Ngaji & Ngabdi 115 : Media Sosial Dan Transformasi Ilmu Pengetahuan Pesantren (Edisi HUT AVD Ke-10)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

(Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.)
Media sosial (medsos) adalah sebuah perangkat dengan menggunakan jaringan internet untuk berinteraksi kepada masyarakat, sedangkan perangkatnya bisa berupa WhatsApp, Twitter, Youtube, Tiktok dan perangkat yang lainya. Dengan perangkat ini seseorang dapat bersosialisasi ide, pikiran, aktivitas, rasan-rasan, foto dan sebagainya dengan tanpa ada batasan-batasan yang sifanya sosial. Masyarakat dapat mengutarakan isi hatinya, mengkritik orang lain, memuji, mencemooh dan sebagainya dalam forum media sosial ini. Maka kebebasan berekspresi ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menjalin koumikasi efektif antara sesama yang berimplikasi kepada kebaikan masyarakat itu sendiri.
 Dalam dunia pendidikan media sosial dapat dimanfaatkan untuk transformasi ilmu pengetahuan secara lebih dinamis, efektif dan terbuka, sehingga penemuan-penemuan ilmiyah dapat disosialisasikan kepada masyarakat yang lain, tanpa harus menunggu waktu yang lama atau jarak yang jauh, sebagaimana para ilmuwan dahulu ketika ingin mendapatkan informasi ilmu, harus melakukan rihlah, perjalanan ilmiyah ke berbagai benua demi mendapatkan ilmu. Tetapi dengan media sosial ini sosialisasi ilmu-ilmu baru dapat dengan cepat diberikan kepada orang lain pada saat itu juga, ilmu pengetahuan ditemukan.
Gambaran umumnya misalnya pada awal abad keemasan Islam  Ketika para ilmuwan menemukan berbagai teori-teori ilmiyah, maka masyarakat muslim Indonesia baru bisa menikmati ilmunya setelah itu dengan jarak beberapa puluh tahun atau berapa abad sesudahnya, ketika teori ilmiyah sudah disyiarkan, dibukukan, atau bahkan sebagian penemuan ilmiyah para pemikir dahulu masih tersimpan manuskripnya di perpustakaan, di ahli warisnya atau di peninggalan penguasa-penguasa masa lalu. Contoh yang nyata adalah karya-karya ulama nusanatara KH. Hasyim Asyari, KH. Sholih Darat, manuskrip KH. Mahfud Termas, KH. Nawawi Banten dan yang lainnya dapat kita nikmati baru-baru ini di abad 21, padahal penulisannya bisa jadi pada abad 19 atau abad 20 yang lalu. Artinya dari sisi sosialisasi ide media sosial memang berimplikasi positif untuk dapat dikonsumsi oleh peneliti yang lain atau masyarakat secara umum.
Di sisi yang lain media sosial dapat membuka peluang adanya sumber ilmu pengetahuan yang lebih luas, dengan akses jaringan yang tidak terbatas. Seorang peneliti atau ilmuwan yang sekarang untuk mendapatkan teori-teori yang bersumber dari Barat, Timur Tengah, Asia, dapat dengan mudah untuk mendapatkannya, senyampang jaringan komunikasinya terhubung. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan, dengan sumber yang tidak terbatas akan menmghasilkan ilmu-ilmu yang lebih dinamis lagi. Setiap perubahan yang ada di masyarakat akan dengan cepat dijawab oleh ilmu pengetahuan sebagai jawabannya terhadapa problematika masyarakat. Misalnya masalah sosial keagamaan kekinian, yang dengan mudah dijawab oleh ilmuwan-ilmuwan Barat atau ilmu Timur Tengah atau benua yang lain. Masalah terjadi di Indonesia, bisa jadi yang menjawab adalah ilmuwan Barat atau sebaliknya masalah kehidupan sosial yang ada di Barat dapat di jawab oleh ilmuwan Indonesia dan seterusnya.
Diskusi ilmiyah dengan menggunakan perangkat media sosial akan menjadikan ruangnya terbuka dan inklusif. Karena masing-masing informasi ilmu dapat diterima, dikritik, atau ditolak secara terbuka oleh siapa saja, tanpa dibatasi oleh atribut-atribut sosial. Maka ruang keterbukaan yang ada di media sosial memungkinkan bagi para ilmuwan dan produksi ilmunya bersifat inklusif dan obyektif, sebagai sebuah sifat yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan.
Untuk itu, media sosial dalam kacamata filsafat ilmu dapat masuk dalam ranah epistemology ilmu pengetahuan yang di dalamnya terjadi diskusi ilmiyah dalam ranah sumber ilmu, cara kerja atau proses terjadinya sebuah ilmu pengetahuan, serta nilai kemanfaatan ilmu bagi masyarakat pada umumnya.
Dalam konteks di atas media sosial yang dikelola oleh Al Kamal Virtual Development (AVD) Pondok Pesantren Al-Kamal telah memerankan peran sebagai sebuah lembaga yang bertugas untuk menjalankan proses transformasi ilmu pengetahuan di pesantren dan lembaga-lembaga di sekitarnya. Dalam institusi ini dijalankan pengayaan informasi sumber ilmu pengetahuan pesantren dengan programnya pengajian kitab kuning dalam berbagai disiplin ilmu, misalnya ngaji tafsir Jalalayn, Pengajian Alumni Kifayat Al-Atqiya’ Ahad Wage, pengajian Ihya’ Ulum al-Din Ma’had Ali, pengajian kitab kuning Ramadhan dan kegiatan pembelajaran di Madrasah Diniyah, pembelajaran kitab Ma’had Ali, pembelajaran bahasa asing Lembaga Bahasa, kegiatan ngaji di Majlis Muratil Al-Quran. Kegiatan pengayaan sumber ilmu sebagaimana disebut berasal dari studi teks. Belum lagi pengetahuan ilmu yang didapatkan dari kegiatan-kegiatan empiris di pesantren. Misalnya praktik empiris olahraga, kegiatan seni dan bakat santri yang dikoordinasikan oleh Lembaga Pengembangan Bakat Santri, peringatan hari besar nasional dan kegiatan kegamaan, yang ini dapat dipahami sebagai pengayaan sumber empiris. Maka dari perspektif sumber ilmu AVD telah memerankan proses ilmu dari dimensi pengayaan sumber ilmunya.
Dilihat dari kacamata epsitemologinya Al Kamal Virtual Development menempati posisi sebagai agen atau perantara yang menyampaikan ilmu atau teori-teori yang berasal dari dunia pesantren. Dari sini AVD harus memegang kode etik tranformasi ilmu pengetahuan dalam rumpun ilmu-ilmu keislaman. Misalnya dalam menjalankan tugasnya bernilai ibadah, memegang prinsip-prinsip ilmiyah kejujuran, obyektif, inklusif, juga mengakomodasi basis kultural pesantren berada. Misalnya di Al-Kamal Blitar basis kultural pesantrennya adalah santri yang menerapkan bahasa Arab dan Inggris, alumni yang beragam latar belakang sosialnya, masyarakat awam yang melingkupi dunia pesantren yang juga plural, tidak semua mengerti tentang ilmu agama tetapi banyak yang masih dangkal dalam pemahaman keagamaannya. Tidak ketinggalan semua informasi yang disampaikan harus diolah dahulu sehingga tetap dalam koridor akhlaqul karimah, memegang prinsip etik ajaran yang mulia dalam Islam.
Secara aksiologis, nilai kemanfaatan ilmu yang disampaikan oleh AVD juga harus dapat diakses, di manfaatkan oleh semua masyarakat pada umumnya, semakin luas masyarakat yang menerima ilmu dari lembaga ini, berarti semakin bernilai ilmu yang diproduksinya, yang ini akan berimplikasi kepada kekuatan media yang dijalankan oleh AVD. Semakin banyak yang memanfaatkan berarti AVD Al-Kamal akan semakin kuat posisinya, demikian juga ilmu yang disampaikan akan bernilai rahmat li al-alamin. Selamat hari ulang tahun AVD yang ke-10, semoga tambah inovatif, kreatif, dan solutif. Amiiin.
*Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al kamal dan Pengajar di UIN SATU Tulungagung

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *