وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا.
(dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan),
Pada ayat ke 11 ini, Allah menunjukkan dalil tentang kuasa Allah untuk membangkitkan makluq-Nya di hari kiamat. Yang pada ayat sebelumnya didawuhkan tentang penciptaan bumi sebagai alas, penciptaan gunung sebagai penyeimbang, penciptaan manusia yang berpasang-pasangan, menjadikan adanya waktu istirahat ketika tidur, menciptakan malam yang gelap. Pada ayat ini adalah bukti yang kesekiankalinya Allah menunjukkan adanya ”penciptaan waktu siang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia”. Kalau dalam Tafsir Shawi al-Maliki disebutkan “tansharifuna bihi fi hawaijikum”, kamu semua bertebaran pada siang hari untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu. Inilah kekuasaan Allah dan keagungannya, yang telah menetapkan adanya waktu siang, sebagai waktu bekerja, beraktifitas, untuk menghasilkan sesuatu, memproduksinya, dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri. Adanya produktifitas pada siang hari ini, bukan suatu kebetulan alamiyah, tetapi memang kehendak Allah yang menentukannya. Maka dapat kita lihat dan praktikkan bersama-sama hukum-hukum yang berlaku dalam waktu siang yang ditentukan Allah ini. Misalnya siang diartikan waktu bersinarnya matahari, mulai jam 06.00 pagi sampai jam 06.00 sore. Maka dalam waktu inilah umat manusia menjalani aktifitas nya, sesuai dengan bagiannya. Petani bekerja di sawah, pegawai bekerja di kantor, pejabat mengurusi rakyatnya, pedagang melakukan usaha jual beli, semuanya dilakukan dalam waktu ini, sesuai dengan kehendak Allah tanpa ada kesepakatan manusia sebelumnya, semuanya bekerja secara normal pada waktu ini. Kalau manusia melakukan aktifitas bekerja dalam pemenuhan kehidupan dilakukan tidak pada waktunya, maka biasanya dalam pelaksanaannya lebih berat, dan upah yang diterimapun akan lebih besar, konsekuensi dari bekerja di luar waktu biasanya atau kita biasa menyebutnya kerja lembur.
Kemudian Allah menjelaskan ayat 12,
وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا .
(dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh)
Dalil kebenaran kuasa Allah selanjutnya adalah “dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh”. Dalam Tafsir Jalalayn dimaknai tujuh langit yang kuat (qawiyyah) dan kokoh (muhkamah), yang tidak terpengaruh oleh dinamika perubahan zaman. Kalau dalam Tafsir al-Misbah tidak akan ada perubahan dan kerusakan sampai pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Dalam masa, musim, atau perubahan gejala alam apapun langit tetap pada posisinya, sesuai dengan aturan Allah, tidak bergerak, tidak berubah, sesuai dengan fungsi yang diciptakan oleh Allah. Bisa jadi di sekitar langit terdapat gejala-gejala alam lain, misalnya tentang perbintangan, tentang mendung, awan, dan lainnya tetapi langit tetap kokoh sesuai dengan kehendak Allah, tanpa tiang penyangga, tidak berkurang dan bertambah. Juga di sekitar langit tata surya mulai dari matahari, planet, meteor, komet dan sebagainya, kalau kita memperdalam, mengetahui ilmu tentang ini, akan menambah keyakinan kita kepada kuasa Allah Swt. Misalnya memikirkan tentang systemnya, cara kerjanya, proses kejadiannya dan lain-lain. Sebagai orang awam kita hanya mengetahui bahwa di langit ada rembulan, matahri, bintang, yang menambah keindahan jagad alam raya ini.
Terus selanjunya, ayat ke 13:
وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا.
(dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)
Selanjutnya bukti kekuasaan Allah lagi adalah “dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)”. Dalam matahari ada dua hal penting dalam kehidupan alam ini yaitu cahaya yang menggantikan malam, juga sifat panasnya. Cahaya dan panas ini sebagai sebuah sifat kehidupan alam. Alam yang berisi tentang tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan yang lainya, semuanya membutuhkan sinar matahari yang mengandung energi panas. Maka seluruh kehidupan ini dinamakan masih hidup biasanya kalau ada sifat panas yang ada dalam dirinya. Sampai di sini coba kita membuktikan dalam tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar kita, binatang, manusia, yang terbiasa kena panas atau sinar matahari dengan yang tidak pernah terkena panas matahari, pasti akan disimpulkan makhluq yang terbiasa kena sinar matahari akan lebih baik pertumbuhannya dibanding dengan yang tidak pernah kena panas. Sehingga sering disebut bahwa sumber energi kehidupan adalah matahari. Karena dengan sinarnya alam ini ada proses kehidupan, baik itu dilakoni oleh manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Inilah bukti kuasa Allah kesekian kalinya yang harus kita yakini bersama.
Kemudian ayat 14-16 dijelaskan
وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلْمُعْصِرَٰتِ مَآءً ثَجَّاجًا. لِّنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا . وَجَنَّٰتٍ أَلْفَافًا.
(dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat).
Kemudian kuasa Allah dibuktikan lagi, “dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya kami mengeluarkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat”. Hujan adalah kumpulan uap air lautan yang membentuk awan, kemudian berubah. Setelah semakin membesar menjadi tetesan air atau salju. Uap air yang terkumpul ini lalu tercurah dalam bentuk hujan atau embun-embun. Selanjutnya air merupakan fasilitas dari Allah untuk menumbuhkan berbagai bijian dan tumbuh-tumbuhan. Bijian dimaksud adalah sesuatu yang dijadikan makanan pokok oleh manusia (ma yuqtatu bihi). Sedang maksud tumbuhan adalah sesuatu yang bisa dijadikan makanan hewan (ma yu’lafu bi). Baik makanan pokok manusia atau makanan hewan proses produksinya semuanya memanfaatkan air yang dapat memberikan daya hidup. Inilah kuasa Allah yang kesembilan yang menjadi dalil atas kebenaran ciptaannya. Demikian juga siklus hukum Allah dari uap menjadi air kemudian mengeluarkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan juga membuktikan kuasa Allah dalam membangkitkan dan mengeluarkan manusia dari kuburnya dalm keadaan hidup atau dalam bahasa lain disebut dengan hari kebangkitan, yang selama ini ditentang oleh orang-orang kafir.
Dari paparan ayat 11 sampai ayat 16 di atas adalah dalil tentang asal usul dan sumber kehidupan adalah Allah. Dipaparkan dalam proses kehidupan alam raya ini, mulai dari bumi, gunung, manusia, adanya istirahat dengan tidur, adanya perubahan siang dan malam, adanya langit, matahari, air, semuanya berfungsi, bermanfaat yang berasal dari Allah, sesuai kehendak Allah dan dimanfaatkan dalam rangka menyembah kepada Allah. Ini sudut pandang yang berbeda dengan pandangan orang kafir yang tidak mempercayai kuasa Allah, dengan mengatakan bahwa adanya proses yang ada di dunia ini adalah hasil hukum alamiyah (nature of law). Maka sebagai orang yang beriman dengan keyakinan semua adalah hasil ciptaan Allah, nantinya juga akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum-hukum yang beredar di dunia ini. Pertanggung jawaban terhadap fungsi dan manfaat ciptaan alam di akhirat, yang menandai orang beriman atau tidak. Kalau orang yang beriman dia meyakini hukum Allah di balas sesuai dengan amalnya, sedangkan orang yang tidak mau beriman nantinya juga bertanggung jawab di akhirat, dihadapan Allah mendapatkan balasan sesuai dengan keimanan dan perbuatannya. Dalam perspektif epistemologi asal usul, sumber segala yang empiris bermuara dari Allah, gejala alam, rasionalisasi ajaran bersandar kepada sisi vertikal yang sifatnya ilahiyah, difungsikan dalam pembuktian kebenaran yang maha benar yakni Allah Swt. Inilah dalam teori yang lain disebut dengan ayat-ayat kauniyah yang pembacaannya dengan menggunakan wahyu, akal, lingkungan empiris sekitar, dan pendekatan intuitif (dhauqiyah). Semoga kita sebagai manusia yang beriman dapat memfungsikan semua potensi empat pendekatan itu dalam mensyukuri sembilan tanda-tanda kuasa Allah, sehingga menjalani kehidupan dunia ini bernilai ibadah, dan dapat dipertanggungjawabkan di akhirat menjadi orang-orang yang beruntung disisi Allah Swt. Aamiin. Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.
* (Alumni PP Lirboyo, Pengasuh PP al-Kamal dan Pengajar UIN Satu Tulungagung)