Kīmīyā' Al-Sa'ādah lil Imām Al-Ghozálī # 4 "Bala Tentara Hati"
Manusia dibekali oleh Allah SWT dengan dua kelompok tentara, yaitu tentara dhohir dan batin. Pertama, tentara dhohir yang melingkupi syahwat dan amarah. Mereka berada pada kedua tangan, kedua kaki, kedua mata, kedua telinga dan semua anggota badan. Kedua, tentara batin bertempat diotak. Ia melingkupi pengambaran akan sesuatu, kuatnya pemikiran, kuatnya hafalan, kuatnya ingatan, kontemplasi. Setiap dari tentara di atas mempunyai tugas dan fungsi masing-masing. Jika salah satu tentara tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya maka anak adam akan mengalami penyesalan di dunia dan akhirat.
Kedua tentara di atas berasal dari hati. Mereka adalah tentara-tentara yang tunduk pada hati sedangkan hati adalah pemimpinnya. Seandainya hati memerintahkan lisan untuk berucap tentulah lisan akan berucap. Seandainya ia memerintahkan tangan untuk memukul tentu tangan akan memukul. Seandainya kaki diperintah untuk berjalan tentu ia akan berjalan dan seluruh panca indera lima tunduk dan patuh kepada hati (Qolbu) sehingga ia hafal dan mengerti supaya para tentara itu tidak menuju pada kerusakan dan berimbas pada keadaan anak adam.
Memanfaatkan kedua tentara di atas berdampak pada bekal di dunia dan akhirat. Bekal di dunia tentu berupa makanan, minuman dan harta benda. Sedangkan bekal di akhirat adalah taqwa kepada Allah SWT. Seperti di salah satu ayat Al-Qur’an yang berbunyi;

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ.

Terjemah:
Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat! (Al-Baqaroh; 197).
Sehingga muara terakhirnya adalah mendapatkan buruannya yaitu ma’rifatullah, dan jual belinya mendapatkan untung berupa surga dan ridho Allah SWT.
Mereka (Para tentara qolbu) selalu ta’at pada hati, seperti para malaikat yang taat kepada Allah SWT dan tidak pernah durhaka kepadaNya.
Imam Al-Ghozali mengibaratkan manusia sebagaimana berikut. Badan manusia seperti negara. Tangan, kaki dan semua anggota badan adalah penduduknya. Syahwat (Keinginan) bak wali kotanya. Amarah adalah bala pertahanannya. Hati adalah rajanya dan akal adalah menterinya.
Seorang raja akan mengatur dan mengondisikan kerajaannya. Seperti dawuh Nabi Muhammad SAW;

ألا وإنّ في الجسد مضغةً أذا صلحت صلح الجسد كلّه، وإذا فسدت فسد الجسد كلّه ألا وهي القلب.

Terjemah;
Ingatlah dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh badan. Jika ia rusak, rusaklah seluruh badan.
Kenapa hati sebagai raja berkewajiban mengatur? Bukan hanya posisinya menjadi raja, bahkan lebih dari itu, syahwat (keinginan) yang merupakan wali kotanya cenderung mempunyai watak yang buruk, banyak bohongnya, bergelut dengan sesuatu yang tidak penting dan perilakunya berubah-ubah. Pelajuritnya yaitu berupa amarah terkadang condong pada perang, membunuh, mencuri dan lain-lain. Sehingga jika seorang raja tidak mengendalikan dan mengawasi mereka tentu kerajaan/negara itu akan hancur. Oleh karena itu seorang raja (Hati) hendaknya selalu bermusyawarah dan diskusi dengan menteri (akal) sehingga bisa mengkondisikan mereka dan menjadikannya sebab kebahagiaan didunia dan akhirat.
Sehingga, seandainya hati menjadikan akal tunduk dengan amarah dan syahwat maka rusaklah ia. Hal ini senada dengan firman Allah SWT;

اِنَّ شَرَّ الدَّوَاۤبِّ عِنْدَ اللّٰهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِيْنَ لَا يَعْقِلُوْنَ

Terjemahan:
Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti.( Al-Anfal ;22).
Begitu pula firman Allah SWT;

اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗ اِنْ هُمْ اِلَّا كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا

Terjemahan:
Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya.(Al-Furqon 44).
Begitupula disebutkan dalam kitab Tahdzib Al-Akhlaq;

قال رجل للنبي صلى الله عليه وسلم يا رسول الله أوصني، قال: <لا تغضب> فعاد له مرارا، كل ذلك يرجع إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أن: < لا نغضب>. وفي رواية : قال الرجل : <<ففكرت حين قال النبي صلى الله عليه وسلم ما قال، فإذا الغضب يجمع الشر كله.

Terjemah:
Ada seseorang berkata kepada Nabi SAW. “Wahai Nabi, berikanlah wasiat kepadaku” lalu Nabi SAW berkata “Jangan marah”. Lalu selalu ketika bertemu dengan Nabi SAW ia berkata “Wahai Nabi SAW berikanlah wasiat padaku” lalu Nabi SAW berkata “Jangan marah”. Sehingga laki-laki itu memikirkan apa yang diwasiatkan oleh Nabi SAW sehingga ia mengeri bahwa amarah itu mengumpulkan semua kejelekan.
Seandainya hati sebagai raja dan akal sebagai menteri di bawah kuasa amarah dan syahwat tentu jiwa (Qolbu) akan tersiksa di akhirat.
Ditulis oleh : Afrizal Nur Ali Syahputra, M.Pd (Wakil Ketua Pengurus Pusat PPTA)
Terjemah kitab Kīmīyā’ Al-Sa’ādah lil Imām Al-Ghozālī.