Ngaji dan Ngabdi 46: Amal Dunia Membentuk Wajah Kita di Akhirat (Serial Pengajian Tafsir Malam Sabtu)
Pada Jumat malam Sabtu kemarin, kita melakukan rutinitas anjangsana pengajian tafsir, bersama masyarakat desa Kunir dan sekitarnya. Kebetulan hari itu diminta oleh jamaah, bertempat di rumahnya bapak Sumitro. Sebagaimana pengajian di Pesantren, malam itu jamaah yang hadir lumayan kompak, walaupun sudah dua tahun tidak silaturahim ke tempat tinggal jamaah, dikarenakan lagi pandemi. Pengajian dimulai dengan tawasul kepada Rasulullah, para sahabat, tabiin, para ulama, para Masyayikh Pesantren al-Kamal Blitar, pendiri pengajian malam Sabtu KH. Mahmud Hamzah dan jamaah yang telah menghadap Allah, dan semua muslimin dan muslimat. Setelah Tawasul kita beri moqadimah dengan beberapa perkembangan isu-isu aktual yang ada di tengah masyarakat, terus mulai pengajian, melanjutkan kajian Surat Naba’ Juz 30.
 Pada pengajian kemarin Allah Swt menjelaskan kepada kita tentang bukti-bukti kuasanya dengan adanya fungsi-fungsi alam semesta yang terhampar. Mulai dari bumi, langit, matahri, siang, malam, pemenuhan kebutuhan berupa adanya tumbuh-tumbuhan, perkebunan, juga fasilitas air yang diciptakan oleh Allah. Pada ayat 17-30 ini Allah menjelaskan tentang bukti kuasanya tentang hari kebangkitan.

إنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتًا (17) يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَتَأْتُونَ أَفْوَاجًا (18)

(Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, Yakni suatu hari ditiupnya sangkakala, maka kamu semua akan datang dengan berkelompok).
Dalam tafsir Jalalayn dan Shawi al-Maliki diberi penjelasan, tentang hari diputuskannya amal perbuatan berbagai mahkluq, sudah ditentukan waktunya, untuk memberikan pahala atau siksa kepada mereka. Al-Miqat memberikan penjelasan suatu zaman tertentu, yakni suatu waktu telah jelasnya atas apa yang dijanjikan Allah untuk memberikan pahala bagi orang yang beriman, dan memberikan siksa bagi orang-orang yang kafir.
Penjelasannya tentang hari keputusan Allah, adalah hari ditiupnya sangkakala oleh malaikat Israfil untuk yang kedua kalinya (nafkhah al-tsaniyah). Pada saat itu manusia akan datang secara berkelompok (jama’atun mukhtalifatun) untuk menghadapi hukum-hukum Allah atas perbuatannya selama di dunia. Penjelasan tentang golongan yang berbeda-beda ini, ada sebuah Riwayat dari Muadh bin Jabal, yang bertanya kepada Rasulullah dari maksud dari ayat ”manusia akan datang dengan berkelompok”. Oleh Nabi Saw dijawab, bahwa pertanyaan Mu’adh ini adalah sebuah perkara besar, Nabi saat itu sampai menangis. Nabi dawuh, nanti di hari kiamat umatku dikumpulkan dalam 10 kelompok yang berbeda-beda, Allah memisahkan mereka dari golongan orang-orang Muslim dan mengganti rupa mereka dalam berbagai bentuk. Sebagian mereka ada yang berwajah kera, sebagian berwajah babi, sebagian berjalan dengan menggunakan kepalanya, sebagian datang secara mondar-mandir dikarenakan buta, sebagian datang dalam keadaan tuli, bisu dan buta, sebagian datang dengan mengeluarkan lidahnya, sebagian dalam keadaan terpotong tangan dan kakinya, sebagian dalam keadaan tersalib api, sebagian mempunyai bau yang sangat buruk.
 Dijelaskan lagi bahwa mereka yang berwajah kera adalah mereka yang di dunia suka melakukan adu domba, yang berwajah babi, mereka ketika di dunia biasa memakan barang haram dan suap, yang berjalan dengan menggunakan kepalanya adalah mereka yang biasa memakan riba. Yang datang dalam keadaan buta adalah mereka yang biasa melanggar hukum, yang datang dalam keadaan bisu dan tuli adalah mereka yang di dunia membanggakan amalnya. Mereka yang mengeluarkan lidahnya adalah orang-orang alim atau cerdik pandai, tukang pembawa cerita, tetapi perkataannya dengan perbuatanya berbeda (tidak relevan), mereka yang datang di akhirat dalam keadaan terputus tangan dan kakinya adalah mereka yang di dunia menyakiti tetangganya, mereka yang datang dengan disalib adalah yang ketika di dunia suka menjilat kepada penguasa (sulthan), orang yang datang di akhirat dalam bau yang tidak sedap, adalah mereka yang bersenang-senang dan menahan hak-hak Allah di dalam hartanya, demikian juga orang-orang yang membanggakan diri, sombong ketika di dunia, akan datang secara terhina di hari kiamat kelak.

 وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا (19) وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا (20)

(langit terbelah, maka seolah-olah mempunyai pintu, dan gunung-gunung dijalankan, maka seolah menjadi fatamorgana).
Langit terbelah dalam tafsir sebagai jalan bagi para malaikat untuk turun. Para malaikat saat pada tiupan sangkakala pertama akan mati semua, kemudian dihidupkan di antara tiupan sangkakala pertama dan kedua. Kemudian mereka semua turun ke dunia dan menggiring manusia menuju mahsyar. Selanjutnya, saat itu gunung-gunung pindah dari tempatnya, seolah bertebaran layaknya sesuatu yang sangat ringan. Ini terjadi tatkala gunung-gunung itu telah hancur, berposisi tidak pada tempatnya, maka bertebaran layaknya sesuatu yang ringan ditiup angin.

 إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا (21) لِلطَّاغِينَ مَآبًا (22) لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا (23) لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا (24) إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا (25)

(Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah).
Pada ayat-ayat ini Allah memaparkan tentang kondisi neraka dan orang-orang kafir yang menjadi penghuninya. Neraka disiapkan oleh Allah memang untuk orang-orang kafir. Kalau dalam tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa al-thagina, orang-orang yang melewati batas dimaksud adalah orang-orang kafir yang pada saat kiamat tidak dapat menghindar dari neraka, mereka saat proses penghitungan amalnya akan menuju neraka sebagai tempat kembali mereka, menempat di dalamnya selama berabad-abad, yang tidak ada akhir nya (la nihayata laha). Saking lamanya, ditafsiri dalam Hasyiyah Shawi menurut Ibn Mas’ud, “seandainya ahli neraka itu mengetahui bahwa mereka akan menempat di neraka selama jumlah kerikil dunia, maka mereka akan gembira. Juga sebaliknya seandainya ahli surga mengetahui bahwa mereka akan menempat di surga selama jumlah kerikil dunia maka mereka akan bersedih”. Ini adalah gambaran masa yang lama bagi orang-orang kafir yang menempat di neraka.
Dijelaskan juga tentang pedihnya siksaan untuk ahli neraka ”mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah”. Ini adalah gambaran kepedihan ahli neraka yang tidak merasakan nikmatnya dingin yang dapat membawa mereka istirahat, yang mereka rasakan hanyalah siksaan sangat panas dan nanah. Nanah dimaksud adalah sesuatu yang mengalir dari nanahnya ahli neraka yang dapat mereka rasakan.

جَزَاءً وِفَاقًا (26) إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا (27) وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا (28)

(sebagai pembalasan yang setimpal, sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat kami dengan sesungguh-sungguhnya).
Gambaran kepedihan siksa neraka ini memang sudah setimpal dengan amal perbuatan mereka ketika di dunia. Dalam penjelasan tafsirnya “tidak ada dosa yang lebih besar dibanding dengan kekafiran, juga tidak siksa yang lebih menyakitkan dibanding dengan siksa neraka”. Maka kelanjutan dari ayatnya menjelaskan dosa-dosa besar orang kafir adalah mereka tidak takut kepada hari pembalasan atau keingkaran kepada hari kebangkitan (yaum al-ba’ts). Memang keyakinan kepada hari akhir adalah bagian dari keimanan ajaran tauhid, yang harus dipercaya oleh orang-orang mukmin. Ketidakpercayaan kepada hari akhir, berarti tidak percaya adanya hari pembalasan Allah terhadap amal perbuatan manusia, yang pada akhirnya akan mengantarkan seseorang kepada kekafiran dari sisi keimanan, dan yang pasti akan terjadinya kerusakan amal perbuatan ketika di dunia.
Bentuk kekafiran lagi adalah mendustakan ayat-ayak Allah, yakni al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Muhammad saw. Dengan adanya kekafiran kepada kitab suci berarti manusia tidak mempunyai pedoman dalam beribadah kepada Allah dan menjalankan syariat yang dibawa oleh Jeng Nabi Muhammad Saw. Maka lengkap sudah keingkaran orang-orang kafir, yakni ingkar kepada Allah, Nabi Muhammad, hari akhir dan al-Qur’an. Dengan begitu mereka mendapatkan balasan yang setimpal kepedihannya ketika di akhirat, yang harus mereka rasakan.

 وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا (29) فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا (30)

(Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab.)
Maknanya segala perbuatan yang telah dilakukan oleh orang kafir tentang keingkaran-keingkarannya di atas, dicatat oleh Allah di buku catatan amal (lauh al-mahfudh), tidak ada tambahan juga tidak ada pengurangan, maka ketika orang kafir masuk neraka akan dikatakan kepada mereka “rasakanlah siksa itu sebagai balasan perbuatanmu”, Allah tidak akan menambahkan siksa, melainkan itu sesuai amal kekafiran di dunia. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
*Alumni PP Lirboyo, Khadim PP al-Kamal Blitar, dan Pengajar UIN Satu Tulungagung