Kīmīyā’ Al-Sa’ādah lil Imām Al-Ghozālī # 3 “Memaksimalkan Daya Akal Dalam Mengetahui Pencipta”

وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ اِلَّا هُوَۗ
Bagi orang-orang muslim seyogyanya mengetahui bahwa badan ini adalah bahtera bagi hati (Qolbu). Hati yang akrab dengan qolbu dalam bahasa Arab mempunyai tentara dan prajuritnya sendiri. Seperti firman Allah SWT pada surat Al-Mudasir ayat 31 :
كَذٰلِكَ يُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ اِلَّا هُوَۗ وَمَا هِيَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْبَشَرِ .
Artinya:
Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.
Hati (Qolbu) ciptakan oleh Allah SWT sebagai amal akhirat untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimaksudkan adalah kebahagiaan ketika seorang dibukakan pintu ma’rifat dan bersua dengan sang pencipta. Menurut para ulama’ adalah dua metode untuk meraih kebahagiaan ma’rifatullah. Pertama, dengan menggunakan logikan dan fikirannya. Kedua, menggunakan mata batinnya. Mengetahui pencipta dengan logika dan fikiran berarti seorang hanba merenungkan segala ciptaan Allah SWT sehingga dia akan mengetahui keajaiban-keajaiban serta keagungab Allah SWT melalui ciptaannya. Hal ini senada dengan Al-Qur’an surat Al-Fusilat ayat 53 yang berbunyi:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Artinya:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Seorang hamba yang selalu menggunakan akalnya untuk mentadaburi ciptaan Allah SWT mereka akan melihatNya melalui ciptaan-ciptaan tersebut. Ciptaan yang mengagungkan dan ajaib itu mengacu pada dzat pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. hal diatas dikuatkan dengan dawuh Sufyān Ibn Uyainah;
“إذا المرء كانت له فكرة # ففي كل شيئ عبرة”
Artinya
“Jika seseorang itu memaksimalkan akal fikirannya # maka dia akan menemukan pelajaran disetiap ciptaanNya”.
Bertadabur menggunakan akal berarti membutuhkan badan serta indra untuk input pengetahuan sebelum menghasilkan output berupa ma’rifatullah, sehingga badan ini menjadi sangat penting bagi hati (Qolbu) untuk memperoleh sa’ādah.
Allah SWT telah berfirman supaya kita bertadabur dengan ciptaannya pada surat yunus ayat 101.
قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗوَمَا تُغْنِى الْاٰيٰتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُوْنَ
Artinya;
Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatatan.
Maksud dari ayat di atas bukan Allah SWT menyuruh melihat benda/wujud dari lagit dan bumi tetapi dengan melihatnya bagaimana seorang hamba mengetaui keindahan dan keagungan ciptaannya. Lalu jika ciptaannya saja mampu menjadikan kita terpesona, apalagi penciptanya? Yaitu Allah SWT.
Menurut Al-Ghozali panca indera ini berasal dari hati (Qolbu) sedangkan jasad adalah kendaraannya. Misal penglihatan dengan jasad mata. Pendengaran dengan jasad telinga, pengecap dengan jasad lidah dan lain-lain. Oleh sebab itu diibaratkan, ma’rifatullah adalah buruannya sedangkan indra adalah jaringnya.
Jasad perlu dijaga dalam rangka media memperoleh sa’ādah-Nya. Jasad tidak akan mampu kuat kecuali dengan makanan, minuman, hangat dan lembab. Jasad sangat rapuh sekali dari serangan dalam termasuk haus dan lapar. Begitu pula rapuh dari serangan luar berupa banyak musuh seperti penyakit, bencana dan lain sebagainya.
Terjemah kitab Kīmīyā’ Al-Sa’ādah lil Imām Al-Ghozālī.
Ditulis oleh : Afrizal Nur Ali Syahputra, M.Pd (Wakil Ketua Pengurus Pusat PPTA)

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *