Musyawarah adalah aktifitas dialogis, antara dua orang atau lebih dalam menyelesaikan masalah. Aktifitas musyawarah ini menjadi suatu yang mulai dipandang dari sudut agama atau kebiasaan masyarakat. Dalam sudut pandang agama disebutkan dalam al-Qur’an dalil tentang musyawarah, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”(al-Syuara, 38). Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang akan mendapatkan kesenangan di akhirat, dan salah satunya adalah orang yang selalu bermusyawarah.
Dalam Hadits juga disebutkan,
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ مَشُوْرَةٍ لِاَصْحَابِهِ مِنْ رَسُوْلِ الله صلّى الله عليه و سلم
(Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya dibanding Rasulullah Saw). Berdasarkan dua dalil teologis ini mengindikasikan bahwa musyawarah adalah ajaran agama. Karena ini mempunyai nilai keagamaan, maka tinggal kita memaknainya, sehingga musyawarah akhirnya akan menjadi ibadah.
Dalam berbagai bidang kehidupan sehari-sehari, juga dianjurkan bermusyawarah, misalnya menjalankan pemerintahan, dalam sebuah keluarga, dalam kegiatan-kegiatan bermasyarakat, termasuk di dalamnya adalah bermusyawarah dijadikan metode untuk membahas ilmu. Hal terakhir ini sekarang menjadi tren dikalangan para pengkaji ilmu, baik ditingkat santri pondok pesantren atau dikalangan Perguruan Tinggi. Bisa dijadikan panduan adalah dawuh dari kitab ta’lim yang menjadikan musyawarah sebagai salah satu metode mendapatkan dan memahami ilmu. Karena dengan bermusyawarah seorang santri akan membaca materi ilmunya, mendialogkan dengan ide-ide yang lain dari berbagai sumber atau dari berbagai teman-temanya. Dengan metode bermusyawarah inilah nantinya ilmu akan semakin kuat tertanam dalam hati seseorang. Ini dapat dipahami dalam bermusyawarah seseorang tidak hanya melihatkan indera bacanya, tetapi juga indera-indera yang lain, sehingga apa yang dia terima sebagai sebuah pengetahuan akan semakin kuat tertanam seiring dengan keterulangan ilmu yang dibaca. Maka tidak heran Rasul pernah bersabda ”tidak akan menyesal orang yang mau istikharah dan tidak akan rugi orang yang bermusyawarah”.
Kaitannya dengan relasi hubungan antar sesama manusia, musyawarah adalah bentuk penghargaan, penghormatan kita kepada orang lain. Artinya dengan bermusyawarah seseorang akan melibatkan orang lain untuk mengambil keputusan. Dengan memberi kesempatan kepada orang lain berarti kita meng-orang-kan dia, menghormatinya, yang pada akhirnya dapat meminimalisir benturan antar sesama, jika suatu masalah dapat dijalankan dengan bermusyawarah.
Dalam konteks Pondok Pesantren yang sudah dapat melembagakan musyawarah, dapat kita buktikan kualitas santri, yang mempunyai tradisi bermusyawarah. Dia yang aktif bermusyawarah, dialah yang biasanya paling alim di antara teman-temanya. Akhirnya dari lembaga musyawarah di Pesantren inilah, kita dapat menyaksikan lembaga-lembaga syawir dari berbagai organisasi keagamaan untuk menyelesaikan problematika keumatan. Misalnya dapat kita saksikan Lembaga Bahtsul Masaail, yang keberadaannya sudah terstruktur mulai tingkat desa sampai level nasional. Yang akhirnya kontribusinya dapat dirasakan untuk kepentingan umat Islam dan bangsa, mulai masalah-masalah lokalitas sampai masalah bangsa dan negara. Maka sunnah musyawarah yang baik ini penting untuk digalakkan di tengah-tengah msyarakat kita, tidak hanya dalam hal urusan ilmu pengetahuan, tetapi juga dipakai sebagai media silaturahmi antar sesama.
Dengan tradisi musyawarah akhirnya akan tercipta hubungan yang harmoni antar sesama warga bangsa dari berbagai suku, ras dan agama, tanpa ada sekat, dan batasan tertentu. Artinya musyawarah adalah kegiatan yang sifatnya universal untuk umat manusia dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Maka tidak heran kemudian dapat ditemui, orang-orang yang tidak biasa bermusyawarah, oleh masyarakat yang lain akan disindir dengan ungkapan-ungkapan pejorative, karena berlawanan dengan arus utama yang menerima musyawarah. Dalam kaitan ini dalam perspektif filsafat, kebenaran musyawarah sebagai sebuah aktifitas bersama dapat disebut dengan kebenaran koherensi. Artinya musyawarah secara teori benar, secara empiris juga benar dan bagi orang lain juga menilai benar. Mungkin di muka bumi ini, sudah ada kesepakatan bahwa metode menyelesaikan masalah yang paling baik adalah bermusyawarah. Inilah falsafah musyawarah, yang begitu mulia dalam menyelesaikan masalah umat manusia yang universal dapat diterima oleh semua.
Dalam konteks pengelolaan Lembaga Pendidikan, musyawarah juga suatu keniscayaan bagi insan yang ada didalamnya. Misalnya seperti di Pondok Pesantren al-Kamal yang sudah mentradisikan musyawarah sebagai sarana untuk mencarikan solusi problem bagi lembaga atau unit-unit yang ada di dalamnya. Di antara forum musyawarah yang ada di al-Kamal adalah Forum Musyawarah Yayasan Pondok Pesantren yang diikuti oleh semua pengelola, Musyawarah Pimpinan Lembaga, Musyawarah Pleno Semua Unit, Musyawarah guru-guru madrasah, Musyawarah di tingkat masing-masing unit, Musyawarah santri. Dari sekian musyawarah yang di jalankan memang hasil yang dicapai, juga konsistensi dalam pelaksanaan hasil musyawarah belum berjalan dengan baik. Kelemahan kita, mudah untuk mengeluarkan ide tetapi melaksanakannya belum tentu semua orang dapat konsisten dengan kesepakatan yang diambil. Ini mungkin sudah menjadi penyakit bawaan lembaga-lembaga tradisional kita, yang sering dalam pengelolaan lembaga masih berbasis perasaan, sungkan-sungkanan, tidak enak hati dengan yang lain dan sebagainya. Ini adalah budaya Jawa yang sebenarnya bisa menjadi potensi besar dalam mengembangkan musyawarah dengan seperangkat adab-adabnya.
Di antara adab bermusyawarah adalah memulai kegiatan dengan berdoa, memilih pemimpin musyawarah yang cakap, semua peserta harus patuh terhadap pemimpin musyawarah, pemimpin musyawarah harus bersikap adil dan terbuka terhadap semua peserta, semua peserta memiliki hak yang sama dalam menyampaikan idenya, masing-masing peserta harus menghargai peserta yang lain, menerima kebenaran dari orang lain, memegang teguh kesepakatan yang telah disepakati, menutup dengan doa.
Inilah ajaran musyawarah yang harus kita jaga bersama-sama, tidak hanya sebagai sarana insaniyah, ilmiyah, ijtimaiyyah, tetapi musyawarah juga bernilai ibadah kepada Allah Swt. karena telah dengan jelas dalilnya dari al-Qur’an dan al-Sunnah serta atsar sahabat. Dengan mempraktikkan musyawarah berarti kita patuh kepada Allah, Rasulullah, juga mengikuti para ulama-ulama dahulu. Para pendahulu kita dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk melaksanakan tradisi musyawarah ini. Misalnya musyawarah para pendiri bangsa Indonesia, musyawarah Kanjeng Nabi Saw dan sahabat dalam menyebarkan Islam, musyawarah para sahabat dalam melanjutkan kekhilafahan, musyawarah para ulama dalam mengamalkan ajaran Islam, musyawarah yang sekarang sudah menjadi lembaga-lembaga legislative di seluruh dunia. Semoga kita semua bisa beribadah dengan istiqamah bermusyawarah. Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.
*Alumni PP Lirboyo, Pengajar UIN Satu Tulungagung Dan Pengasuh PP al-Kamal Blitar