Acara ini adalah ritual ibadah yang diselenggarakan oleh alumni Pondok Pesantren al-Kamal, sebagai tambahan kegiatan acara bagi para alumni sebelumnya sudah ada, pengajian Ahad Wage yang sudah ada sejak 2002, reuni secara berkala dan sekarang ada terobosan baru, ide kreatif para alumni yaitu istighotsah malam Jumat Legi. Acara mengambil tempat di makam para sesepuh al-Kamal di dalam lingkungan Pondok Pesantren, dengan peserta dari alumni berbagai angkatan, mulai angkatan pertama sampai angkatan terakhir. Memang pelaksanaannya di awal-awal kemarin para alumni memang belum banyak yang hadir, tetapi untuk bulan Oktober ini, dengan semangat memperingati hari santri dan maulid Nabi, alumni yang hadir lumayan banyak, sekitar 400 santri dari berbagai Angkatan.
Dalam acara alumni bulan Oktober kemarin kebetulan saya diminta untuk menyampaikan sambutan pengasuh Pondok Pesantren. Dalam sambutan kemarin saya mengajak kepada para alumni untuk selalu berhubungan (nyambung) dengan para guru terutama guru-guru yang telah mendahului kita, yang telah babat dan mengajarkan ilmu kepada kita. Ini didasari oleh dawuh Allah Sw. “wa la taqulu liman yuqtalu fi sabilillahi amwat, bal ahyaun walakin la tasy’urun” (janganlah kamu menyangka bahwa orang yang telah wafat dijalan Allah itu telah mati, tetapi mereka tetap hidup hanya saja kamu tidak mengetahuinya). Ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang shalih yang telah memperjuangkan agama Allah akan tetap hidup, walaupun secara fisik mereka telah wafat. Sebagaimana ulama-ulama dahulu, yang telah meninggalkan ajaran-ajarannya, pemikirannya kepada kita sehingga mereka tetap hidup di sekitar kita dalam bentuk ide, pemikiran, jalan hidup yang kita pegangi dalam kehidupan. Artinya orang-orang shalih tetap hidup disekitar kita.
Dalam konteks PP al-Kamal, para pejuang baik dari pengasuh, pengabdi, para guru, para waqif, semuanya masih hidup dalam bentuk warisan-warisan yang tidak ternilai, baik berupa bangunan, ajaran, kitab-kitab, ilmu dan lain sebagainya. Maka sebagai santri atau muridnya sudah seharusnya kita selalu menyambungnya dalam berbagai bentuk kegiatan. Misalnya dalam bentuk ngopeni pendidikan, mengajar, membantu menghidupkan pesantren dan madrasah sekitarnya, memperbaiki sesuatu yang rusak dan sebagainya. Ini dalam bahasa kitab ta’lim dihitung sebagai bagian dari memuliakan ilmu adalah memuliakan ahli ilmu (wa min ta’dhim al-ilmi ta’dhim al-syaikhi). Senyampang kita masih sambung dengan para guru-guru kita, mendoakannya, berarti kita memuliakan mereka, memuliakan mereka berarti memuliakan ilmu yang telah diajarkannya dan seterusnya. Dengan kita memuliakan ilmu berarti kita akan menjadi orang-orang yang mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan ilmu. Ini adalah tujuan tertinggi bagi seorang santri yang menerima ilmu dan mengamalkannya.
Pesan kedua yang saya sampaikan adalah Pesantren al-Kamal ini sudah berumur 81 tahun dihitung sejak didirikannya masjid sebagai tempat ngaji oleh KH. Manshur. Yang secara historis kelembagaan al-Kamal pernah berganti nama sebanyak tiga kali, yakni Pondok Pesantren Kunir, kemudian al-Manshuriyah dan terakhir adalah al-Kamal. Dilihat dari sisi umur pesantren ini sudah sepuh, menghasilkan alumni-alumni yang ampuh, maka warisan lembaga intelektual Islam ini harus selalu diuri-uri, dijaga, dengan sebaik-baiknya. Maka tugas kita sebagai santri dan murid untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu dari al-Kamal, supaya al-Kamal ini tetap sesuai dengan jalurnya dalam mengemban misi dakwah pengajaran Islam dalam bentuk lembaga pendidikan. Mungkin sampai sekarang kita patut bersyukur di mana al-Kamal masih istiqamah dengan misi awalnya. Untuk terus menjaganya tidak cukup hanya mengandalkan orang-orang yang sudah ada. Para guru, pengasuh dan keluarga yang ada di al Kamal semuanya pasti akan meninggal, maka estafet perjuangan juga harus melibatkan banyak orang, banyak tenaga, banyak ide dan kreasi, supaya pesantren ini tetap eksis sampai hari kiamat, apalagi di waktu-waktu yang akan datang, membutuhkan bantuan dari berbagai pihak untuk membesarkan, dan mempertahankan pesantren ini. Agar tetap relevan, shalih di masa-masa yang akan datang.
Pesan ketiga. Kita menyitir sebuah dawuh
لا اقعد الجبن عن الهيجاء ولو توالت زمرالاعداء
(Saya tidak akan berdiam diri untuk bangkit karena takut (minder), walaupun tantangan musuh yang bertubi-tubi).
Dari syiir ini dapat diambil hikmahnya, kita tidak boleh minder untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Apalagi alumni pesantren yang mempunyai kapasitas yang multi talenta. Mari para alumni al-Kamal untuk bangkit, berpatisipasi dalam bidang kehidupannya masing-masing, baik dakwah, jadi guru, pelajar, dosen, cendekiawan, politisi, pengusaha, petani, pekerja sosial dan sebagainya. Semuanya harus bangkit, berkarya sesuai dengan bagian hidupnya masing-masing, tanpa memandang status sosial yang beragam. Saat inilah momentumnya para santri untuk bangkit menjalankan misi keulamaan, dan kekhilafahan dimuka bumi sebagaimana diamanahkan kepada Nabi-Nabi utusan Allah. Senyampang para santri mau berbuat insyaallah disitulah nilai kemanfaatan, dengan mendapatkan nilai kemanfaatan, akan diperoleh keberkahan dalam hidup.
Pesan keempat saya menyampaikan untuk meminta doa restu untuk semua yang berjuang di dalam Pondok Pesantren al-kamal, baik di pesantren, madrasah atau unit yang lain semoga diberi kesabaran, kekuatan, kesehatan. Yang di pesantren akan selau berdoa untuk para santri dan murid semoga mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan ilmunya. Lebih penting lagi jangan sampai terputus hubungan antara santri dan pesantren, antar guru dan murid, walaupun hanya sekedar kabar. Insyaalloh dengan tetap menyambung dengan al-Kamal di dunia, nanti akan tetap berkumpul dengan para guru-guru kita di akhirat kelak. Semoga para kyai dan guru-guru yang telah mendahului kita mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah Swt. Aamiin.
*Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal