Belajarlah dari Kehancuran Umat Terdahulu (Tafsir Surat Ghafir: 40, 21-25)

Penulis: Ust. Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M. Ag

Artinya: 21. Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah.
22. Yang demikian itu adalah karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir; maka Allah mengazab mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukuman-Nya.
23. Dan Sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata,
24. kepada Firaun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: ” (Ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta”.
25. Maka tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi Kami mereka berkata: “Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka”. Dan tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). (Khadim al-Haramayn, 762).
Surat Mukmin ayat 21 sampai 25 di atas merupakan penjelasan tentang hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan umat-umat terdahulu, yang mendustakan para utusan Allah dan ingkar kepada ajaran Allah Swt. Kalau ayat sebelumnya memberikan keterangan tentang akhir dan akibat yang diterima oleh orang-orang kafir di hari kiamat, ayat ini nampaknya mengajak kepada Muhammad dan umatnya untuk belajar dari Pelajaran kisah terdahulu sebagai penegasan dan menguatkan kembali tentang cerita-cerita kehancuran umat terdahulu (sebelum Muhammad), dikarenakan mereka mendustakan ajaran Allah. Dan yang lebih penting lagi untuk membesarkan Hati Rasulullah dalam melaksanakan dakwahnya (Shawi al-Maliki, Beirut: 2002, IV, 8-9). Untuk itu ayat 21 tersebut dimulai dengan perintah untuk memperhatikankejadian di muka bumi tentang keadaan umat-umat terdahulu “ A Wa Lam Yasiru fi al’Ardli ”.
Maksud dari umat-umat terdahulu di sini adalah umat-umat sebelum Muhammad yang mendustkan para utusan Allah, seperti kaum ‘Ad, Tsamud dan yang sama dengan mereka. Mereka-mereka (umat terdahulu) selain mendustakan Allah sebenarnya mempunyai kelebihan yang disebut dengan al-Qur’an “ Kanu Hum Asyadda Minhum Quwwatan wa Atsaran fi al-Ardli”( Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi). Al-Suyuti dan al-Mahalli, dalam Hasyiyah al-Shawi, Beirut: 2002).  Artinya umat terdahulu dibanding dengan kafir Makkah sebenarnya lebih kuat dan lebih banyak berbuat. Buktinya mereka banyak mempunyai peninggalan-peninggalan bersejarah seperti istana, situs-situs, rumah-rumah dan lain-lain. Potensi kekuatan dan kreativitas itu dikarenakan tidak didukung dengan keyakinan ajaran tauhid, lebih-lebih mengingkari dan mendustkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh para utusan Allah, maka Allah memberikan adzab disebabkan dosa-dosa mereka itu. Dan selamanya tidak ada yang akan dapat melindungi mereka dari madhab Allah, baik siksa di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Dilanjutkan oleh ayat setelahnya, penyebab kehancuran dan siksaan yang diberikan kepada umat terdahulu (orang-orang kafir) adalah mereka mengingkari bayyinat, bukti-bukti atau mukjizat yang di bawa oleh utusan Allah Swt. Misalnya mukjizat Nabi Isa AS, mukjizat Muhammad Saw, mukjizat Musa AS dan lain-lain. Bukti-bukti atau mukjizat itu dibawa oleh para utusan Allah untuk melemahkan dan membuktikan kebenaran ajaran Allah, yang tidak mungkin untuk dilawan atau ditandingi oleh siapapun. Sehingga ketika mengungkap tentang datangnya utusan Allah yang membawa mukjizat, Allah mengakhirinya dengan “Innahu Qawwiyun Syadid al-‘iqab” (sesungguhnya Allah dzat maha kuat dan maha keras siksanya). Artinya kebenaran mukjizat dan bukti-bukti yang dibawa oleh Rasulullah tidak akan ada yang mampu menandinginya, baik dari sisi hujjahnya (sebagai pedomannya), kekuatannya untuk melemahkan musuh-musuhnya (mu’jizat), kejelasan keteranganya (bayyinat), ataupun keindahan maknanya.
Sebagai contoh pelajaran umat terdahulu adalah diutusnya Musa AS kepada Fir’aun, menteri Haman, dan Qarun. Dalam ayat 23-24 ketiganya disebut secara bersamaan sebagai representasi orang-orang terdahulu dari umat Musa yang melakukan kekafiran dan pendustaan kepada Rasulullah di akhir kehidupan mereka. Walaupun sebenarnya mereka pada masa sebelumnya juga termasuk orang yang beriman. Hal ini mengindikasikan perbuatan mereka mempunyai persamaan dengan iblis, yang semual termasuk makhluq yang taat kepada Allah Swt(al-Shawi, 9). Dikarenakan sifat angkuh, sombong dan kedengkiannya, akhirnya iblis termasuk orang yang durhaka terhadap perintah Allah.
Ketiga tokoh kekafiran yang disebut ayat 23-24 diatas merupakan representasi keingkaran yang disebabkan oleh duniawi. Fir’aun adalah seorang raja, yang menjadi kafir karena kekuasaannya (al-Mulk), Haman adalah seorang wazir, menteri yang durhaka juga karena pejabatnya, dan Qarun adalah seorang yang kaya dengan materi harta benda, kemudian kafir dan mendustkan ajaran tauhid disebabkan kekayaannya (Ibid). Ini memberikan pelajaran kepada kita tentang simbol-simbol kekafiran duniawi dapat menjelma dari apapun yang ada di dunia ini. Kalaupun al-Qur’an disini menyebut dari tiga perkara, yaitu kekuasaan, jabatan, dan harta, maka sebenarnya perkara-perkara yang dapat menyebabkan orang durhaka kepada ajaran Allah tidak hanya tiga hal tersebut. Segala sesuatu yang ada di dunia ini dapat menyebabkan seseorang durhaka kepada perintah-perintah Allah, bisa berupa wanita (syahwat), pekerjaan, anak yang banyak, kedudukan dan yang semacamnya. Wal hasil segala sesuatu yang ada di dunia dapat menyebabkan seseorang ingkar kepada Allah dan Rasulnya. Maka Rasullah pernah bersabda,”Hubbu al-Dunya Ra’sukulli Khathi’atin”, (mencintai dunia pangkal segala kesalahan).
Bentuk-bentuk arogansi dan kekafiran Fir’aun dan teman-temannya adalah, dia memerintahkan kepada bala tentaranya untuk membunuh bayi laki-laki dan meninggalkan bayi perempuan  yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. Dijelaskan oleh al-Shawi al-Maliki, perintah membunuh kepada bayi laki-laki ini dilakukan Fir’aun untuk yang kedua kalinya setelah Musa AS diangkat menjadi Rasul, untuk mencegah manusia tidak beriman mengikuti ajaran Musa. Karena kejahatannya dan kekafirannya ini Allah mengirim berbagai macam siksa kepada fir’aun dan kaumnya, mulai dari paceklik, banyaknya penyakit, angin kencang dan lain-lain, samapai akhirnya mereka keluar dari Mesir dan ditenggelamkan Allah di lautan.
Itulah penjelasan pembuka dari surat al-Mukmin yang berbicara tentang umat-umat terdahulu yang berbuat tirani, ingkar kepada allah dan Rasul Allah dalam berbagai bentuknya. Hal itu dapat dijadikan sebagai pelajaran dan hikmah bagi umat Muhammad Saw. jangan sampai duniawi ini menjadikannya jauh atau lebih-lebih ingkar kepada Allah Swt. Semua fasilitas yang diberikan Allah di dunia ini sebagai bukti kebesaran Allah, yang harus disyukuri dengan menjalankan ketaatan kepadannya, dan dapat mendekatkan makhluq kepada Allah. Jangan sampai semua nikmat yang diberikan Allah ini malah menjauhkannya dari Alllah dan akhirnya mendatangkan siksa baik di dunia dan akhirat. Amiiin. Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.
Tentang penulis: Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar dan menjadi salah satu pengajar di IAIN Tulungagung.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *