Selamat Menjalankan Ibadah di Bulan Suci Ramadhan (Risalah Ngaji dan Ngabdi 137)

Ucapan selamat adalah doa sebagai harapan kepada Allah SWT. untuk hamba-hambanya supaya dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan mendapatkan pertolongan-Nya, berupa kekuatan lahir dan batin sehingga dalam menjalankan ibadah dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan tata cara yang ditentukan oleh syariat guna mendapat tujuannya yang mulia yakni menjadi orangt-orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana dawuh Allah, dalam Al-Baqarah “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan terhadap orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”
Harapan doa yang dilantunkan kepada Allah merupakan modal yang penting mengingat dasar teologis kita menjalankan ibadah murni karena Allah, imanan wa ihtisaban. Tanpa pertolongan Allah, dasar yang kuat karena beribadah kepada Allah maka nilai sebuah ibadah tidak akan tercapai oleh seorang hamba. Layaknya seseorang yang melakukan pekerjaan supaya dilihat oleh orang lain (riya’), supaya didengar orang lain (sum’ah), atau karena duniawi kepangkatan, hub al-jah, karena kesombongan, takabur, karena mendapatkan harta, hub almal, walaupun dijalani dengan susah payah maka ibadah tidak akan diterima, karena dilakukan bukan karena Allah SWT.
Mengingat prasyarat ibadah kepada Allah termasuk adalah ibadah-ibadah di bulan Ramadhan yang diatur oleh syariat, maka aspek ilmu pengetahuan tentang ibadah adalah sebuah keniscayaan, supaya ibadah seseorang benar-benar mencapai tujuannya, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Terkait dengan ini sebelum Ramadhan seyogjanya seorang muslim mempunyai ilmu tentang puasa, mulai tentang pengertian puasa, dasar diperintahkannya puasa, syarat dan rukun puasa, yang membatalkan puasa, hikmah puasa, keutamaan puasa di bulan Ramadhan, problematika disekitar puasa. Misalnya problematika puasa untuk masyarakat modern tentang tata cara puasa bagi musafir, pekerja berat, puasa bagi yang sedang sakit, cara membayar fidyah denda puasa, meng-qadla’ puasa, tentang ibadah sunnah, sistem pendidikan di bulan puasa dan sebagainya.
Dari hal ini kita berharap sebelum masuk bulan Ramadhan ini ada penjelasan dari para guru-guru pengajian, untuk mensyiarkan ilmu tentang puasa, supaya pemahaman masyarakat tentang puasa lebih baik dibanding tahun yang lalu. Dengan ilmu tentang puasa makan ibadah yang ada di dalamnya tidak hanya dijalani secara rutinitas, tetapi berdasarkan kesadaran seorang hamba yang pada akhirnya akan mendapatkan hikmah di dalamnya. Sebagaimana dawuh Allah, “wa man yu’thi al-hikmah faqad utiya khairan katsira” , barang siapa diberi hikmah oleh Allah maka sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak. Seorang hamba dengan ilmunya akan melihat puasa dengan pengetahuannya, sudut pandangnya yang berbagai perspektif. Sehingga puasa dapat dilihat dari sisi akhlaq, dari sisi fiqih, dari sisi sejarah, dari sisi kesehatan jiwa, kesehatan badan, dari sisi sosial, dari sisi spiritualitas, dari sisi ekonomi, dari sisi hukum, dari sisi pendidikan, dari sisi psikologi dan sebagainya. Untuk itu langkah awal yang perlu disiapkan oleh seseorang adalah ilmu tentang puasa.
Selanjutnya seseorang harus memantapkan niatnya ketika menyongsong Ramadhan. Sebagaimana dawuh, innama al-a’malu bi al-niyat, sah tidaknya sebuah amal adalah karena niatnya. Dengan berbagai perspektif di atas seseoang akan menghasilkan kesimpulan pemahaman yang holistik, gol ultimate dari menjalankan puasa ramadhan, tidak lain adalah mengharap ridla Allah SWT. Kebenaran ilmiyah dari yang dia dapatkan akan mengantarkan pelaksanaan puasa yang nikmat, ikhlas, nyaman, indah refleksi dari kebenaran hakiki yang dia dapatkan dari pemahaman puasa. Dalam kaidah dijelaskan bahwa segala sesuatu tergantung maksud atau tujuaannya (al-umuru bi maqashidiha).
Setelah niatnya ditata, maka seseoang juga mempersiapkan kesehatan badannya, supaya ketika menjalankan puasa Ramadhan benar-benar dalam kondisi yang prima, tanpa ada gangguan yang berarti, dengan badan yang sehat akan berpengaruh kepada kesehatan manusia secara keseluruhan, baik akalnya, jiwanya dan hatinya. Akhirnya dengan badan yang sehat pelaksaan puasa akan bisa dilakukan oleh semua unsur manusia, baik badan, akal, hatinya secara totalitas. Sesuai dengan pemahaman puasa orang berilmu yang tidak hanya diukur dengan aspek badani saja, tetapi juga dapat disempurnakan dengan puasa jiwa, puasa akal, atau puasa secara totalitas seorang hamba.
Persiapan lain adalah perencanaan kegiatan atau amaliyahnya, baik amal yang sifatnya ibadah wajib atau amaliyah yang sifatnya sunnah, diharapkan direncakan dengan baik, dengan adanya perencanaan yang baik ibadah akan lebih terukur, ibadah akan dilaksanakan secara maksimal dan kualitas ibadahnya akan lebih meningkat. Karena ibadah dengan berbasis ilmiyah sudah pasti akan dapat mengerti ibadah-ibadah yang banyak dalam bulan Ramadhan. Misalnya tadarus, tarwih, shadaqah, sholat malam, buka bersama, pemberdayaan pengajian dan sebagainya. Semua kegiatan di bulan Ramadhan direncakan dengan baik sesuai dengan kondisi seorang hamba santri. Misalnya Dalam konteks kekinian ini kesibukan manusia kadang lebih banyak dengan jarum jamnya yang hanya 24 jam. Maka dengan adanya perencanaan ibadah, peluang untuk menjalankan ibadah dengan lebih ajek, istiqamah akan terwujud. Berbeda dengan orang-orang yang tidak merencakan ibadahnya, maka dikhawatirkan konsistensi ibadanya yang juga masalah, bisa dalam masalah ngaji, sholat malam atau yang lain.
Yang lain adalah mempersiapkan kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan selama bulan Ramadhan. Kebutuhan konsumerisme selama bulan Ramadhan biasanya lebih banyak dibanding selain Ramadhan, padahal puasa disyariatkan untuk hamba agar supaya manusia menjadi tidak berlebih-lebihan dalam berkonsumsi, tetapi dapat dilihat di seluruh dunia, Ketika bulan suci Ramadhan nafsu untuk belanja, nafsu untuk makan dan minum, nafsu untuk memperindah diri justru meningkat, yang kadang anti tesis dengan tujuan puasa itu sendiri. Maka mempersiapkan berarti menyediakan juga menahan jangan sampai tradisi konsumerisme yang terjadi melebihi dari kebutuhan pokok dari puasa. Dengan menahan tradisi konsumerismenya seseorang akan lebih bisa mendekati kepada tujuan puasanya, dengan membebaskan konsumerisme seorang hamba malah akan jauh dari tercapainya puasa. Karena dia tidak menahan nafsunya lebih dari itu melepaskan dan membiarkan nafsu yang ada dalam diri manusia mengalahkannya, sehingga dia akan melakukan perbuatan yang tidak baik. Dalam tradisi kajian ushul fiqih mempersipakn diri supaya tidak jatuh ke tradisi konsumerisme ini disebut dengan sad al-dlariah.Seseorang menghindari perkara yang dapat menjerusmuskannya kepada perbuatan buruk.
Diusahakan sebelum Ramadhan seseorang berziarah ke makam orang tua atau leluhurnya mendoakannya, memintakan ampun untuknya, sambil seseorang juga khusyu’ untuk berharap kepada Allah supaya  memberikan pengampunan kepada dia, seraya beristighafar, banyak membaca dzikir, selalu berharap kepada rahmat Allah, diampuni semua dosa, dapat menjalani taubat selama bulan Ramadhan, sehingga di akhir Ramadhan seseorang benar-benar bersih, suci seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Dengan berbagai persiapan lahir dan bathin ini seorang hamba dalam menjalankan puasa akan berdasar keimanan yang mantap, tanpa ada keraguan di dalamnya yang pada akhirnya dia bisa mendapatkan derajat mulia di sisi Allah yakni orang yang bertakwa. Selamat menjalankan puasa Ramadhan 2025 semoga semua ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Amiiin.
*Penulis : Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M.Ag. ( Pengasuh PP Al-Kamal, Yayasan Bayturahman Kediri, Fungsionaris NU dan Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah)

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *