Ngaji dan Ngabdi 15 : Mensyukuri Nikmat

Sebagai bahan renungan pengajian dan renungan selanjutnya yang berhubungan dengan fasilitas, sebagai bagian anugerah Allah adalah fakta ketika masih kemanten baru, pada tahun 2005 mertua Yai Mahmud dan Bu Nyai Astutik tiba-tiba menawari saya untuk menukar mobil Jeep yang biasa saya gunakan dengan mobil Xenia baru yang waktu itu memang lagi ngetrend di masyarakat. Pertimbangannya mobil Katana yang biasa saya gunakan waktu itu, walaupun tidak terlau tua, tetapi kalau digunakan untuk membawa keluarga dengan jumlah banyak tidak memenuhi, diusulkan kepada saya untuk ditukar, dengan mobil Xenia supaya kalau membawa bapak dan ibu keluar bisa muat bersama-sama. Akhirnya demi kemanfaatan dan kemaslahatan usulan itu saya sampaikan kepada bapak di Kediri, untuk mendapatkan persetujuan, dan ternyata bapak menyetujuinya. Akhirnya saya disuruh untuk mencari informasi-informasi mobil yang dijual, untuk dibeli sebagai ganti mobil saya.
Pada suatu sore tidak disangka-sangka tiba-tiba pak lik H. Hasan dan Mas Moh. Yasin bertamu ke Kunir untuk membeli mobil Jeep Katana saya, dan menyepakati harga yang saya tawarkan. Sore itu juga Mobil Katana dibawa oleh Mas Yasin, dan saya harus segera mendapatkan kendaraan baru sebagai perangkat untuk mondar-mandir pengabdian Kediri, Blitar dan Tulungagung. Akhirnya saya menemukan sebuah iklan dijual mobil baru Xenia tahun 2005, yang pemiliknya berada di Jalan Dhoho Kediri. Dengan beberapa kali tawar menawar akhirnya disepakati mobil Xenia dapat dibeli dengan harga tertentu. Setelah dilakukan proses administrasi dan transfer dana kepada pemilik mobil akhirnya, mobil Xenia warna biru menjadi milik saya dan Istri.
Dari kejadian ini nampaknya kuasa Allah diperlihatkan kepada saya bahwa dengan pernikahan dapat membuka rizki, lebih luas, lapang. Baru saja saya melangsungkan pernikahan yang belum genap satu tahun banyak sudah rizki yang dianugerahkan Allah kepada saya. Sebelumnya, tahun 2004 dua bulan setelah nikah saya harus segera melaksanakaan dinas Jabatan di Surabaya selama 20 hari, sebagai prasayarat kenaikan jabatan dari sebelumnya calon Pegawai, dengan dilakukannya pelatihan menjadi pegawai penuh Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung (sekarang Universitas Islam Negeri Sayid Ali Rahmatullah Tulungagung). Bersamaan dengan itu rezki juga datang istri dan seluruh keluarga mendapatkan kesempatan ibadah haji bersama-sama sebanyak empat orang. Ini murni adalah Rahasia Allah tatkala saya harus pendidikan dan latihan, istri juga berangkat haji bersama keluarga. Sungguh besar anugerah Allah tatkala sudah dibuka olehnya, mengalir, turun yang tidak di sangka-sangka diberikan bagi hambanya yang dikehendakinya.
Tidak disitu saja, pada tahun 2006, suatu sore ada tamu datang ke rumah untuk menawarkan tanahnya yang kebetulan letaknya 50 m didepan dari kediaman mertua. Pada saat itu mertua juga musyawarah dengan saya, bagaimana kalau tanah itu beliau beli yang nantinya dapat ditempati rumah untuk saya dan istri. Kebetulan letaknya tidak terlalu jauh, posisi tanahnya juga strategis, dengan luas sekitar 110 ru. Saat itu saya mikirnya, kira-kira mendapatkan uang untuk membayarnya dari mana? Tetapi Yai Mahmud sudah mantap untuk membelinya, akhirnya tanah itu dibeli dengan pendanaan dari beliau. Setelah tanah itu terbeli, kemudian langkah awalnya diusahakan untuk segera membangun pagar tembok keliling. Alhamdulillah inipun bisa terealisasi pada tahun itu juga.
Kemudian pada tahun 2006 akhir, keluarga mempunyai inisiatif membangun rumah di pekarangan yang baru saja dibeli. Tetapi sebelumnya saya diajak musyawarah dulu, apakah saya bersedia dibangunkan rumah disitu dan menempatinya. Masalah ini tidak mungkin saya jawab sendiri, kemudian saya mempertemukan antara yai Mahmud dan bu Nyai dengan orang tua saya. Kemudian diambil kesimpulan bahwa bertempat di mana saja kalau memang sudah dikehendaki oleh Allah, kita hanya sekedar menjalaninya sesuai dengan ketentuannya. Sebagai hamba kita harus siap berdomisili dan menempat dimana saja (Qum Haytsu Aqamaka Allah). Dari hasil musyawarah ini akhirnya keluarga Kunir berketetapan hati untuk segera membangun rumah. Mulai dari menyiapkan pendanaan, pertukangan, pekerja, material bangunan, sampai kepada gambar bangunan mencari komparasi yang sesuai dengan keinginan yai Mahmud dan bu Nyai Astutik. Akhirnya diperoleh gambar bangunan rumah yang nampaknya sesuai dengan keinginan yai Mahmud, berada di Kota Blitar.
Pada masa-masa pembangunan rumah ini saya mengamati dan membantu beliau-beliau, dari wajahnya, sikapnya, perilakunya begitu semangatnya mereka membangunkan rumah untuk saya. Ini dapat dilihat sehari-hari sebelum berangkat kerja, setelah turun dari pengajian biasanya menyempatkan diri untuk melihat perkembangan bangunan, koordinasi dengan tukang, membelikan kekurangan material, menyiapkan pendanaan. Sementara bu nyai Tutik tidak kenal lelah untuk menyiapkan logistic, dan selalu mencatat keluar masuk dana yang keperluan pembangunan. Sebagai anak saya hanya berdoa semoga beliau-beliau mendapatkan aliran pahala, karena ternyata apa yang beliau lakukan semasa hidup, lebih dari ekspektasinya. Dahulu rencananya sebagai tempat tinggal, tetapi sekarang rumah dan tanah ini tidak hanya sebagai tempat tinggal keluarga tetapi sudah habis untuk fasilitas pesantren yang manfaatnya tidak berhenti. Di tanah yang saya tempati ini sekarang selain untuk tempat tinggal, juga untuk madrasah, untuk kamar mandi santri, untuk jamaah pengajian, untuk rapat koordinasi Pesantren, untuk majlis murottilil Qur’an, tempat wali santri bercengkrama dengan anak-anaknya, sebagai tempat khidmah memberdayakan umat dari berbegai kalangan.
Mungkin saya yang kebagian meneruskan perjuangan para orang tua tinggal mengambil pelajaran dan mensyukurinya, atas jerih payah orang tua yang tidak kenal lelah untuk menyiapkan masa depan anak-anaknya. Sebagai pelajaran bagi santrinya yai Mahmud Hamzah dan al-Kamal, ada beberap hal menjadi hikmah yang harus dapat dipetik yaitu 1. Usahakan mendapatkan mertua yang dapat mendukung perjuangan kita dalam mengamalkan ilmu, terutama untuk li’ilai kalimatilla hiya al-ulya. 2. Berusaha mempersiapkan diri untuk menempat dimana saja, sesuai dengan kehendak Allah Swt. Karena kehendak Allah belum tentu sesuai dengan keinginan kita, bahkan akan lebih baik kejadiannya senyampang kita menjalaninya dengan ikhlas. 3. Berusaha untuk birrul waladayni (selalu taat kepada orang tua-termasuk didalamnya adalah mertua kita). 4. Dapat menjadi kebanggaan orang tua, mertua dan guru-guru kita. 5. Dapat menjembatani dua keluarga, artinya bersikap yang tidak menimbulkan prasangka yang tidak baik antara keluarga kita dan keluarga istri. 6 Dapat menempatkan diri secara proporsional, baik sebagai menantu, sebagai anak, sebagai suami, sebagai istri, sebagai orang tua, sebagai mertua dan sebagai anggota masyarakat. 7. Jadikan tempat dimana kita hidup sebagai madrasah kehidupan kita, yang disitu banyak sekali ilmu dapat diperoleh. 8. Konsisten atau istiqamah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan mungkin masih banyak lagi pelajaran bagi kita dalam kehidupan sehari-hari ini, sebagai media untuk selalu mensyukuri nikmat Allah SWT. Semoga kita diberi hidayah oleh Allah, sebagai hamba-hamba yang selau bersyukur atas nikmat-nikmatnya yang tidak terhingga. Amiiin.

 

*Pimpinan PP al-Kamal Blitar dan Pengajar UIN Tulungagung.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *