Kimiya’us Sa’adah Lil Imam Al-Ghozali #16 Apakah Hati Mampu Melihat Alam Malakut?

Jangan kau mengira bahwa terbukanya gerbang menuju alam malakut hanya dengan tidur dan mati saja, bahkan bagi orang-orang murni hati, rajin riyadhoh dan membersihkan hati dari sahwat, amarah, akhlaq tercela serta perlaku buruk lainnya mereka mampu melihat alam malakut dengan keadaan sadar. Jika mereka duduk di tempat sepi, mengistirahatkan jalan indra tubuh lalu membuka mata dan pendengaran batinnya, menjadikan hati sefrekuensi dengan alam malakut serta selalu mengucapkan “ALLAH, ALLAH, ALLAH” di hatinya sampai mereka tidak melihat kebaikan disisinya –semua kebaikan berasal dari Tuhan- sehingga tidak melihat apapun kecuali Allah Ta’ala maka akan terbuka kemampuan untuk melihat alam malakut secara sadar.
Ketika gerbang menuju alam malakut sudah terbuka, mereka akan melihat arwah-arwah malaikat, para anbiya’, pemandangan-pemandangan indah, terbukanya rahasia-rahasia langit dan melihat sesuatu yang lebih menakjubkan, muhal untuk dijelaskan dan dideskripsikan. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu riyawatnya berkata :

(زُويتْ لي الأرضُ فرأيتُ مشارقَها ومغاربَها)

Terjemah :
“Bumi dikecilkan untukku lalu aku bisa melihat dengan jelas dari penjuru barat sampai penjuru timur”
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat :75

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ

Terjemah :
“Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin”.
            Setiap nabi dianugerahi penglihatan alam malakut, sebab sumber dari pengetahuan anbiya’ bukan dari panca indera melainkan dari alam malakut. Seperti firman Allah SWT pada surah Al-Muzammil Ayat 8

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ اِلَيْهِ تَبْتِيْلًاۗ

Terjemah :
“Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.”
Maksud dari surah Al-Muzammil ayat 8 adalah meninggalkan segalanya, menyucikan hati dan beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh hati adalah jalan sufiyah pada era ini, sedangkan metode belajar dan pembelajaran adalah jalan ulama’. Derajat agung ini teringkas pada pada jalan nubuwah. Begitu pula para auliya’illah, ilmu yang mereka dapat dan menancap di hati mereka langsung dari hadrah ilahiyyah tanpa ada perantara apa pun. Seperti firman Allah SWT pada surah Al-Kahfi ayat 65:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ ءَاتَيْنَٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَٰهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا

Terjemah :
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Jalan ini tidak bisa difahami dan diteorikan secara gamblang[1] kecuali dengan tajribah (Praktik). Sehingga jika dzauq (rasa) belum mampu menggapainya maka mustahil untuk dipelajari karena qalbu adalah rasa.
Kebajiban bagi umat muslim adalah mengikrarkan kebenarannya tidak boleh mengingkarinya. Hal ilhwal seperti di atas adalah keajaiban-keajaiban  hati –secara ruhani buka jasadi–  Allah SWT telah menyindir mereka yang tidak mempercayai alam malakut melalui surah Yunus ayat 39:

بَلْ كَذَّبُوا۟ بِمَا لَمْ يُحِيطُوا۟ بِعِلْمِهِۦ وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُۥ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلظَّٰلِمِينَ

Terjemah :
“Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.”
            Dengan mempercayai kealiman para hamba pilihan Allah SWT semoga kita tercatat sebagai hamba yang mencintai mereka, lalu dihari akhir kita akan dikumpulkan bersama mereka.
(من أَحبَ قومًا حُشر معهم)[2]
“Barang siapa yang mecintai suatu kaum kelak akan dikumpulkan bersamanya”
[1] Gamblang adalah Bahasa jawa yang artinya adalah jelas
[2] Kitab Sabilus Sa’adah, Imam Yusuf Dajwa
Ditulis oleh : Afrizal Nurali Syahputra, M.Pd. (Wakil Ketua Pengurus Pusat PPTA)
Terjemah kitab Kīmīyā’ Al-Sa’ādah lil imām Al-Ghozālī.

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *