Ilustrasi Syirik


Penulis: Dr. K. Asmawi Mahfudz, M.Ag
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat), “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri, ketika kamu diseru untuk beriman lalu kafir”(al-Ghafir:40, 10)
Ayat di atas menjelaskan tentang keadaan orang-orang kafir, setelah mereka dimasukkan ke neraka. Saat itu mereka marah terhadap diri mereka sendiri, kemudian ada di antara mereka yang mengatakan, ”aku marah kepadamu wahai diriku”. Kemudian para Malaikat berkata kepada mereka”, bahwasanya kebencian (murka) Allah kepadamu lebih besar, tatkala para Rasul mengajak kepada ajaran Tauhid di Dunia, kamu semua tidak mau beriman. Makna kemurkaan Allah ini menurut al-Shawi, bukan berarti Allah benci atau murka seperti layaknya kebencian manusia, tetapi ini mengandung maksud adzab atau siksa Allah sudah pasti akan ditimpakan kepada orang-orang kafir, sebagai balasan keingkaran mereka di dunia (Shawi al-Maliki, Beirut: 2002, IV, 6) (al-Baidhawi, Beirut: 2006,II, 336) (Ibn Abbas, Syirkah Asia:tt, IV, 72). Pemahaman dari ayat di atas memberikan gambaran tentang kesadaran orang Kafir sehingga akibat kemarahannya mereka benci kepada dirinya sendiri. Tetapi hal itu bukan berarti akan meringankan siksa yang ditimpakan kepada mereka di neraka. Karena kebencian mereka terhadap kesalahan yang dilakukan diri mereka sendiri, tidak ada artinya jika dibanding dengan kemurkaan Allah tatkala mereka ingkar terhadap ajakan untuk beriman kepada Allah.
Kemudian mereka (orang-orang kafir tersebut masih meminta kepada Allah untuk di keluarkan dari neraka, dengan perkataannya, yang tertuang dalam ayat ke 11,
“ Mereka menjawab, Ya Tuhan kami engkau  telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah suatu jalan (bagi kami) untuk keluar dari neraka”.al-Ghafir: 40, 11)
Dalam tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa maksud dari “mematikan dua kali” dan “menghidupkan dua kali” adalah Allah menciptakan mereka pertama kali menjadi air mani yang mati kemudian Allah menghidupkan, terus manusia dimatikan tatkala ajalnya telah datang, setelah itu Allah memberikan kehidupan kembali pada waktu hari kebangkitan. Kematian dan kehidupan yang telah di berikan oleh Allah telah nyata kebenarannya dan di akui oleh orang kafir  di neraka. Dan ketika manusia kafir menyadari dan mengakui semua kesalahannya tentang keingkaran yang telah dilakukan di dunia, mereka meminta kembali ke dunia untuk menjalankan ketaatan kepada Tuhan (Allah Swt).  Dan pasti jawaban terhadap permintaan mereka untuk kembali ke dunia adalah tidak ada jalan. Siksa neraka yang mereka alami disebabkan keingkaran mereka terhadap kemaha esaan Allah Swt. dan keyakinan pembenaran mereka terhadap ajaran kemusyrikan.   Disebutkan dalam ayat selanjutnya, 12;
“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah yang maha tinggi lagi maha Besar.(al-Ghafir: 40, 12) (khadim al-Haramayn, Jeddah:1971, 760-761).
Maksud dari “diajak terhadap tauhid kemudian mengkufuri” adalah adanya pengingkaran terhadap ketauhidan Allah, sedangkan makna dari “mempercayai kemusrikan (Allah dipersekutukan)” adalah membenarkan adanya perbuatan mempersekutukan Allah. Dalam tafsirnya ayat 12 ini dijelaskan, telah diketahui oleh orang-orang kafir, bahwa makhluq Allah itu terdiri dari dua kelompok yaitu orang kafir dan orang mukmin. Maka jangan melawan terhadap hukum Allah, bahwa sekarang mereka orang-orang kafir termasuk ahli neraka dan orang mukmin dimasukkan surga. (Al-Shawi, Beirut: 2002, 6). Ini dikuatkan dengan penjelasan Ibn Abbas bahwa Allah adalah hakim yang maha adil terhadap semua makhluqnya. Dia adalah Dzat yang tidak akan salah dalam memberikan hukuman, memberikan hidayah atau petunjuk kepada orang yang dikehendaki atau memberikan sanksi kepada orang-orang yang sesat, dan juga menganugerahkan kasih sayangnya kepada orang-orang yang dikehendaki pula (Ibn  Abbas, Syirkah Asia: tt, IV, 72).
Dari ketiga ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa, pertama, siksa neraka yang diterima oleh orang-orang kafir itu sudah menjadi keharusan akibat dari keingkarannya terhadap ajaran-ajaran tauhid kepada Allah Swt. Kedua, adzab yang diterima oleh orang kafir di neraka tidak perlu untuk dipertentangkan dan dilawan, karena itu merupakan bentuk keadilan Allah kepada orang-orang yang ingkar kepadanya dan ajaran-ajaran yang dibawa oleh rasul-rasulnya. Ketiga, bentuk dari kekafiran kepada Allah tidak hanya mengingkari, tetapi perbuatan pembenaran terhadap kemusrikan juga dikatagorikan keingkaran kepada Allah Swt. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
Tentang penulis: Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.