Penulis: M. Syaifudin
Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.[1] Di dalam Islam, aborsi merupakan suatu hal yang sangat dilarang. Pelaku aborsi sama halnya dengan dengan pelaku pembunuhan.[2]
Akan tetapi, para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai kebolehannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An-Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Imam Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At-Tuhfah dan Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumudin.[3]
Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.[4]
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.”[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan at-Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’âm: 151).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan oleh Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.[5]
Akan tetapi menurut hemat penulis, aborsi tetap haram meskipun dilakukan pada waktu sebelum 40 hari. Karena secara kodrati, sejak bertemunya sel telur laki-laki dengan ovum perempuan, sudah mengindikasikan adanya suatu kehidupan dan mempunyai potensi besar untuk hidup. Sedangkan mengenai peniupan ruh pada 40 hari setelah bertemunya kedua sel tersebut, hanyalah masalah waktu dan prosedur dari Allah SWT.
Selain itu, penghalalan aborsi sebelum 40 hari, hanya akan memperluas ruang gerak bagi para pasangan yang tidak bertanggung jawab yang hanya menginginkan enaknya berhubungan seksual tanpa menginginkan konsekuensi yang akan terjadi. Jika hal ini dihalalkan dan dilegalkan berarti sama saja dengan menghalalkan dan melegalkan perzinaan.