هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى. إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى . اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى .فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى . وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
Artinya: Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa. Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci Thuwa. Pergilah kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Lalu Katakanlah, adakah bagimu untuk mensucikan diri dan aku akan menunjukimu ke jalan Tuhanmu, sehingga engkau takut.
Ayat di atas dalam tafsir Shawi al-Maliki dijelaskan sebagai penenang bagi Rasulullah Saw dalam menghadapi kekafiran para penantangnya sekaligus sebagai ancaman bagi orang-orang yang durhaka, seolah-olah Allah dawuh, sabarlah wahai Muhammad sebagaimana sabarnya Musa As, kaummu walaupun mencapai derajat kekafiran, tetapi tidak sampai melewati batas sebagaimana Fir’aun. Sungguh Allah menurunkan siksanya kepada Fir’aun dengan sangat keras. Maka persesuainya dengan ayat ini Allah mengatakan “Apakah telah sampai kepadamu, wahai Muhammad kisah Nabi Musa. Tatkala Tuhan-nya juga Tuhanmu memanggilnya di lembah suci (al-muqadasah), Thuwa. Lembah yang suci, al-muqadasah, karena Allah memulyakan dengan menurunkan risalah kenabian Musa di dalamnya, juga dinamakan thuwa, karena di lembah ini mengandung kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Bani Israil dan kebaikan-kebaikan yang diberikan untuk Musa. Lembah yang berada di Thursina, tempat antara palestina dan Mesir. Maka sejarah-sejarah kenabian sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an ini, juga terlihat sampai sekarang, tentang adanya tempat suci di Palestina, sebagai bukti sejarah adanya risalah kenabian tauhid di sana, seperti adanya masjid al-Aqsha yang sampai sekarang menjadi tempat beribadah yang disucikan di samping masjid al-Haram di Makkah, masjid Nabawi di Madinah.
Dawuh Allah kepada Musa selanjutnya adalah “pergilah wahai Musa kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas”. Fir’auan adalah penguasa Mesir sebelum masehi yang dalam sejarah kuno muminya ditemukan sekitar abad 19 M. Dia seorang raja yang dalam tafsirnya disebut Thagha, melampaui batas (tajawuz al-had), karena melakukan penindasan kepada sesama manusia (isti’baduhu al-khalq). Diceritakan pula dari sisi fisik Fir’aun adalah orang yang tinggi, jenggotnya panjang dan berwarna hijau.
Kemudian setelah ketemu, katakan kepada Fir’aun dengan perkataan yang lembut, “adakah keinginan dalam dirimu, aku mengajakmu untuk mensucikan diri (ila an tazakka), harapanya dia bertaubat dan takut kepada Allah. Dalam Tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa mensucikan diri dikandung maksud adalah mensucikan dari kemusyrikan dengan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah. Sedang maksud mengajak kepada Tuhanmu, dimaksudkan adalah saya dapat membimbingmu (ahdiyaka) untuk mengenal Tuhan dengan bukti-bukti kuasanya (Burhan). Menurut makna yang lain dari ayat 19 ini adalah bimbingan atau petunjuk dapat diperoleh setelah adanya pembersihan dari kemusyrikan (tathahur min al-syirki). Adapun kesucian dapat diperoleh dengan masuk kepada agama Islam (al-dukhul fi al-Islam), maka akhirnya seseorang akan takut kepada Allah (fa takhsya/khasyah).
اذ هى خوف مع تعظيم فمن خشى ربه اتى منه كل خير . فالخشية اعظم من الخوف . واعلم ان اوائل العلم بالله الخشية من الله ثم الاجلال ثم الهيبة ثم الفناء عما سواه
Khasyah adalah sifat takut kepada Allah disertai dengan mengagungkannya. Maka barang siapa takut kepada Tuhannya maka Allah akan memberikan kepadanya semua kebaikan, Maka takut dengan istilah khasyah lebih agung dibanding dengan kata khauf. Dan ketahuilah awal mula mengetahui Allah dengan khasyah kepada Allah, kemudian mengagungkan (ijlal)kemudian haybah, dan kemudian menafikan segala sesuatu selain Allah (al-fana’).
Paparan tafsir di atas adalah pelajaran dari kisah Musa berusaha berdakwah kepada Fir’aun. Simbol kemusyrikan, kedhaliman, tirani, kesombongan yang melampaui batas, untuk diajak menuju jalan kebenaran, ketauhidan. Cara untuk bertaubat dari semua dosa-dosa itu adalah dengan membersihkan diri dari kemusyrikan, adanya pengakuan atau keimanan kepada dzat yang Maha Esa, Allah Swt. Ini adalah syarat mutlak seseorang untuk menjalani agama yang benar, sebelum melangkah kepada tahapan selanjutnya yaitu mendapatkan bimbingan, hidayah, dalam bahasa tafsir seseorang harus masuk Islam (al-dukhul fi al-Islam). Setelah adanya keimanan seseorang menjalani cara-cara beribadah kepada Allah dalam ajaran agama Islam. Akhirnya pasca iman, Islam seseorang akan mendapatkan sikap takut, khasyah kepada Allah Swt. Inilah kemudian yang kita kenal dalam trilogi dalam beragama kita, yakni Iman, Islam dan Ihsan atau aqidah, syariah dan khuluqiyah. Tiga ajaran pokok umat Muhammad Saw.
*Alumni PP Lirboyo, Pengajar UIN Satu, dan Khadim PP al-Kamal Blitar