang diserahkan kepada Allah, dzat yang maha melihat terhadap kebenaran orang-orang beriman, dan kesalahan atau kekafiran Fir’aun dan kaumnya. Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa Musa dan pengikutnya dikejar-kejar Fir’aun dan bala tentaranya, tetapi diselamatkan oleh Allah, sehingga tidak tenggelam seperti Fir’aun dan kaumnya (su’u al-adzab). Ini diungkap dalam ayat 45 dalam surat Ghafir, ” Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk” (Ibid).
Setelah Fir’aun dan kaumnya mati ditenggelamkan oleh Allah, siksa dari neraka ditimpakan kepada mereka pada waktu pagi dan sore hari (al-Naru Yu’radluna ‘alayha Ghuduwa wa ‘Asyiya”. Maknanya arwah-arwah Fir’aun dan kaumnya dihadapkan kepada siksa api neraka mulai mereka mati samapai nanti datangnya hari kiamat. Hal ini dikuatkan oleh riwayat yang mengatakan, arwah orang-orang kafir itu berada dalam perut burung yang hitam legam, yang setiap pagi dan sore membawanya ke neraka jahanam. Dan Nanti setelah hari kiamat tiba, Allah memerintahkan kepada para malaikatnya, untuk memberikan siksa yang paling pedih (berat) kepada mereka orang-orang kafir seperti Fir’aun dan kaumnya (Ibid). Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat itu merupakan dalil yang agung bagi keyakinan dari ahlu sunnah wa al jamaahtentang adanya siksa di alam barzah. Ini dikuatkan oleh potongan Hadits Rasulullah yang mengatakan,” al-Qabru ka Qithau al-layl al-Mudhlim, Ayyuha al-nas Law Ta’lamuna Ma A’lamu Bakaytum Katsira wa Dhahaktum Qalila, Ayyuha al-Nas, Ista’idzu Billahi min Adzabil Qabri, Fa Inna adzab al-Qabri Haqqun” ( dalam Kuburan itu seperti malam yang gelap gulita, Wahai manusia seandainya kamumengetahui apa yang aku ketahui, maka kamu semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis, Wahai manusia, memintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur, karena siksa kubur itu benar adanya). Hadits ini dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat-syarat Bukhari dan Muslim (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an; 81).
Dari empat ayat tersebut dapat mengambil pelajaran 1). Dunia seisinya ini tidak dapat dijadikan sebagai Tuhan yang disembah dikarenakan, banyak kekurangan, miskin kebenaran, penuh dengan relativitas, dan penuh dengan kesalahan. 2). Allah Swt maha melihat terhadap kebenaran iman dan kesalahan orang-orang kafir. Untuk itu Allah juga yang akan membalas terhadap semua perbuatan hambanya. Bagi orang yang beriman seperti Musa As dan pengikutnya akan mendapatkan pertolongan di dunia dan surga di akhirat kelak. Sedang orang Kafir seperti Fir’aun dan kaumnya akan dibalas dengan siksa baik ketika masih di dunia dan di akhirat nanti dibalas dengan siksa yang lebih pedih lagi. Wa Allahu A’lamu Bi Al-Shawwab!
Tentang penulis: Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.
Ayat 43 ini merupakan kelanjutan nasehat orang beriman kepada fir’aun dan kaumnya. Laki-laki beriman tersebut mengatakan bahwa “barang atau berhala yang kamu perintahkan kepadaku untuk menyembah itu tidak akan pernah memenuhi permintaan kita baik di dunia maupun di akhirat”. Perkara-perkara (berhala) yang kamu junjung tinggi di dunia ini buklanlah sesuatu yang tepat untuk disembah, dimintai pertolongan untuk memberikan keselamatan di dunia maupun di akhirat. Karena barang-barang itu tidak mengaku sebagai Tuhan, juga tidak memerintahkan untuk menyembah kepadanya. (al-Suyuti, ”Tafsir Jalalayn” dalam al-Shawi, Hasyiyah al-Shawi, Beirut: Dar al-Fikr, 2002), IV, 13. Lihat Juga Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Ayirkah Asiya:Tt, IV), 80. Untuk itu seandainya Fir’aun dan Kaumnya tetap memaksakan untuk menyembah berhala tersebut, itu merupakan kesalahan yang besar, baik dirinya maupun untuk kaumnya. Hal ini disebabkan karena memang tidak ada yang patut untuk disembah terhadap benda-benda duniawi, baik berwujud harta, tahta atau makhluq Tuhan yang lain. Sesuatu yang tidak dapat memberikan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, tidak tepat kalau dijadikan sesembahan. Penjelasan itu menunjukkan kengawuran orang-orang kafir dalam menilai sebuah kebenaran. Mereka menutup mata dengan bukti-bukti nyata, nasehat, dakwah, persaksian yang mennjukkan kepada selahan yang mereka lakukan, tetapi tetap saja mereka menjalani kesesatan yang mereka yakini.
Pada kelanjutan ayat ini disebutkan bahwa jawaban orang beriman terhadap otorianisme nya Fir’aun adalah “Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka”. Maknanya sebagai orang yang beriman sudah melakukan peringatan dengan segala cara, baik dengan dalil naqli maupun aqli (rasional), tetapi perilaku melampaui batas yang telah dilakukan Fir’aun telah menutup hatinya dan para pengikutnya. Hal ini al-Qur’an mengajarkan untuk dikembalikan dan diserahkan kepada yang maha kuasa, dzat yang maha member hidayah Allah Swt kepada siapapun yang dikehendakinya, dan menyiksa kepada orang-orang yang tidak mau mendengarkan peringatan kebenaran dari ajaran Allah Swt(Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an; 81).
Pada ayat 44 Allah menjelaskan, “Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. Dalam Tafsir Jalalyn dikatakan, ayat ini diungkapkan tatkala Fir’aun memberikan ancaman kepada orang yang beriman, karena berbeda agama dan keyakinan dengan Fir’aun (Ibid). Orang beriman tersebut memberikan jawaban, kalau memang nasehat yang aku berikan tidak mau mengindahkannya, maka dikhirat kelak, tatkala kamu mendapatkan siksa dari Allah, kalian semua akan teringat dengan kebenaran yang aku katakan. Semua urusan sekarang diserahkan kepada Allah, dzat yang maha melihat terhadap kebenaran orang-orang beriman, dan kesalahan atau kekafiran Fir’aun dan kaumnya. Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa Musa dan pengikutnya dikejar-kejar Fir’aun dan bala tentaranya, tetapi diselamatkan oleh Allah, sehingga tidak tenggelam seperti Fir’aun dan kaumnya (su’u al-adzab). Ini diungkap dalam ayat 45 dalam surat Ghafir, ” Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk” (Ibid).
Setelah Fir’aun dan kaumnya mati ditenggelamkan oleh Allah, siksa dari neraka ditimpakan kepada mereka pada waktu pagi dan sore hari (al-Naru Yu’radluna ‘alayha Ghuduwa wa ‘Asyiya”. Maknanya arwah-arwah Fir’aun dan kaumnya dihadapkan kepada siksa api neraka mulai mereka mati samapai nanti datangnya hari kiamat. Hal ini dikuatkan oleh riwayat yang mengatakan, arwah orang-orang kafir itu berada dalam perut burung yang hitam legam, yang setiap pagi dan sore membawanya ke neraka jahanam. Dan Nanti setelah hari kiamat tiba, Allah memerintahkan kepada para malaikatnya, untuk memberikan siksa yang paling pedih (berat) kepada mereka orang-orang kafir seperti Fir’aun dan kaumnya (Ibid). Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat itu merupakan dalil yang agung bagi keyakinan dari ahlu sunnah wa al jamaahtentang adanya siksa di alam barzah. Ini dikuatkan oleh potongan Hadits Rasulullah yang mengatakan,” al-Qabru ka Qithau al-layl al-Mudhlim, Ayyuha al-nas Law Ta’lamuna Ma A’lamu Bakaytum Katsira wa Dhahaktum Qalila, Ayyuha al-Nas, Ista’idzu Billahi min Adzabil Qabri, Fa Inna adzab al-Qabri Haqqun” ( dalam Kuburan itu seperti malam yang gelap gulita, Wahai manusia seandainya kamumengetahui apa yang aku ketahui, maka kamu semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis, Wahai manusia, memintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur, karena siksa kubur itu benar adanya). Hadits ini dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat-syarat Bukhari dan Muslim (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an; 81).
Dari empat ayat tersebut dapat mengambil pelajaran 1). Dunia seisinya ini tidak dapat dijadikan sebagai Tuhan yang disembah dikarenakan, banyak kekurangan, miskin kebenaran, penuh dengan relativitas, dan penuh dengan kesalahan. 2). Allah Swt maha melihat terhadap kebenaran iman dan kesalahan orang-orang kafir. Untuk itu Allah juga yang akan membalas terhadap semua perbuatan hambanya. Bagi orang yang beriman seperti Musa As dan pengikutnya akan mendapatkan pertolongan di dunia dan surga di akhirat kelak. Sedang orang Kafir seperti Fir’aun dan kaumnya akan dibalas dengan siksa baik ketika masih di dunia dan di akhirat nanti dibalas dengan siksa yang lebih pedih lagi. Wa Allahu A’lamu Bi Al-Shawwab!
Tentang penulis: Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.