Kewajiban Menyembah Allah Tanpa Kemusyrikan: Tafsir Surat Ghafir (al-Mukmin: 40, 13-15)

Ilustrasi

Penulis: Ust. Dr. K. Asmawi Mahfudz, M.Ag,

Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rizki dari langit. Dan tiadalah mendapatkan pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepadanya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Dialah yang maha tinggi derajatnya, yang mempunyai Arsy, yang mengutus Jibril dengan membawa perintahnya kepada siapa yang dikehendakinya di antara hamba-hambanya, supaya dia memperingatkan manusia tentang hari pertemuan (hari kiamat) (Khadim  al-Haramayn, Saudi Arabia: tt, 761).

Munasabah (relevansi) dengan ayat sebelumnya adalah Allah dzat yang maha menghukum makhluqnya dengan keadilannya. Keputusan allah untuk memasukkan orang mukmin ke Surga dan orang kafir ke Neraka adalah kekuasaan dan ketetapan dzat Allah . Dia Tuhan yang telah memperlihatkan tanda-tanda keMaha Esaan-Nya. Orang-orang beriman yang mengambil pelajaran dari bukti-bukti kekuasaan Allah, maka orang tersebut akan ditunjukkan jalan kebenaran. Sebaliknya orang-orang yang mendustakan dalil-dalil kekuasaan Allah, dia akan tersesat. (Al-Shawi, Beirut: 2002, IV, 6-7). Maka pada ayat ke 13 dari surat al-Ghafir tersebut dijelaskan “dan tiadalah mendapatkan pelajaran kecuali orang-orang yang kembali kepada Allah”. Artinya orang-orang yang beriman dan atau orang-orang yang menjauhi kemusyrikan kepada Allah. Karena selama dalam diri seseorang masih ada kemusyrikan berarti masih ada pendustaan terhadap kemahaesaan Allah. Kedustaan ini timbul karena dia tidak dapat mengambil tanda-tanda kekuasaan Allah.

Padahal tanda-tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada makhluqnya telah dihamparkan di muka bumi ini. Baik dalil-dalil tersebut bisa dijangkau indera manusia (hissiyan) atau yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Seperti yang tertera dalam ayat tersebut ”Allah menurunkan rizki dari langit untukmu”. Bisa dipahami rizki yang diturunkan Allah ke muka bumi ini memang untuk kepentingan manusia (li ajlihi) dapat memanfaatkannya sekaligus dia dapat membuktikan kekuasaan Allah atas rizki tersebut. Dalam tafsir Jalalayn diungkap bahwa rizki dari langit yang dimaksud turun dengan melalui hujan. Artinya semua rizki yang diturunkan dari langit disebabkan adanya air sebagai kebutuhan pokok para makhluq Allah Swt. Penjelasan Ayat Allah tentang turunnya rizki melalui air inipun semakin menguatkan dalil yang secara langsung dapat dimanfaatkan, dinikmati sekaligus sebagai bukti kebesaran Allah.

Dengan adanya bukti-bukti kebesaran Allah yang maha Esa pada ayat di atas Allah memerintahkan kepada manusia untuk menyembah (beribadah) kepadanya dengan murni tanpa ada kemusyrikan di dalamnya. Sebagaimana disebut dalam ayat 14; “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepadanya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya”. Ayat ini memakai redaksi “ ud’u”(doalah). Karena doa merupakan bagian dari ibadah. Dinamakan ibadah dengan doa, karena sebagian besar isi ibadah adalah doa (li annahu a’dhamu ajzaiha). Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Rasul Saw.”al-Du’a Mukh al-Ibadah”(Doa adalah saripati ibadah) (Al-Shawi, Beirut: 2002, 7).

Maksud “beribadah dengan memurnikan dari  kemusrikan kepada Allah” adalah manusia secara lahir diperintah untuk menyembah Allah(beribadah) dengan membersihkan hatinya dari segala keragu-raguan dan kemusrikan. Baik kemusyrikan itu kecil (al-Ashghar) ataupun musyrik besar (al-akbar). Kemusyrikan kecil adalah riya’ (beribadah kepada allah karena selain Allah). Selain Allah ini dapat berupa pujian atau hinaan, materi atau non materi yang dapat menyebabkan penyelewengan ibadah murni hanya kepada Allah. Sedangkan kemusyrikan besar adalah kekafiran (ingkar) untuk iman kepada Allah (Al-Shawi, Beirut: 2002, 7). Jadi segala sesuatu yang dapat menyebabkan adanya selain Allah dalam beribadah (menyembah kepadanya), memalingkan dari kemurnian ajaran tauhid harus dicegah dan dihindari. Untuk itu ayat ini di akhiri dengan ”walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai kamu”. Artinya upaya memurnikan ajaran tauhid (beribadah) kepada Allah dari kemusyrikan akan selalu medapatkan tantangan dan gangguan.

Kewajiban untuk memurnikan ibadah kepada Allah dengan menjauhi kemusyrikan, diiringi dengan penjelasan keagungan Allah, dzat yang mahatinggi derajatnya ”rafi’u al-darajat”. Allah yang Agung sifat-sifatnya, yang  mengangkat derajat orang-orang yang beriman (mukmin) dengan memasukkannya ke surga. Allah dzat yang juga telah menciptakan Arsy (dzu al-Arsy). Allah yang telah menurunkan wahyu melalui malaikat jibril kepada hambanya yang dikehendakinya supaya member peringatan kepada manusia tentang hari kiamat(yaum al-talaq). Pada suatu hari di mana semua makhluq Allah yang dilangit dan di bumi akan bertemu, orang yang menyembuh dan Tuhan yang disembah, orang yang dhalim dan yang didhalimi. Semuanya akan bertemu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ( Al-Shawi, Beirut: 2002, 7).

Akhirnya tiga ayat dari surat al-Mukmin tersebut memberikan ajaran kepada kita bahwa bukti kekuasaan Allah dan ajaran tauhid-Nya telah dijelaskan kepada manusia, baik ayat-ayat atau dalil-dalil itu berupa sesuatu yang dapat ditangkap dengan panca indera (hissiyan) atau yang tersirat (ma’nawiyan). Dari dalil-dalil itu manusia diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan murni. Artinya menyembah kepada Allah tanpa ada sesuatu yang lain atau kemusrikan, baik kemusyrikan itu kecil berupa kepentingan-kepentingan duniawi ataupun syirik besar yakni menyembah selain Allah.  Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.

Tentang penulis: Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *