Ngaji dan Ngabdi 90: Fakta Muslim Nusantara di Bulan Muharram
Oleh: KH. Asmawi Mahfudz*
Ada beberapa tradisi menarik di kehidupan muslim nusantara, diantaranya Doa bersama, yang diadakan oleh jamaah masjid atau mushola, Lembaga pemerintah atau ormas keagamaan, pondok pesantren, dalam rangka menyambut tahun baru Hijriyah 1445. Acara diisi dengan pembacaan doa awal tahun dan akhir Tahun shalat berjamaah, istighosah dan beberapa sambutan oleh panitia atau yang berwenang. Para jamaah semua mempunyai hajat yang sama, semoga apa yang dilakukan pada tahun-tahun kemarin dapat dinilai amal shalih oleh Allah, kalaupun ada kesalahan semoga mendapatkan pengampunan. Juga dengan penuh optimisme menatap tahun baru, dengan semangat baru, ide yang baru, karya yang baru, amal-amal baru, dengan penuh optimisme, sehingga tahun-tahun yang akan datang menjalani kehidupan dengan lebih baik. Yang kemarin shalatnya masih kurang ajeg semoga menjadi ajeg, yang kemarin hanya shalat wajid semoga ditambah dengan shalat sunnah, yang kemarin belum disiplin bekerja semoga tahun besok menjadi disiplin, yang kemarin sakit semoga tahun ini mendapat kesembuhan, yang kemarin masih mempunyai hutang semoga dapat membayarnya, yang kemarin bertikai dengan saudara sesama tahun depan semoga menjadi rukun, yang kemarin masih belum menyelesaikan pekerjaan semoga tahun depan dapat menyelesaikannya, yang kemarin belum ketemu jodohnya tahun ini semoga mendapatkan jodoh, yang kemarin belum beruntung dalam bisnis semoga tahun depan mendapatkan keuntungan serta rizki yang berkah. Banyak harapan dimiliki oleh hamba Allah pada saat memperingati tahun baru hiriyah.  Maka semangatnya adalah perbaikan, sesuai yang difirmankan Allah Swt,

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Selaras dengan ayat ini adalah Hadits Rasulullah Saw, “Perbuatan-perbuatan itu hanyalah tergantung dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah menurut apa yang diniatkan. Karena itu, siapa yang hijrahnya itu kepada kerelaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya ialah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa hijrahnya untuk memperoleh keduniaan atau wanita yang bakal dikawininya, maka hijrahnya itu ialah kepada apa yang telah dihijrahi”.
Dari penjelasan itu ada beberapa catatan, pertama seorang muslim harus mempunyai niat dalam melakukan sesuatu. Kalau memang dia ingin ada perbaikan dalam hidupnya maka dia harus mempunyai komitmen untuk melakukan sesuatu sehingga mendapatkan kebaikan-kebaikan yang dia niatkan.  Kedua, implikasinya akan adanya perubahan-perubahan dari apa yang dia lakukan. Dalam bahasa islam, Hijrah. Ketika Rasulullah menghendaki ada perbaikan dalam melaksanakan risalahnya, juga melakulan Hijrah dari Makkah ke Madinah, dengan harapan adanya optimisme di hari-hari yang akan datang.
Kegiatan lagi di bulan Muharam adalah Baritan. Yakni menyelenggarakan acara selametan oleh warga masyarakat berkumpul di tempat yang lapang, diikuti oleh masyarakat sekitar. Biasanya mereka membawa takir plonthang. Yakni wadah berkat kecil yang atasnya dihiasi dengan janur yang menyilang. Acaranya biasanya diisi dengan tahlil dan doa-doa lainya. Dilihat dari praktiknya ada beberapa hikmah yang dapat dipetik, yaitu kesadaran bersama untuk berkumpul dan berdoa kepada Allah swt. Dengan tradisi ini warga sekitar kampung dapat menyatukan niat bersama untuk kehidupan mereka, sebagaimana acara di atas, bercengkrama bersama, guyon bersama, gojlokan bersama sehingga keakraban, paseduluran dapat tertanam dalam diri mereka. Juga dengan acara ini dapat meminimalisir warga milinial sekarang untuk beraktivitas yang bernilai positif, silaturahim, mendapatkan ilmu, dan bermunajat kepada Allah. Tetapi kemudian yang menjadi pertanyaan adalah kenapa tempatnya baritan kebanyakan diadakan di perempatan jalan? Mungkin mereka ingin mencari tempat yang sekira netral bagi warga yang sungkan ke mushola atau di masjid. Dengan acara seperti itu nampaknya shadaqah yang dilakukan berlaku bagi semua orang yang hadir. Baik yang kaya atau yang miskin, semua membawa juga menerima. Pergumulan antar warga dengan nilai positif memang perlu digalakkan senyampang itu menambah nilai keimanan, keislaman, ketakwaan dan kerukunan antar sesama. Jangan sampai dalam perkumpulan menimbulkan rasa iri dan dengki, atau perbedaan yang menimbulkan permusuhan antar warga. Maka sekarang tergantung panitianya untuk memanage kegiatan itu yang tentunya dapat mensinergikan semua warga yang latar belakangnya beragam.
Kegiatan lain yang diadakan oleh masyarakat muslim Nusantara adalah santunan anak yatim. Berpihak kepada orang miskin atau anak yatim, adalah kewajiban bagi semua muslim bahkan ini menjadi kewajiban masyarakat. Tradisi santunan ini memang mendapatkan dasar yang kuat baik dari sisi al-Qur’an, Hadits, pendapat ulama atau undang-undang dasar sekalipun. Santunan yang diselenggarakan oleh masyarakat ini perlu dukungan sehingga program berderma ini lebih ajeg, lebih berkualitas, dan lebih baik. Lebih dari itu mungkin tradisi santunan ini dapat ditingkatkan dalam rangka mengisi ruang kosong yang belum tersentuh oleh program-program pemerintah. Selama ini program pemberdayaan masyarakat miskin dan pemberdayaan anak sudah dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah dan kementerian. Baik di lembaga pendidikan, kementerian sosial, Badan Amil Zakat Nasional, atau lembaga yang lain. Maka seandainya program atau trasdisi santunan itu dapat mengisi kekurangan dari program pemerintah tentunya akan lebih baik. Misalnya pemerintah banyak sekali menawarkan  program beasiswa atau pemberdayaan masyarakat miskin, maka tradisi yang dilakukan masyarakat, biasanya dilakukan dengan memberikan uang secara langsung diberikan bagi mereka-mereka yang benar-benar membutuhkan. Sehingga nilai santunan akan lebih baik, lebih sesuai dengan sasaran. Tradisi santunan kita selama ini masih dengan konvensional, artinya yang penting menemui mereka yang ditinggal ayahnya disebut yatim, kualifikasi miskin pun kita sekarang dikampung-kampung kadang juga bias, dengan ukuran kekuarangan makan, tidak mempunyai pekerjaan atau yang lain. tetapi itulah fakta sosial Muharram yang dilakukan oleh masyarakat muslim nusantara yang mencerminkan banyak dimensi untuk dapat dipandang, yang pastinya juga meghasilkan banyak hikmah dan keutamaan bagi masyarakat yang menjalankannya. Amiiin.
*Pengasuh PP Terpadu Al Kamal Blitar