Mawlid Nabi Saw dan Kesadaran Akhlaq al-Karimah (Edisi Ngaji dan Ngabdi 120)

Puji Syukur kita ucapkan kepada Allah Swt dhat yang telah menurunkan Jeng Nabi Muhammad Saw sebagai utusannya untuk menyampaikan risalah ajaran tauhid, keimanan, di atur pelaksaannya dalam syariat Islam, menuju hamba yang mulia mencapai kebahagiaan dunia akhirat.  Misi syariat Jeng Nabi dalam aktualisasinya diejawantahkan dalam perbaikan akhlaq umat manusia sebagaimana didawuhkan Jeng Nabi sendiri, “Innama bu’itstu li utammima makarim al-akhlaq”, aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Perbaikan akhlaq manusia adalah misi utama Jeng Nabi, mengingat manusia adalah makhluq di muka bumi yang paling mulia di antara makhluq Allah yang lain, seperti malaikat, jin, syetan, tumbuhan, binatang, atau alam raya seisinya, posisi manusia adalah yang dijunjung tinggi oleh Allah. Salah satu tanda ketinggian derajat manusia adalah dari sisi perilaku, sifatnya, kepribadiannya dalam menjalani kehidupan di dunia ini, baik manusia membangun hubungan dengan sang maha pencipta, dengan alam, dengan malaikat, dengan hewan atau makhluq yang lain. Maka dalam ajaran Muhammad Saw disampaikan norma-norma berperilaku bagi manusia. Misalnya norma aturan beribadah kepada Allah (hablu min Allah), norma aturan berinteraksi dengan sesama manusia (hablu min al-nas), norma aturan berhubungan dengan alam seisinya (hablu min alam). Semuanya diatur untuk manusia sebagai pembuktian bahwa manusia adalah hamba Allah yang paling mulia, “wa laqad karamna bani adama”, dan kami mulyakan anak cucu adam”.
Sebagaimana ungkapan Syukur kita kepada Allah atas diutusnya Jeng Nabi Saw, tentunya manusia harus memahami itu semua, yakni tugas mulia dia sebagai manusia, bahwa manusia adalah makhlaq mulia, diberi aturan-aturan mulia, untuk memuliakan dia sendiri. Kesadaran dan pemahaman kemuliaan dirinya sendiri sebagai manusia adalah penting (self conciousness), untuk menumbuhkan kesadaran dan terimakasihnya kepada Allah. Misalnya dia mau merenung bagaimana seandainya Allah Swt menciptakan kita sebagai kambing yang tugasnya hanya makan rambanan, rumput, mengumpuli temannya, tidur, menyusui anaknya, menabrak hewan lain yang tidak cocok, nanti kalau kambing sudah nyaman dengan dirinya, akhirnya badanya gemuk, kemudian disembelih oleh yang punya, atau hanya sekedar untuk perlombaan lari antar kambing, atau hanya sekedar pelengkap bagi hajat manusia sebagai hidangan, atau sebagai binatang yang menjadi aset ekonomi yang diperjualbelikan. Semua itu tanpa ada kontribusi bagi sesama kambing untuk lebih bermanfaat, berguna sehingga kambing yang lain dapat membangun peradabannya.
Dalam posisi ini secara sadar manusia bersyukur bahwa dia adalah hamba yang mulia di sisi Tuhannya. Maka tugas-tugas kemanusiaan itu harus kita laksanakan supaya kemuliaan hamba Tuhan tetap terjaga. Tugas mulia manusia adalah mengawal kehidupan dunia ini supaya berjalan teratur sesuai dengan kehendak Allah Swt, atau dengan kata lain sebagai khalifah fi al-ardl. Bumi seisinya ini dipercayakan kepada manusia untuk memakmurkannya, mengaturnya, supaya berjalan sesuai dengan sunnatullah. Air sebagai makhluq yang selalu memberikan kesegaran, hewan mempunyai fungsinya sendiri, tumbuhan, batu, udara, api dan sebagainya berjalan sesuai dengan hukumnya, aturanya sehingga di bumi ini terjadi kehidupan yang seimbang diantara makhluq Allah. Keseimbangannya ini dibawah koordinasi manusia, pemegang amanahnya, baik dan buruk nya bumi seisinya tergantung pengaturan manusia, sebagai penjaga amanah Allah.
Manusia sebagai khalifah fi al-ardl tidak boleh lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai penjaga keseimbangan alam ini, sebagai wujud ibadahnya kepada Allah. Jika terjadi kerusakan, ketidak seimbangan alam mungkin manusia sebagai penjaganya belum menyeimbangkan, atau manusia yang seharusnya menjalankan fungsi kekhalifahan, malah turun statusnya layaknya makhluq yang lain. Misalnya dalam ilmu akhlaq ada beberapa perilaku yang harus dihindari seperti nafsu sabuiyah, nafsu binatang buas yang tabiatnya selalu menggangu makhluq yang lain atau merusaknya. Juga Nafsu bahimiyah yang hanya memenuhi kebutuhan biologis dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Bagi manusia seharusnya nafsunya adalah nafsu muthmainah, nafsu yang tenang, tentram nyaman, sinergis antara akal, fisik dan hatinya, sehingga dapat memberikan kemanfaatan, berdaya guna, menjaga koridor alam raya sesuai amanahnya.
Kesadaran diri sebagai makhluq yang mulia dengan segala potensinya, inilah yang selalu diajarkan oleh Jeng Nabi Muhammad Saw. Jangan sampai manusia terjatuh ke dalam derajat yang rendah, seperti makhluq yang lain, harus tetap dijaga kemuliaan akhlaqnya (liutamima makarim al-akhlaq) melalui risalah Islamiyah yang dibawa oleh Jeng Nabi Saw. Di antara ajaran akhlaq mulia Jeng Nabi sebagaimana diungkap Hasan Basri, yang dikutip al-Ghazali,

حسن الخلق بسط الوجه وبذل اليد وكف الاذى

(kebaikan akhlaq adalah menampilkan wajah yang ramah, memberikan sesuatu yang dimiliki (menolong), tidak menyakiti yang lain).
Tiga sifat ini sebagai ekspresi kebaikan akhlaq seseorang berhubungan dengan orang lain.  Wajah yang ramah, basth al-wajhi adalah ekspresi kebaikan seseorang karena dengan keramahan menunjukkan bahwa hatinya juga baik. Simbolisasi wajah yang ramah menunjukkan kondisi hati seseorang yang baik kepada sesamanya, menghormatinya, menghargainya, yang bisa hidup bersama dengan yang lain. Walaupun mungkin dalam dirinya sendiri menumpuk berbagai problematika kehidupan, tetapi kertika seseorang dapat bersikap ramah kepada sesama berarti dia dapat menyeimbangkan kondisi hati dan anggota badannya untuk bersikap kepada orang lain di luar dirinya. Berbeda lagi kalau orang tersebut menampilkan wajah yang marah, cemberut, yang menunjukkan bahwa dia belum selesai dengan dirinya sendiri, sehingga untuk bersikap kepada orang lain berpenampilan layaknya musuh, orang yang tidak mengenalnya, atau bersikap anti tesa terhadap sesuatu di luar dirinya. Maka dengan kondisi seprti ini kondisi dia dengan yang lain tidak dapat berjalan bersama, terjadi ketidak seimbangan antara saya dan dia, apalagi mereka. Sebuah sifat kebersamaan sesama hamba Allah baik dia berwarna berbeda kulit, dengan latar social berbeda, kondisi ekonomi yang berjenjang, atau bahkan keyakinan beragam akan tetap ada keserasian, kenyamanan, keseimbangan, dan kesatuan sebagai hamba Allah, hanya lakon kehidupannya saja yang berbeda.
Selanjutnya kebaikan akhlaq diekspresikan dalam kesanggupan untuk memberikan yang dimiliki untuk menolong sesama (badhl al-yad). Dia menyadari bahwa apa yang dimilikinya adalah Amanah Allah, baik berupa harta, kemampuan intelektual, kekuatan fisik, kekuasaan, yang harus digunakan untuk menebar kebaikan, menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan sesama dan menolongnya. Kebutuhan hamba Allah yang lain itu bisa jadi berupa makanan, di tolong dengan tercukupinya kebutuhan, orang lain ada yang membutuhkan bantuan ide, konsep, jalan keluar kehidupan, dapat dibantu mencarikan solusinya dengan memaksimalkan potensi akalnya, kekuasaan yang kita punyai digunakan untuk mengatur kehidupan supaya berjalan teratur dan tertib, masyarakat membutuhkan bantuan tenaga untuk meringankan pekerjaannya, kita siap membantunya supaya pekerjaannya lebih ringan dan selesai. Dalam bahasa Indonesia dikatakan dengan “ringan tangan”, adalah sebuah peribahasa untuk manusia-manusia mulia yang selalu menolong, membantu sesamanya dalam menyelesaikan tugas-tugas kemanusiaannya.
Sebagaimana saat kekinian seiring dengan dinamika kehidupan dinamis, maka persoalan kehidupanpun efek dari dinamika manusia juga semakin komplek. Sehingga menyelesaikan satu masalah kehidupan tidak bisa hanya dilakoni oleh satu orang, membutuhkan perspektif banyak orang, dijalankan bersama-sama, supaya persoalan kehidupan yang dialami manusia dapat diselesaikan secara komprehensif. Misalnya dapat diberi contoh seorang ibu yang mau melahirkan bayinya. Untuk era satu abad atau dua abad yang lalu, persalinan bayi dapat ditangani dengan bantuan seorang dukun bayi, karena pola kehidupan sederhana, zaman dulu sebuah persalinan tidak membutuhkan bantuan dokter kandungan, perawat, dokter anestesi, dokter dalam, peralatan seadanya. Tetapi dengan pola hidup manusia kekinian nampaknya persalinan bayi kebanyakan harus dilakukan di rumah sakit dengan bantuan tenaga medis yang lengkap, peralatan yang memadahi, juga pendanaan yang tersedia. Artinya menyikapi masalah kekinian harus dengan komprehensif dan solusinyanya dijalani dengan kolektif. Maka sebuah sikap menolong pada saat ini menemukan momentumnya sebagai jawaban kompleksitas permasalahan duniawi.
Kesadaran untuk tidak menyakiti sesama (kaf al-adha), adalah sifat yang mulia bagi umat Muhammad Saw. Manusia harus menyadari bahwa hidupnya di dunia ini untuk berbuat kebaikan, berdaya guna, menebar kemanfaatan untuk orang lain. Sebisa mungkin manusia berbuat baik, bermanfaat, berguna untuk orang lain, bukan sebaliknya merugikan, menyakiti, merusak. Kalau ini yang terjadi, berarti manusia layaknya seperti binatang buas, membuat makhluq lain tidak aman, nyaman, layaknya syetan yamg menebar kebencian, iri dengki dan gangguan kepada yang lain. Maka jeng Nabi saw menyatakan

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

(orang muslim sejati adalah orang yang tidak menyakiti orang lain baik dengan lisannya atau tanganya).
Seorang muslim tidak boleh berbuat yang menyebabkan orang lain merasa disakiti, dirugikan, didhalimi, dikecewakan atau keburukan-keburukan yang lain. Lisan seorang muslim harus bertutur kata yang baik, memberikan nasehat-nasehat untuk kebaikan, tangannya juga tidak boleh melakukan sesuatu yang menyakitkan. Terminologi lisan dan tangan ini dapat dimaknai lebih luas kepada semua perbuatan, perkataan, bahkan hati sekalipun untuk tidak melakukan keburukan menurut penilaian agama atau masyarakatnya, baik perbuatan bermakna lahiriyah atau bathiniyah. Dengan kesadaran untuk tidak menyakiti orang lain seseorang akan dapat mengendalikan dirinya, bahwa semua yang diperbuatnya dapat berimplikasi kepada kebaikan atau keburukan kepada orang lain.
Dengan fondasi dasar akhlaq yang baik inilah risalah kemuliaan Akhlaq dapat ditebarkan, disyiarkan, diajarkan sehingga umat Muhammad menjadi hamba yang mulia baik disi Allah, di sisi manusia, atau sesama hamba Allah. Selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. semoga kita semua selalu istiqamah untuk menjadi pribadi-pribadi yang berakhlaqul karimah. Aamiiin. Wa Allahu A’lam.
*Khadim PP al-Kamal Blitar, Fungsionaris NU Blitar dan Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *