Oleh: Siti Mayaatur Roisah (2 Wustho B)
Ketika langit tidak menunjukkan persahabatan, tak menunjukkan kecerahan seperti biasanya yang disiang itu langit bagai tertutup permadani kalbu yang amat luasnya dan disertai rintik-rintik sebesar biji jagung yang turun denngan jumlah yang amat banyaknya. Membasahi permukaan bumi yang pada awalnya gersang, sekarang bagai bersemi kembali. Bunga-bunga yang layu dan sakitnya,sekarang bagai disuntik obat dan tuhan yang dapat menyembuhkan bagi siapa yang ingin disembuhkan.
Disaat itu aku sedang duduk termangu sambil menulis diaryku dikala hujan,disamping jendela kamar dengn tangan kiri menyangga kepalaku sedangkan tangan kananku memegang bolpoin 0,7 mm. yang bertumpu diatas buku diary yang kebetulan sisi jendela tersebut agak lebar, jadi bisa digunakan sebagai pengganti hujan. Dengan ventilasi udara yang cukup aku terasa nyaman ketika menulis diary, Belajar bahkan untuk mengintip adik- adikku bermain diluar sana.
Shofia Khaira itulah namaku. Aku biasa dipanggil Fifi. Terkadang untuk soal nama aku biasa menjadi bahan olok –olok oleh adik- adikku. Imron dan Zara.
“Kak pipi ………….Tuh liat dipipi kakak ada tahi lalatnya …………….!!” Kata Imron yang cedal dengan polosnya .
“ Masak udah namanya pipi, tahi lalatnya dipipi. Jadi pipi kuadrat dong!!Ha…ha…” ledek Zara padaku.
Aku memang punya tahi lalat dipipi.itulah ciri khasku, Diantara keluargaku. Cuma akulah yang punya tahi lalat dipipi. Mengingat tingkah laku adikku, Aku sampai lupa dengan apa yang aku mau tulis didairyku. Tapi lama kelamaan kelopak mataku mulai berat. Dan tidak lama kemudian akupun tertidur diatas buku diaryku.
***
Diteras rumah ketika dihari itu aku tidak sekolah karna hari libur. Pagi itu matahari baru terbit dari ufuk timur. Bapak dan Ibu berada diteras seperti biasanya. Bapak ditemani secangkir kopi kental yang masih mengepul, ditemani dengan gorengan pisang buatan Ibu.
“Buk.. anak kita sekarang bayarannya kok semakin tinggi ya.” Obrolan pertama Bapak di pagi itu sambil menyemol pisang goreng.
“Ya…namanya orang cari ilmu pak.” jawab Ibu singkat.
“Ya,…tapi Bapak dulu sekolah bayar ya seikhlasnya, bahkan bapak sekolahnya bayar cuman sekali!!” cetus Bapak.
“Itukan dulu,…dulu dengan yang sekarang beda Pak !!!” kata Ibu.
“Ya…beda-beda o, tapi ya gak jauh gitulah bu..!!” Bapak mulai ngeyel
“Bapak tadi bilang kan kalau sekolah bayar cuman sekali.itu bapak lulus SD apa tidak!!” kata Ibu denan kesabarannya.
Dengan muka cemberut Bapak berkata,”Y a enggak sih…tapi aku dulu memang ingin membantu Abah mencari duit.” kata Bapak tidak ingin kalah.
Karena Bapak memang selalu tidak mau mengungkit-ungkit lagi masalalunya ketika sekolah. Tak ku sengaja pada saat itu, aku mau ke kamar karena habis dari kamar mandi..Aku mendengar perdebatan Bapak dan Ibu di teras.
“Halah Buk…wes..wes….atau gini, Fifi putus saja sekolahnya, kan sekarang ekonomi keluarga kita menurun Bu, Bapak ini sudah tua dan juga sakit-sakitan, tiap bulan control kedokter. Kalau saja Fifi punya kakak laki-laki yang bisa jadi penggantinapak jadi tulang punggung.Ya Alhamdulillah kita punya anak laki-laki, tapi masih kecil. Masih belum beneh.” Jelas bapak panjang lebar.
Mendengar itu badanku langsung ambruk dibalik pintu tempatku berdiri. “Apakah selama ini yang kuimpikan menjadi seorang penulis yang terkenal dan bisa sekolah di Kairo Mesir akan sia-sia karena keadaan ekonomi keluargaku. Terus kalau aku dewasa nanti mau jadi apa? SMA saja tidak tamat.”
Tiba-tiba bermacam-macam fikiran pun keluar dari benakku dan tak ku sangka Ibu sudah berdiri didepanku.
“Kamu sudah dengar….!”Sapa ibu dengan singkat dan aku masih terdiam.
“Nduk walaupun bapakmu bicara seperti itu, tapi jangan sampai putus belajarmu. Ibu yakin kamu tidak akan keluar dari SMA sebelum waktunya selesai.” kata Ibu sambil meraih pundakku dan memandangku lekat-lakat.
“Bu, benarkan apa yang Ibu katakana? Bapak tidak akan mengeluarkanku sebelum waktunya tiba?“ tanyaku masih dalam keadaan shock.
“Yakinlah pada dirimu sendiri Nak.” kata Ibu menghiburku.
Tiba-tiba Bapak datang dan…
“Nak, sudah Bapak putuskan bahwa kamu harus keluar dari SMA. Kasihan Ibumu tiap hari mencari dana untuk makan, untuk sekolahmu, dan juga sekolahin adik-adikmu, kalau Bapak tidak sakit-sakitan, pasti sudah sekolahin kamu sampai selesai…!” Kata Bapak panjang lebar di sampingku.
“Pak biarkan saja anak kita menuntut ilmu dan mengerjar cita-citanya, jangan dilarang, kalau masalah biaya insyaallah masih ada..!” Jawab Ibu dengan genangan air membelah dikedua kelopak matanya.
“Buk!!” Bantah bapak, seketika bapak langsung memegang dadanya menahan rasa sakit dengan nafas sedikit berat lalau Bapak jatuh dihadapanku dan ibuku.
“Penyakit jantung bapakmu kambuh lagi, karena dulu waktu mudanya Bapak termasuk perokok berat, memang kalau lagi marah, penyakitnya sering kambuh dan akhirnya Bapak akan pingsan.” Cerita Ibu.
“Pak…Bapak…!” Katab Ibu yang panik dengan mata yang masih tergenang air.
“Pak… Maafkan Fifi yang telah membuat Bapak seperti ini!!”
Seketika aku duduk disamping Bapak, lalu kuangkat kepalanya. Dan ku letakkan dipangkuanku, kudekap Bapak.
Seketika itu aku terlonjak kaget, Tak kusangka air hujan sudah membasahi pipiku dan membasahi diaryku.
Setelah itu akupun baru sadar bahwa aku ketiduran dijendela disaat awal hujan hingga berhenti. Akupun baru bangun ketika ada rembesan air dari celah jendela membasahi pipiku. Kemudian aku beranjak untuk keluar dan menuju kearah Bapak Ibuku berada.
Kebetulan pada saat itu Bapak dan Ibuku sedang ada diteras dan seperti biasa Bapak duduk-duduk ditemani secangkir kopi. Aku berjalan agak cepat ketempat mereka tapi aku kaget dan terbengong melihat Bapak masih segar di pagi ini.
“Fi, kenapa kamu bengong seperti itu? Ayo duduk sini.” Pinta Bapak seraya melambai.
“I….iya Pak,….” Jawabku gugup seraya melangkah mendekati Bapak.
“Mengapa masih barusan bangun tidur?”
“Enggak kok Pak, tadi sebenarnya sudah bangun terus ketiduran lagi.” Jawabku beralasan.
“Ya sama aja nduk-nduk…..” ejek Ibu.
“Gini, kemarin Bapakmu ini di telfon sama Bapak Sekolahmu, katanya kamu tahun ini dapat beasiswa karena kamu mengikuti test beasiswanya?” kok kamu tidak bilang pada Bapak dan Ibu?” Kata bapak.
“Apa! Beneran itu Pak?…” tanyaku tak percaya.
“Ya bener cah ayu…” sahut Ibu.
“Jadi Bapak tidak akan keluarin aku dari sekolah?” tanyaku.
“Keluarin kamu dari sekolah??? Maksud kamu?” Tanya Bapak bingung.
“Ya…. Mengeluarkan aku dari sekolah karena tidak ada biaya buat sekolahku.” Jelasku.
“Nduk-nduk, kamu ini kok aneh-aneh kalau bicara, ya tidaklah. Ngapain Bapak keluarin kamu dari sekolah, bagi Bapak sekolah itu paling penting. Memengnya kapan Bapak bicara begitu padamu?” kata Bapak.
“La iya to… kamu ini bangun tidur bicaranya jadi ngelantur. Sudah, sepat san cuci muka atau sekalian mandi biar fikirannya segar dan bicaranya tidak ngelantur-ngelantur lagi!” suruh Ibu padaku sambil mengelus rambutku dengan kasar.
“He….he…. iya Pak, Buk, maaf.” Jawabku malu-malu.
Setelah itu aku langsung menuju kamar mandi untuk mandi, sambil berjalan aku berfikir tentang hal yang barusan terjadi. Dan aku pun tertawa karena nyatanya hal itu hanya sebuah mimpi.