Seberapa “Santri”kah Kita? (Ditulis untuk ikut serta merayakan Hari Santri Nasional)

adha2Oleh: Muhammad Khoirul Umam*
San.tri (n) 1. orang yang mendalami agama islam; 2. orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh.
Diatas merupakan kutipan pengertian santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Semenjak 2 tahun belakangan ini, di penghujung bulan Oktober, santri dan segala varian hashtag-nya selalu menjadi ramai di berbagai media, baik media cetak, media elektronik maupun media social. Ini karena ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo. Tentu hal ini disambut dengan sangat baik dan meriah oleh semua kalangan santri, baik pribadi santri itu sendiri maupun lembaga ke-santri-an yang ada di tanah air.
Hari Santri Nasional diperingati dan dimeriahkan dengan berbagai agenda yang bermacam-macam di berbagai daerah. Mulai dari perlombaan-perlombaan, pawai, kirab, nonton bareng, pengajian, sholawatan dan yang akhir-akhir ini yang mulai banyak dilaksanakan adalah Upacara Hari Santri. Namun, yang lebih penting lagi dalam momen ini menurut saya adalah refleksi daripada peringatan hari santri itu sendiri.
Dalam kutipan pengertian santri dari KBBI diatas sudah cukup mudah dipahami tentang apa dan siapa santri itu. Jadi, santri bukan hanya mereka yang mengaji atau yang sedang menimba ilmu di pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan saja (seperti pada pengertian pertama) namun juga merupakan orang saleh yang beribadat dengan sungguh-sungguh, menjalani perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Maka seharusnya momen hari santri ini lebih menjadi alarm dan reminder bagi para santri, sudah sejauh manakah saya belajar agama? Sudah sejauh manakah saya berusaha menjadi insan yang saleh? Sudah sejauh manakah saya menjadi orang yang taat pada agama? Sudah sejauh manakah saya belajar agama? Sudah sejauh manakah kita mengamalkannya? Atau ilmu yang kita dapatkan hanya selesai dalam karya ilmiah, essai, makalah, journal atau bahkan hanya sebagai status media sosial kita? Tanpa perlu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita baca beberapa kutipan nasehat guru-guru kita:
“Ngajarlah ngaji…! nanti kalau kamu tidak bisa makan, kethoken kupingku (potonglah telingaku)” dawuh K.H. Mahrus Aly.
“Jangan sekali-kali menyakiti hati orang tua, lebih-lebih ibu itu bisa menyebabkan ilmu tidak manfaat” dawuh K.H Marzuqi bin Dahlan
“Anu coo… tiyang puniko kedah saget anjolo sutro, tegesipun punopo-punopo kedas saget ngaos, inggih saget macul, inggih saget nggaru, inggih saget ngluku, soho lintu-lintunipun inggih saget.” Dawuh K.H. Zainuddin bin Mu’min
“Jadilah orang yang suka mengalah, lapang dada dan berjiwa besar terhadap orang yang memusuhi. Jadilah orang yang istiqomah dalam segala hal yang baik.” Dawuh K.H Djazuli Utsman
“Mau dipimpin dan siap memimpin” semboyan P.P. Terpadu Al-Kamal.
Sudah sejauh manakah saya berusaha menjadi insan yang saleh? Atau kesalehan kita hanya muncul ketika bersama dengan banyak orang, kesalehan muncul hanya untuk riya’ dan pamer belaka, kesalehan muncul hanya untuk menarik perhatian manusia belaka, tanpa perlu terus mengasah, melatih, dan meningkatkan amal baik kita.
Baiklah tak perlu seserius ini membaca tulisan saya, saya juga pribadi yang sampai hari ini masih ingin terus menjadi santri, masih berusaha menjadi santri. Mari kembali kita tanamkan semangat nyantri. Mari sebagai sesama santri tetap saling mengingatkan, saling mengajarkan untuk tetap terus menjadi santri idaman. Santri idaman pesantren, santri idaman kyai, santri idaman masyarakat, santri idaman NKRI dan santri idaman mertua… hehehehe…
Selamat Hari Santri Nasional 1439 H / 2017 M
“Santri Mandiri NKRI Hebat”
*Mahasantri Ma’had ‘Aly Al Kamal

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *