Tahun selanjutnya saya harus bergabung dengan Yayasan Masjid Baiturahman Bendosari Kras Kediri, untuk mengembangkan lembaga Pendidikan Islam. Yayasan ini adalah wakaf dari keluarga besar yakni Kyai Abu Umar, Kyai Ambar, Hj. Repi, Hj. Inem, Hj. Tukinah, H. Moh. Yasin, H. Suprapto, Nyai Sumiatun dan perjuangan tokoh-tokoh pendiri. Sebelumnya Yayasan ini berbentuk masjid yang didirikan oleh Kyai Abu Umar dan tokoh saat itu tahun 1940-an, sebagai sebuah tempat ibadah untuk mengenalkan dan membiasakan agama Islam di Desa Bendosari. Tokoh-tokoh pendiri sebenarnya mereka semua adalah orang yang masih awam dalam ilmu Agama Islam, karena memang turun temurun di desa ini warganya mempunyai pekerja keras ke sawah dan ladang, tidak begitu memperhatikan untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolahan atau Pondok Pesantren, banyak yang sibuk untuk mengelola sawah pertanianya, memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Tetapi dengan kedatangan Kyai Abu Umar, kemudian mendirikan masjid pada tahun 1940-an, akhirnya warga desa Bendosari menjadi lingkungan santri, perduli terhadap Agama, terutama ringan untuk menginfakkan dan mewakafkan tanahnya untuk investasi akhirat. Ini terbukti dengan terus bertambahnya tanah wakaf sedikit demi sedikit dari warga atau tokoh-tokoh sekitar yang diserahkan kepada Masjid Bayturahman. Kebiasaan wakaf para warga ini, sudah turun-temurun, dan terjadi saat tanah ladangnya dibagi habis kepada secara hibah kepada anak-anaknya, kemudian menyisakan untuk wakaf. Dengan semangat yang tinggi dari para pendahulu dalam memperhatikan kegiatan keagamaan, maka putra dari Kyai Abu Umar yaitu Kyai Ambar mendirikan Madrasah Diniyah Miftahul Ulum, di atas lahan miliknya di barat masjid, sekitar tahun 1960-an, untuk mengakomodasi Pendidikan agama Islam warga-warga sekitar. Ini terbukti sejak dahulu sampai sekarang Pendidikan keagamaan di sekitar masjid selalu menggeliat, ramai, dan selalu bermanfaat, semoga tetap istiqamah sampai hari kiamat.
Keadaan madrasah diniyah di sekitar masjid diikuti oleh putra putri dari warga Desa Bendosari juga anak-anak desa sekitar. Ini membuktikan bahwa Pendidikan Diniyah Miftahul Ulum, Masjid Bayturahman ini diterima oleh warga sekitar, apalagi belum banyak Lembaga Pendidikan madrasah yang berdiri pada waktu itu. Sampai pada tahun 1970 sampai 1990-an, Pendidikan diniyah mengalami momentumnya, dengan santri yang jumlahnya banyak, guru-guru dari Pesantren dan dari Departemen Agama, praktis pada tahun ini Madrasah Diniyah Miftahul Ulum mengalami masa kejayaannya. Pada tahun 1980-an ini saya menjadi salah satu santrinya di sini, diajar oleh para guru dari berbagai desa di Kecamatan Kras. Seperti bapak sendiri KH. Mahfuz Alwi, Kyai Thalhah dari Jemekan, Kyai Mastur dari Kras, Kyai Mahmudi dari Ringinanom Udanawu, Kyai Mohtar dari Bendosari Kras. Pada masa-masa saya ngaji inilah, madrasah mengalami momentumnya.
Seiring dengan tuntutan keadaan, dan zaman untuk mengadakan modernisasi pendidikan, dibukalah program baru yang mensinergikan antara konsep-konsep pendidikan inovatif dan pendidikan kunonya, pada tahun 1990-an dibentuklah Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) sebagai lembaga bagi pengkaji al-Qur’an tingkat Dasar. Perjalanan program TPQ inipun tetap istiqamah sampai sekarang dengan disandingkan dengan madrasah diniyah tingkat ula. Pada tahun 2000-an tuntutan adanya modernisasi Pendidikan Islam mulai bangkit di Desa Bendosari ini, akhirnya oleh pengelola kala itu yang dipimpin oleh KH. Mahfudz Alwi dan dibantu oleh beberapa pengurus, mendirikan TK Plus. Inilah awal kembangkitan kembali Lembaga Pendidikan Islam Miftahul Ulum. Pada saat saya pulang bergabung di Yayasan Masjid Baiturahman ini, kebetulan terdapat musyawarah untuk mengembangkan Lembaga, karena tuntutan dari wali santri kala itu, dan yang mendapatkan amanah untuk menjadi kepala Sekolah Dasar Islam (Plus) pada tahun 2001-2004. Jadi pada saat tahun 2002 harus mengabdi untuk menjadi pengelola Lembaga Formal maupun non Formal. Menjadi kepala madrasah Diniyah HM Putra, Menjadi sekretaris Pascasarjana, juga sebagai kepala SDI (Plus).
Pada tahun 2000-an, Lembaga Pendidikan Miftahul Ulum yang membawahi Pendidikan di bawah Yayasan Masjid Bayturahman kemudian saya daftarkan kepada akta notaris sebagai bentuk legalitas menjalankan lembaga formal. Dengan Ketua Yayasan adalah KH. Mahfudz Alwi sekaligus sebagai dewan Ketua Pembina di Lembaga Pendidikan Miftahul Ulum. Kemudian setelah perjalanan waktu, akta notaris kemudian dirubah dari lembaga pendidikan menjadi sebuah Yayasan Masjid Bayturahman dengan KH. Mahfudz Alwi sebagai ketua Yayasan. Pada periode ini nampaknya saya dan teman-teman pengurus yayasan sedang membangun kepercayaan dari masyarakat untuk perkembangan yayasan yang mengelola (idarah) ketakmiran masjid, Madrasah Diniyah, TPQ dan sekolah-sekolah formal dari Pendidikan Anak Usia Dini, TK Plus, dan Sekolah Dasar Islam (plus), dan semuanya bernama Miftahul Ulum. Saya sendiri waktu itu menjadi kepala sekolah SDI Plus. Karena saat itu pengurus Yayasan atau takmir Masjid yang musyawarah untuk mendirikan SDI, semua mengaku tidak mampu, akhirnya saya memberanikan diri untuk menjadi Kepala sekolahnnya, sampai tahun 2004.
Kemudian karena saya harus mondar-mandir Kediri, Tulungagung, Blitar, saya rasa tidak baik dalam mengelola Lembaga Pendidikan yang duduk pada jabatan yang menuntut adanya keistiqamahan, maka sejak tahun 2004 saya cukup menjadi Badan Pembina Yayasan masjid Bayturahman sampai sekarang. Pengabdian kita sekarang pada lembaga ini pada tahun itu dijalani dengan menjadi pengurus yayasan, menjadi khatib dan imam jumat, penceramah dan imam shalat tarwih, menghadiri rapat secara berkala, mengadakan pembinaan guru-guru dikala dibutuhkan, supervisi kepada pengurus yayasan dan sebagainya.
Profil Yayasan Masjid Bayturahman Bendosari Kras Kediri adalah sebuah lembaga sosial keagamaan yang membidangi masalah-masalah kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan, politik, keagamaan, yang didirikan sebagai wahana untuk mengakomodasi kebutuhan warga akan ibadah dan Pendidikan, dengan berciri khas ahlu Sunnah wa al-Jamaah al-Nahdliyah. Harapan para pendiri ini seyogjanya semoga dapat diteruskan oleh kita para pengabdi dan pejuang yang mengelolanya zaman sekarang, walaupun mungkin zaman sekarang membutuhkan keterbukaan dalam manajemen, tetapi ruh perjuangan, sebagaimana semangat para pendiri dapat dijaga secara konsisten.
Juga lembaga ini sejak dulu bersifat partisipatoris, artinya sumber daya keluarga dan masyarakat bersatu untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya, yakni masyarakat Desa Bendosari dapat beribadah ala ahlu sunnah wa al jamaah secara kultural, mengerti agama tafaqquh fi al-din, juga menyambung tali persaudaraan antar keluarga. Semoga Yayasan Bayturahman ini tetap istiqamah menjalankan misi-misi perjuangan para pendirinya sehingga kita sebagai penerus mendapatkan manfaatnya, barakahnya di dunia sampai akhirat. Amiiin.
Penulis merupakan Pimpinan PP al-Kamal Blitar, Dosen IAIN Tulungagung dan Dewan Pembina Yayasan Bayturahman Kras Kediri