Menanam dan Menghidupkan Kembali Ruh Santri

Oleh: Ust. Ahmad Minanurrohi, S.Pd.I*
Sudah dua tahun terakhir ini, melalui keputusan presiden  Nomor 22 Tahun 2015 presiden Joko Widodo menetapkan bahwa tanggal  22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Lantas mengapa santri begitu pentingnya hingga dibuatkan hari khusus dalam memperingatinya? Serta siapakah santri itu? Begitukah special bagi negara kita, negara tercinta kita ini?
Jika kita berpikir sempit maka kita akan mengartikan santri sebagai orang yang belajar ilmu keagamaan di pondok pesantren. Padahal, definisi santri tidak sebatas itu, orang islam ataupun pelajar muslim yang mempunyai semangat membela islam dan tanah air, itulah santri.  Santri memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karenanya tidak heran jika keppres itu muncul sebagai penghormatan kepada jasa santri yang ikut membela dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Selama ini memang kiprah santri dalam perjuangan kemerdekaan indonesia kurang diketahui oleh khalayak umum, walaupun sejarah telah membukukannya. Sehingga perlu diputar ulang sejarah tentang peran santri dalam perjuangan bangsa indonesia sebagai upaya resolusi jihad semangat santri dalam membangun dan memajukan negeri ini di masa-masa akhir zaman seperti yang kita rasakan.
Setidaknya ruh-ruh santri perlu kita tanamkan dan kita tumbuh kembangkan sebagai warisan budaya nusantara, karena dengan perkembangan zaman dimana tantangan serta godaan zaman yang semakin berat. Perlu adanya tali sebagai pegangan erat agar supaya kita tidak terseret arus dan terjerumus kedalam lembah kenistaan. Setidaknya ada beberapa ruh santri yang tidak boleh kita tinggalkan.
Pertama, santri terdidik dengan sikap ruh kemandirian. Sikap yang sangat perlu kita tanamkan dalam hati kita mengingat generasi kedepan karena dengan sikap kemandirian kemungkinan besar ia akan menjadi orang sukses dimasa depan.  Sehingga  sikap ini penting untuk memperjuangkan bangsa agara supaya lebih maju lagi.
Kedua, ruh pengabdian. Ruh pengabdian santri harus melekat pada santri ibarat filosofi kepesantrenan kepatuhan santri kepada kyai ataupun kepatuhan seorang siswa kepada guru dan orang tuanya.
Ketiga adalah ruh jihad, yakni tekad dan komitmen yang kuatdalam mengarungi samudra penderitaan serta memecahkan dan mengatasi masalah, karena yang namanya perjuangan pasti dan tak mungkin luput dari masalah maupun penderitaan ibarat “ orang yang hebat bukan berarti ia tidak pernah mendapatkan masalah dan ujian, melainkan orang yang hebat adalah tatkala ia mendapatkan masalah ia bisa menyelasaikan dengan baik dan mencari jalan keluar”. Jihad bukan berarti ia harus berperang melawan penjajah ketika memeraki kerusakan moral dan adab itupun sudah bagian dari jihad.
Keempat adalah ruh cinta ilmu dan wawasan yang luas. Bagaimanapun seorang santri tidak akan mendapatkan ilmu kecuali jika ia cinta kepada ilmu. Dalam islam sudah  banyak mengajarkan  tentang pentingnya mencari dan mencintai ilmu. Sangat penting di zaman sekarang ini mengembangkan ilmu dan wawasan yang tinggi  karena “ kemajuan sebuah bangsa bukan ditentukan dengan banyaknya kekayaan materi tetapi kekayaan intelektual yang berharga”. Hal ini terbukti banyaknya sumber daya alam di negeri kita yang masih dikuasai asing karena generasi bangsa masih belum bisa mengelola karena keterbatan ilmu dan kemampuan. Disinilah peran generasi muda, pelajar khususnya mari kita majukan bangsa dengan ilmu.
Dari ruh-ruh santri tersebut marilah kita tanamkan kembali mengingat ruh tersebut semakin tergerus dan tergeser dengan modernisasi zaman yang serba berubah dan arus teknologi yang semakin tak terkendali. Disisi lain memang santri harus punya ciri khas yakni melalui akhlaq dan etika, sopan santun yang tertanam dalam qolbi dan jiwa seseorang.
*Rois ‘Am Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *