Dalam menjalankan ajaran kebenaran Agama, seseorang biasanya mengalami berbagai proses pengalaman dalam historisitas kehidupanya. Pengalaman-pengalaman itu bermacam-macam sesuai dengan subyektifitas individu masing-masing. Ada seseorang yang meyakini ajaran Tauhid yang disampaikan oleh Nabi Muhammad setelah membaca buku yang banyak. Semua teori dia pelajari, samapai dia mendapatkan keyakinan dalam beragama. Model semacam ini dapat disebut dengan pendekatan rasional-obyektif. Artinya kebenaran keimananya seiring dengan teori dan pengalaman empiris yang dia alami.
Juga ada pengalam beragamanya setelah dia melakukan proses meditasi (bertapa) sehingga dia menemukan kebenaran keyakinan. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw sebelum diangkat menjadi Rasul. Dia sering melakukan uzlah di gua hira samapai akhirnya malaikat jibril menemuinya, dan memberikan kebenaran yang dicarinya. Model pengalaman keagamaan semacam ini dapat disebut ilham yang ditanamkan Allah Swt kepada Hati Nabi Saw. Pendekatan semacam ini sering dialami oleh Nabi tatkala jalan mendapatkan kebenaran wahyu adalah dihunjamkan langsung kepada hati nabi oleh malaikat Jibril. Pendekatan semacam ini dapat disebut dengan positifistik.
Nampaknya ayat-ayat di bawah ini merupakan gabungan dari kedua pendekatan di atas, dalam upaya menemukan dan membuktikan kebenaran ajaran Tauhid.
Tidakkah Allah mencukupi bagi hambanya, dan mereka menakut-nakuti engkau dengan Tuhan-Tuhan sembahan selain Allah (berhala-berhala). Barang siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak ada baginya orang yang dapat member petunjuk(36).
 Dan barang siapa yang ditunjuukki Allahtidaklah ada sekali-kali baginya orang yang dapat menyesatkanya. Bukankah Allah Tuhan yang senantiasa keras tuntutannya lagi mengambil balasan kepada hambanya yang memusuhinya (37).
 Dan demi Allah, sungguh jika engkau tanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi, niscaya mereka akan menjawab “Allah”. Katakanlah olehmu, Khabarkanlah kepadaku, tentang tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah, apakah mereka dapat menghilangkan bencana Allah, jika Allah berkehendak menimpakan bencana atas diriku, ataukah mereka dapat menahan nikmat Allah, jika Allah berkehendak memberi rahmat terhadapku. Katakanlah olehmu Allah mencukupi bagiku dari segala bencana, kepadanyalah orang-orang yang bertawakkal menyerahkan diri(38).
 Katakanlah olehmu ”wahai kaumku, bekerjalah kamu dalam keadaanmu, sesungguhnya Aku adalah orang yang tetap beramal dalamkeadaanku, maka kelak kamu akan mengetahui(39).
Siapa yang ditimpa adzab yang menghinakan, dan siapa yang ditimpa adzab yang tidak putus-putusnya. (Hashbi Asshidiqi, Tafsir al-Bayan, Bandung:al-Manar).
Di dalam ayat ke 36-37 surat al-Zumar dijelaskan tentang pertolongan dan kekuasaan Allah kepada Nabi Muhammad Saw, yang ketika itu ditakut-takuti oleh kaum Qurays dengan ancaman pembunuhan dan penghinaan terhadap Rasulullah oleh Tuhan-Tuhan yang mereka sembah. Padahal bahaya atau kesesatan, hidayah/petunjuk ke jalan yang benar atau kemadlaratan mutlak kekuasaan Allah Swt. Seandainya Allah tetap membiarkan orang sesat dalam kesesatannya  maka tidak aka ada yang mampu untuk memberikan petunjuk ke jalan kebenaran. Demikian juga sebaliknya, seandainya Allah memberikan hidayah atau kemanfaatan kepada Muhammad Saw, maka tidak aka ada yang mampu untuk menyesatkannya atau menghalangi rahmat yang diturunkan kepada Nabi Saw.
Memang Allah adalah dzat yang maha kuasa terhadap sesuatu, dan senantiasa keras terhadap hukum-hukumnya, apalagi untuk memberi hukuman kepada para musuh-musuhnya. (Muhammad Shawi al-Maliki, Tafsir al-Shawi, Beirut:2002). Muhamad al-Syaerozy al-Baidhawi, tafsir al-Baidhawi,  Beyrut: 2006).
Paparan secara global tafsir di atas, menjelaskan tantang kebenaran atau keburukan yang dialami oleh seseorang dalam usaha untuk menggoyahkan keimanan , selama orang tersebut teguh memegang keyakinan terhadap Allah, maka Allah juga akan menolongnya. Hal ini dicontohkan dari kejadian yang dialami oleh Nabi Saw, ketika ditakut-takuti orang kafir oleh orang kafir, tidak akan memberikan kemanfaatan kepada Muhammad.
Di sambung juga tentang penjelasan dari surat al-Zumar: 38, tentang ancaman yang dilakukan oleh orang kafir dengan jalan menakut-nakuti Muhammad oleh para sesembahan dan Tuhan mereka. Padahal apa yang dilakukan oleh Tuhan mereka bertentangan dengan kemampuan dan kekuasaannya.
Ini dapat diperhatikan dari isi ayat 38 bahwa orang-orang kafir itu seandainya ditanya tentang Tuhan, mereka sebenarnya juga menjawab”Allah”. Juga seandainya Allah menghendaki kepada Muhammad terjadi kesusahan dan bahaya, tuhan mereka tidak mampu untuk menghilangkan nya. Dan seandainya Allah memberikan rahmat kepada muhammad, Tuhan yang mereka sembah juga tidak akan dapat menghalanginya. Jadi yang dapat menjadikan sesuatu itu bermanfaat atau berbahaya, baik atau buruk, hanyalah dengan kekuasaan Allah Swt. Selain Allah tidak akan mampu untuk melakukannya. Untuk itu orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah (al-mutawakilun) adalah orang yang memang menyandarkan dirinya dan kehidupanya kepada Allah. Dengan begitu Allah akan memberikan kecukupan, memberikan rahmat,  kemanfaatan,  dan kebaikan.
Dalam surat ke 39, Allah memerintahkan kepada Muhammad untuk menantang orang-orang kafir  untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keadaanya saat itu. Demikian juga Rasul saw. juga akan tetap pada pendirianya untuk taat kepada perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganya. Nanti akan terbukti siapa yang hina di dunia ini, dikarenakan perbuatannya yang selalu ingkar terhadap kebenaran, ataukah mereka akan ditimpa siksa yang abadi di akhirat kelak, disebabkan karena keimanan dan perbuatannya tetap dalam kesesatannya.
Dari paparan al-Qur’an ini, dapat dipahami beberapa hal: bahwa Allah akan selalu menolong hamba-hambanya yang selalu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah Swt. Walaupun ayat tersebut turun terhadap Muhammad tatkala menghadapi orang-orang kafir, tetapi itu menjadi pedoman dan sumber inpirasi bagi semua umat Muhammad untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran agama tauhid. Kaidah yang dipergunakan adalah al-‘ibarah bi ‘umum al-lafdhi la bi khusus al-sabab (ungkapan yang dipedomani adalah keumuman lafadz, bukan khususnya sebab).
Juga tentangan dan rongrongan terhadap agama Tauhid akan selalu muncul dalam model dan praktek yang berbeda. Kalau zaman Rasulullah gangguan berasal dari orang-orang kafir, yang secara diamitral memang berbeda dengan Muhammad, tetapi pada zaman sekarang, kekafiran, kepongahan, keingkaran, dapat berasal dari apa saja, berupa apapun  di sekitar kita. Mungkin dapat berupa perdagangan atau ekonomi, cara berpakaian, informasi dan teknologi (IT), peredaran ilmu pengetahuan. Dan yang mempertemukan adalah praktek-praktek yang mengganggu,  berusaha untuk merubah akidah, atau melanggar syari’ah yang telah ditetapkan oleh kitab Allah dan Sunnah Rasul.
Untuk itu semua problematika masyarakat dalam kehidupannya juga dikembalikan kepada manusianya sendiri, apakah mereka patuh terhadap al-Qur’an atau malah mengumbar nafsu. Bagi mereka yang selalu maksiat atau melanggar syari’at akan mendapatkan kehinaan dan cercaan, baik di dunia maupun diakhirat. Demikian juga mereka yang menjalankan kehidupannya sesuai dengan kebenaran yang ditunjukkan Allah, niscaya akan mendapatkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, juga diberi balasan yang lebih baik di akhirat kelak.
Pelajaran yang berharga lain adalah Pembuktian ajaran tauhid yang dilakukan Allah melalui kasus Rasulullah dan orang-orang kafir, dilakukan dengan jalan yang rasional, ketemu akal, dapat dicerna oleh orang-orang yang mempunyai hati nurani. Sehingga bukti-bukti itu menjadi obyektif dan dapat diterima oleh semua orang. Akhirnya orang-orang yang mengikuti ajaran-ajaran kebenaran Muhammad merupakan sebuah proses yang alami, di samping mendapatkan petunjuk (hidayah) dari Allah Swt.  Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.
 
Ditulis oleh: Dr. Asmawi Mahfudz, M.Ag. Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.