Ngaji dan Ngabdi 39: Fiqih Ketakmiran Masjid (Serial Khutbah November 2021)

Masjid adalah tempat ibadah bagi umat Islam dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt. Sebagai tempat ibadah yang paling utama, maka masjid menjadi tempat yang sakral bagi umat Muhammad Saw, karena di masjid lah seorang muslim mengkomunikasikan penghambaannya kepada Allah Swt (munajat). Di tempat inilah seorang muslim merasa menjadi hamba Allah, mereka bersujud, menyerahkan diri secara totalitas, mengadukan semua problematika kehidupannya sehari-hari, mulai masalah ibadah, ekonomi, keluarga, politik, pemberdayaan masyarakat, pendidikan, kenakalan anak, masalah hukum, masalah dengan tetangga, sekedar refresh (istirahat) setelah seharian penuh beraktivitas. Dan biasanya semakin kompleks masalah seorang hamba, semakin dia membutuhkan Allah, juga semakin sering dia mendatangi masjid, mengadukan semua problematikanya kepada sang Khaliq Allah Swt. Maka dengan semakin sering seseorang ke masjid, semakin dia menggantungkan dirinya kepada Allah Swt. Inilah kemudian masjid disebut sebagai rumah Allah (buyut Allah). Perhatian seorang muslim kepada masjid ini, menurut ukuran masyarakat awam, akhirnya dapat menjadi ukuran keta’atan dia kepada Allah Swt. Misalnya orang yang rajin ke masjid, beribadah di masjid, dialah yang disebut seorang santri, yang taat menjalankan ibadah kepada Allah. Hal ini nampaknya sesuai dengan dawuh,

 اذَا رَاَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوْا لَهُ باِلإِيْمَانِ

(Apabila kamu semua melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman)
Berkaitan dengan kemasjidan dalam sebuah ayat 18, surat al-Taubah Allah dawuh,

إنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

(Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut) kepada seorang pun (selain kepada Allah, maka mereka orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk).
Dari terjemahan ini dapat dipahami tentang beberapa kriteria orang yang memakmurkan masjid, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, orang yang selalu mendirikan shalat, orang yang menunaikan zakatnya, orang yang takut hanya kepada Allah. Pemahaman secara sederhana ini dapat dijadikan ukuran bagi mereka-mereka yang dikategorikan memakmurkan masjid. Syekh Ali al-Shabuni mengatakan, sebagian ulama berpendapat bahwa memakmurkan masjid adalah dengan cara membangun, memperkuat, dan memperbaiki bangunan yang rusak. Sebagian ulama yang lain mengatakan, yang dimaksud memakmurkan masjid ialah mengerjakan shalat dan berbagai macam ibadah di masjid.
Dari pendapat di atas dapat digarisbawahi bahwa memakmurkan masjid dapat bersifat fisik dalam bentuk perawatan lahir masjid, mulai kebersihanya, pembangunannya, tampilan keindahannya, perbaikan fasilitas masjid yang rusak dan sebagainya. Maka sebagaian orang pun tergerak hatinya untuk mengurus sisi fisik dari masjid-masjid yang ada di sekitar lingkungannya atau kalau dia mempunyai kelebihan harta berusaha membangun masjid, atau shadaqah jariyah untuk keperluan-keperluan fisik dari masjidnya. Akhirnya sekarang kita dapat melihat masjid-masjid kita begitu indah, tidak kalah dengan keindahan rumah para jamaahnya, berkat kesadaran dan perhatian muslim kepada masjidnya.
Juga dapat dimaknai memakmurkan masjid dari sisi pemanfaatan masjid sebagai tempat kegiatan-kegiatan ibadah, pemberdayaan umat, pendidikan, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya meramaikan masjid secara bathin. Apalagi pada saat ini, dunia sudah begitu dinamisnya, baik dari sisi kegiatan keagamaan, keilmuan, budaya, perkembangan teknologi, menuntut seorang pengelola masjid lebih responsive agar masjid tetap menjadi rumah bagi seorang muslim, tetap menjadi jujugan orang yang beriman, dengan nyaman, tentram, dan thumakninah. Jangan sampai masjid ketinggalan dengan budaya-budaya konsumerisme yang telah mendapatkan simpati dari masyarakat kita. Untuk itu mari berupaya memakmurkan masjid-masjid kita sesuaikan dengan tuntutan pola hidup masyarakat kita, baik dalam hal perawatan kebersihannya yang lebih baik, interior dan eksterior masjidnya lebih artistik, kegiatannya juga dapat menyentuh semua lapisan masyarakat, dan seabrek masalah manajemen masjid di sekitar kita.
Apalagi dalam soal pendanaan sekarang ini nampaknya sudah tidak menjadi kendala, baik sumberdana partisipan masyarakat secara umum atau pendanaan dari pemerintah. Dengan perhatian masyarakat yang begitu besar kepada masjid, harus diimbangi oleh upaya-upaya kita dalam bentuk kegiatan memakmurkan masjid. Misalnya masjid sekarang ini tidak hanya sebagai tempat ibadah saja, tetapi di masjid sekarang menjadi tempat ibadah, pendidikan masyarakat, konsolidasi umat, penguatan masalah ekonomi umat dan program lain yang dapat diselenggarakan oleh masyarat di masjid. Dengan mengelola, memakmurkan masjid secara maksimal sebagaimana awal-awal dahulu masa Rasulullah Saw, yang diteruskan oleh para sahabat, kemudian oleh ulama-ulama kita akan menghasilkan syiar Islam yang kuat, pemberdayaan umat lancar, akhirnya terbentuklah sebuah masyarakat muslim yang makmur, bahagia dunia dan akhirat, sebagaimana dawuh Allah “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, sebuah bangsa yang sejahtera dalam naungan ridla Allah Saw. Amiiin.
*Pengajar UIN Satu Tulungagung, Pengasuh PP al-Kamal Blitar ddan Pembina Yayasan Bayturahman Kediri

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *