Mengikis Radikalisme dengan Belajar Agama dan Budaya Lokal di Indonesia

Oleh : M. Imam Sanusi Al Khanafi*
Islam adalah Agama yang paling sempurna, tidak membeda- bedakan mana yang paling unggul dalam hal kualitas keagamaannya. Selain itu, Islam merupakan penyempurna dari Agama- agama sebelumnya, yang mana Islam datang kebumi bukan untuk kekerasan. Akan tetapi untuk perdamaian, keharmonisan, kemanusiaan, keilmuan, peradaban dan kebudayaan. Dengan tujuan mengarahkan seluruh umat Manusia menuju rahmatal lil alamin.
Allah SWT memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Rahman (pemberi kasih sayang kepada semua mahluk) dan Rahim ( pemberi rahmat / kasih sayang kepada makhluk yang beriman kepadanya). Dalam hal ini Manusia diturunkan di bumi dalam rangka untuk menjadikan bumi yang rahmatal lil alamin. Dalam arti memberikan rahmat dan kasih sayang kepada manusia untuk mengarahkan kepada sang penguasa jagat raya ( Allah SWT).
Salah satu ajarannya yang mengandung nilai- nilai adalah keadilan kepada sesama Manusia. Tidak sedikit di dalam ayat- ayat al-Qur’an yang memaparkan bahwa umat Manusia baik laki- laki maupun perempuan yang selalu bertawakal dan beriman kepada Allah, maka akan memperoleh kehidupan yang kekal yakni Surga.
Di dalam Al- Qur’an Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

“Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling belajar kearifan (litaarufu). Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu adalah yang paling sadar-Tuhan (bertaqwa).(Al-Hujurat : 13)
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa, Allah tidak membeda – bedakan antara sesama manusia, karena perbedaan manusia dimata Allah adalah ketaqwaan. Jadi, manusia diciptakan Allah walaupun berbeda- beda dari bangsa suku, ras, keyakinan. Jangalah saling memberikan pengajaran yang ekstrim, dehumanisasi, dan menyebarkan benih – benih radikalisme . Akan tetapi, Allah memerintahkan umatnya untuk saling mengenal, tolong menolong, memanusiakan terhadap sesama manusia, saling bertukar fikiran dalam mewujudkan keharmonisan. Dan Allah SWT tidak menyukai orang- orang yang memperlihatkan kesombongan, saling mengkafirkan, dan mengajarkan paham ekstrimis yang menyebabkan pertengkaran sesama manusia, terutama sesama umat Islam. Karena yang paling mulia adalah ketaqwaan. Kita tahu, hampir seluruh teks dalam Al- Qur’an adalah moderat. Yakni secara konsep bisa bermakna keseimbangan, istiqomah, keamanan.
Ayat di atas juga memaparkan bahwa, Islam tidak hanya membahas tentang akidah dan syari’at saja, akan tetapi juga membahas tentang kebudayaan. Karena, budaya sebagai warisan hikmah ketuhanan yang diturunkan lewat Nabi-nabi yang pernah diutus Tuhan sepanjang sejarah umat Manusia.”Bagi tiap-tiap umat seorang Rasul” (Qs.10:47) sementara sebuah sabda Nabi bahwa jumlah seluruh nabi yang pernah diutus Allah adalah tak kurang dari 124.000 orang. Dari sinilah sebagian ahli menyatakan bahwa sesungguhnya peninggalan budaya selama bisa dibuktikan tak bertentangan dengan aturan Agama yang pasti kebaradaan dan pemahamannya, sedikit atau banyak adalah peninggalannya Nabi. Dengan demikian , bukan saja ia boleh dianut, budaya memiliki tempat yang abshah, kalau tak malah memiliki tingkat kesakralan tertentu.
Sesungguhnya, Agama yang mengajarkan ekstrimisme akan punah sedikit – demi sedikit. Dan umat manusia akan berbondong – bondong menuju Islam yang moderat. Dengan alasan, manusia membutuhkan ketenangan, kedamaian, kerukunan dan ketentraman. Selain itu juga akan tercipta suatu peradaban insaniyah, pendidikan, beradab, berakhlak, dan berbudaya.
Menurut pandangan Abdurrahman Wahid, Agama dan budaya bersifat saling melengkapi. Maksudnya ialah Agama Islam dan budaya mempunyai indenpendensi masing- masing, tetapi keduanya mempunyai wilayah tumpang tindih dan saling mengisi namun tetap memiliki beberapa perbedaan. Agama bersumber pada wahyu dan memiliki norma- norma sendiri. Norma- norma Agama bersifat normative. Karenanya, ia cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya adalah kreativitas manusia, karenanya ia berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Perbedaan ini tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya. Dengan kata lain, pandangan demikian menempatkan Agama dalam pandangan fungsinya sebagai wahana pengayoman tradisi bangsa dan pada saat yang sama, Agama menjadikan kehidupan berbangsa sebagai wahana pematangan dirinya.
Islam yang hadir di Indonesia sepintas terkesan wajah lokal, apabila dibanding dengan Islam timur tengah, namun setelah dikaji lebih dalam, ternyata hal itu menggambarkan keberhasilan Islam berinteraksi, sehingga peleburan Islam kedalam tradisi lokal atau peleburan tradisi lokal kedalam Islam.
Walaupun Islam datang ke Indonesia harus menyesuaikan dengan budaya lokal, beliau juga berpendapat, kalau Islam tetap dipertentangkan hingga menimbulkan radikalisme akan merugikan Islam itu sendiri. Dalam hal ini, pertentangan pendapat tidak semuanya harus diselesaikan dengan melarang atau menyesatkan kelompok lain. Toleransi justru bisa lebih membawa hasil. Bagi gus dur, hak hidup dan menjalankan ajaran Agama yang diyakini merupakan hak dasar yang dijamin sepenuhnya oleh syari’at.
Meskipun Islam berada ditengah kondisi sosial yang beragam, terutama di Indonesia, tetap saja ia dapat tumbuh subur mewarnai kehidupan penganutnya, dimanapun mereka berada hingga sampai kapan pun. Kematangan dalam memberikan interpretasi terhadap Islam mampu melahirkan serangkaian konsep menjadikan Islam produktif. Wa Allahu A’lam.
*Mudarris dan Mudabbir di Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *